A Hopeless Romantic Traveler: Little Things That Matter

Kebanyakan cewek tuh kalau traveling sehari atau seminggu bawaannya ya sama banyaknya. Sama rempongnya! Ya kan? Ngaku deh.

Kalau baju, sepatu atau tas yang memenuhi koper sih dimaklumi. Nah masalahnya, perintilan cewek tuh bisa makan tempat satu koper sendiri. Gue lah contohnya, tiap bepergian enggak pernah tuh bisa bawa satu koper ukuran kecil. Padahal mungkin perginya cuma dua hari.

Sepertinya barang-barang toiletris gue akan pindah ke dalam koper. Mana kan botolnya segede-gede gaban. Hal ini bikin traveling gue enggak praktis, karena tas yang keberatan barang-barang yang enggak mungkin gue tinggal.

Mengingat pentingnya barang kewanitaan, membuat gue merasa wajib bin kudu mengumpulkan barang-barang tersebut dalam ukuran kecil atau disebut ‘travel size’. Kalau misalnya sulit mendapatkannya, bisa juga dengan membeli botol kecil khusus untuk travel yang banyak dijual di supermarket atau toko pernak-pernik di mall. Pindahkan sampo dan sabun dan apa saja yang dibutuhkan sehari-hari ke dalam tuh botol.

Alhasil, gue bisa meminimalkan dari yang tadinya memakan tempat hapir setengah koper, menjadi satu pouch saja.

Taraaaa…..

photo 1

Bagi cewek-cewek yang serempong gue di luar sana, nah ini gue mau berbagi tips bawaan apa saja yang diperlukan ketika traveling, tapi tetap ringkas.

1. Shampoo + Conditioner 

Syukur-syukur kalau sampo yang biasa lo pake itu udah 2 in 1. Sayangnya sampo andalan gue masih terpisah sama conditioner-nya. Apalagi mengingat rambut gue yang susah banget nemu shampoo yang cocok, bikin gue enggak bisa sembarangan memakai shampoo. Jadilah kemana-mana selalu membawa dua botol kecil ini. Tiap nge-gym pun gue akan selalu gue bawa.

Kiehls Shampoo + Conditioner
Kiehls Shampoo + Conditioner

Selain itu, gue juga akan bawa dry shampoo yang sangat berguna banget waktu gue di Cappadoccia. Cuaca saat itu dinginnya mencapai minus 2 derajat celcius!!! Menurut lo gue mandi gitu di sana? Ya enggak laaah. Buset, buat pipis saja perjuangan banget, apalagi mandi dan sampoan! Kalau gue enggak keramas sehari saja, rambut gue akan mudah lepek karena saking tipisnya (ya nasib).

photo 2

Thanks to the invention of dry shampoo yang bisa menyelamatkan gue dari bebas lepek tanpa keramas selama 2 hari di Cappadoccia. Jadi kan foto-foto gue bisa bagus. Hehe.

2. Sabun

Selama masih bisa memanfaatkan sabun dari hotel, gunakan saja jadi enggak perlu bawa dari rumah. Buat apa mengkhawatirkan kulit toh kan traveling-nya enggak lama-lama. Begitu pulang tinggal spa dan scrub juga beres 😀

3. Sabun muka

Yang satu ini penting banget dan runyam kalau sampai ketinggalan. Kalau bisa punya travel size-nya biar ringan.

4. Pembersih muka

Sehari-hari paket pembersih wajah yang gue pakai selain cleansing soap adalah make up remover, milk cleanser, dan toner. Bok, enggak mungkin lah ya gue bawa tiga botol besar begitu. Nah, selama traveling gue enggak akan membawa ketiganya tapi cukup di-replace sama cleansing wipesCleansing wipes itu kayak tissue basah untuk muka, hanya saja lebih nampol buat bersihin muka. Bahkan bisa mengangkat sisa make up yang waterproof sekalipun. Praktis kan?

5. Lotion + Lip balm

Kalau traveling ke tempat yang punya musim dingin sih wajib membawa 2 barang ini supaya kulit enggak kering dan menghindari bibir pecah-pecah. Nanti lipstick-nya enggak oke di bibir 😦

6. Obat muka

Cewek yang berusia di akhir 20 sudah seharusnya merawat wajah, enggak terkecuali pada saat traveling. Bayangin aja, kalau pagi dan malam harus pakai serum yang beda. Jadi harus banget punya tube ukuran mini untuk membawa berbagai obat muka supaya enggak ribet.

7. Fragrance

Pingin selalu wangi tapi malas bawa botol parfum? Bawa miniatur-nya dong ah 😉

8. Feminine tissue

Wajib dibawa kalau traveling ke negara yang menganut ‘dry cleaning‘ kayak di Eropa. Mau cari ke mana juga enggak akan nemu air di toilet, so tissue ini adalah penolong.

9. Foot spray

Traveling adalah satu-satunya yang hal bikin gue mau jalan kaki berlama-lama, setiap hari. Kasihan banget kan kakinya kalau enggak dimanjain sehabis jalan jauh. Pakai foot spray deh supaya si kaki bisa refresh.

Itu tadi perintilan yang biasa gue bawa saat traveling. Biar kecil tapi penting banget, selevel di bawah passport dan uang lah 😀

Semoga bisa membantu kamu-kamu yang sedang mempersiapkan bawaan untuk liburan ya. Happy traveling!

Turkey Itinerary: Threat & Trick

Turkey….I’m comiiiing 😀

Finally, tiket perjalanan dan penginapan untuk gue ke Turki selesai juga. Fiuuuh. Mungkin ini pertama kalinya gue benar-benar merencanakan liburan dengan proses yang panjang dan bikin deg-degan, karena banyak threat yang harus dengan cermat disiasati supaya liburannya lancar.

Insya Allah, 8 November 2013 besok gue berangkat ke Turki dengan Turkish Airlines. Letak Turki yang sebagian sudah menyentuh daratan Eropa, membuat harga yang harus dibayar mahal banget yaitu USD1,200. Ke Belanda saja ekonomi promo bisa dapat USD900, berarti wisata ke Turki ini bisa dibilang tur muahallll.

Some great travelling starts with a good plan. Maka mulai lah gue mempersiapkan itinerary detail yang kira-kira akan begini nih jadinya. Tripadvisor masih jadi andalan gue setiap merencanakan liburan

Jumat 8 Nov 2013

Jam 20.30 pesawat take off dari Soetta dan akan tiba di Istanbul jam 06.40 keesokan harinya. Di Jakarta saat itu sudah sekitar jam 11 siang. Kebayang enggak tuh gimana jetlagnya harus duduk 15 jam di pesawat tanpa transit???? Mesti bawa bantal leher dong. Akhirnya kepake juga bantal leher jerapah gue :p

Btw, menurut para pendahulu yang pernah ke Turki,  tidak perlu menukar mata uang Turkey di Indonesia. Jadi, kalau menggunakan mesin ATM di sana nilai kursnya malah lebih menguntungkan. Berarti yang harus disiapkan adalah saldo tabungan yang cukup supaya di Istanbul nanti bisa narik ATM. Malahan, pecahannya tersedia dari yang besar sampai kecil. Pesan di Jakarta mah susah bisa dapat pecahan.

Sabtu 9 Nov 2013

Untuk menghindari antrian visa on arrival, gue sudah apply e-visa. Duh andainya semua negara bisa begini ya. Cukup menggunakan credit card payment sebesar USD25, gue sudah mendapatkan selembar ijin masuk Turki selama satu bulan.

photo (40)

Dari Ataturk Airport nanti gue akan langsung meluncur ke hotel tempat menginap, Moevinpick Hotel Istanbul dengan taksi. Bawaan banyak, broh. Karena berdua dengan teman gue, sharing TRL60 (Turkey Lira) atau sekitar IDR300,000 sih oke lah ya. Karena baru bisa checkin jam 12 siang, gue akan titip koper di concierge lalu cabcuz ke daerah Sultanahmet.

Sultanahmet adalah pusat wisata di Istanbul. Hagia Sophia, Blue Mosque, Topkapi Palace, dan beberapa museum lainnya bisa dijabanin sekaligus. Lagi-lagi, untuk menghindari antrian panjang tiket yang cuma ngabisin waktu gue sudah beli e-ticket di www.muze.gov.tr. Harga yang harus dibayar untuk masuk ke gedung yang pernah berubah fungsi dari gereja kemudian masjid itu adalah TRL25. Untuk masuk ke Topkapi Palace dikenakan biaya TRL15, dan Blue Mosque sih gretong.

Di sore hari akan gue sempatkan ke Bospherus Strait, selat yang memisahkan benua Eropa dan Asia. This where east meets west things are kinda romantic for me. Kayaknya kalau lempar koin yang ditulis inisial nama kita dan dia yang tercinta, asik juga tuh. Jadi cinta kami akan berada di dasar perbatasan dua benua. Yey! (Jangan ditiru, ini hanya takhayul karangan gue sendiri)

Minggu 10 Nov 2013

We’ll take the Ephesus Trip. Konon di Ephesus yang ada di daerah Selcuk, sekitar 10 jam jalan darat dari Istanbul, kita bisa lihat sisa bangunan bangsa Romawi. Kalau pernah nonton film Gladiator, nah theater tempat bertanding itu nanti yang akan gue kunjungi. Enggak ketinggalan, ada House of Virgin Mary di situ yang wajib didatangi. Oh iya, di sana nanti gue harus memburu Hamsa, yang dipercaya umat Kristiani sebagai simbol tangan Bunda Maria. Kalau di Islam, Hamsa adalah tangan anak Rasulullah—Fatima, yang dipercaya sebagai penolak bala. Hamsa ini ada di serial Charmed yang pernah jadi favorit gue jaman kuliah dulu. Di Selcuk juga banyak landmark yang disebutkan dalam Alquran, salah satunya gua dimana beberapa pemuda pernah tertidur selama 300 tahun.

Gue dan teman gue memutuskan untuk menggunakan jasa travel untuk menghabiskan waktu seharian di Selcuk, karena setelah browsing sana-sini, agak sulit kalau ‘ngeteng’ sendiri. Akan lebih mahal jika harus menyewa jeep, satu-satunya yang bisa digunakan untuk menjelajahi Ephesus dan sekitarnya.

Kami menggunakan jasa Ephesus Tours (ww.ephesustours.biz) yang per orangnya kena USD249. Gilee mahal yah, tampaknya saya harus makan popmie selama 3 hari berturut-turut di sana. Hiks. Sebenarnya mahal karena kami memilih ke Ephesus menggunakan pesawat sih, si travel agency yang mengatur penerbangan kami dari Istanbul ke Izmir (airport terdekat dari Ephesus).

Hopefully the trips worth the bucks deh.

Senin – Jumat 11-15 Nov 2013

Seminggu ini gue ada keperluan dinas jadi positif enggak akan kemana-mana juga, mengingat selama winter tempat wisata tutup jam 5 sore. Cari oleh-oleh ke Grand Bazaar bisa lah. Di situ adalah salah satu pasar tertutup terbesar di dunia. Oh jangan lewatkan Hammam, atau Turkey Baths yang eksotis itu. Kita bisa memilih pria Turkey untuk membasahkan, eh, memandikan kita. Glek.

Selalu cek ramalan cuaca, supaya enggak salah outfit. Coat tebal dan boots tahun lalu gue kepakai lagi deh.

Jumat 15 Nov 2013.

We’re Going To Cappadocia!!!

Bisa dibilang Cappadocia adalah puncak tripnya Turkey, everybody wants to be there, everybody wants to ride a hot balloon across the fairy chimneys.  Termasuk gue, yang pernah terbengong-bengong lihat On The Spot yang menayangkan 7 negeri dongeng di dunia nyata. Dan harapan untuk bisa ke sana, di depan mata!

Cappadocia yang bentuknya seperti berada di zaman batu itu, berada di propinsi Goreme, Turki. Sekitar 10 jam jalan darat atau lebih enaknya menggunakan pesawat malam yang memakan waktu sekitar 1 jam 15 menit.

Kamu pikir rumah batu ini seperti jamur? Kok aku pikir seperti... *brb kawin*
Kamu pikir rumah batu ini seperti jamur? Kok aku pikir seperti… *brb kawin*

Gambar diambil dari sini

Kenapa harus malam sampai sana, jam 4 subuh sudah harus berangkat naik balon udara. Lalu bersama-sama akan menyaksikan sunrise dari ketinggian 6,000 kaki. Subhanallah.

Source: hecktictravels.com
Source: hecktictravels.com

Penerbangan yang paling pas sampai sana jam 21.30 adalah Pegasus yang harga tiketnya USD42, take off dari Sabiha Gokcen Airport yang letaknya sudah di Asia.

photo (39)

Kalau Ataturk ada di Eropa. Ini nih stres-nya, gue enggak bisa book tiket pesawat dari Istanbul ke Kayseri, airport yang dekat dari Goreme. Mereka hanya mau credit card lokal, sodara-sodara. Berkali-kali coba dengan berbagai kartu redit hasilnya gagal. Dan alhamdulillah, akhirnya berhasil setelah mencoba booking dari tab. Ternyata booking pegasus masih bisa lewat mobile/tab, kalau we dipastikan gagal. Untuk pesawat lainnya di Turki, Atlasjet, baik web/mobile/tab sama sekali tidak bisa menggunakan foreign credit card.

So, gue sudah berhasil beli tiket berangkat ke Cappadocia, tapi pulangnya belum tahu gimana. Hiiiks. Gue harus kembali ke Ataturk karena pesawat take off ke Indo tanggal 18 Nov jam 00.40, dan dari Cappadocia gue masih harus ke Pamukkale. Pusing gue, aslik.

Gue browing sana-sini, jadi harus menggunakan jasa pihak ketiga untuk reservasi dengan harga tiket yang lebih mahal sampai 50%! Ajigile. Allah pasti kasihan sama gue, akhirnya berhasil juga menemukan website wegolo.com (sejenis edreams.com/cheapoair.ca/skyscanner.com juga) tapi harga tiket yang dia tawarkan enggak terlalu mahal. Kalau harga di Atlas jet TRL89 atau sekitar IDR500,000 dan lewat Wegolo kena GBP43 atau sekitar IDR650,000. Beda cepego cincay lah ya.

Untuk menginap di Cappadocia, gue sudah book Nomad Cave Hostel yang direkomen sama Naya Moeda lewat tulisannya di sini. Kalau mau dapat harga lebih murah mending lewat hostelbookers.com deh ketimbang hostelworld.com. Boo beda 1 dolar aja lumiii (lumayan. red) bangeeeet. Gue dan teman gue mengambil dorm yang berisi 6 tempat tidur wanita semua. Per orangnya kena EUR8. Tadinya mau ambil yang sekamar bersepuluh dan campur cowok cewek, sambil cari jodohlah hehe. Tapi gue malas bayangin rebutan kamar mandinya….dan mengingat turis asing yang jorok dalam urusan kamar mandi.

Hostel menyediakan fasilitas shuttle bus jemput dari Kayseri dan dikenakan biaya TRL25. Sebelumnya tentu kita harus arrange dulu sama pihak hostel. Untuk Cappadocia dan hot balloon tour juga akan membeli via hostel. Karena sudah masuk peak season, sebaiknya melakukan reservasi in advance cukup dengan email. Mereka bilang, pembayaran dilakukan cash di tempat. Menurut pihak hostel, mereka kasih harga hot balloon air EUR120, didiskon EUR40 dari harga normal. Sampai Indo gue puasa nih kayaknya, habis uang gue di Turki huhuhu.

Sabtu 16 Nov 2013

One full day trip of Cappadocia. Tunggu foto-foto gue yang bakalan sirik-able ya 😀

Trip dijadwalkan selesai jam 5 sore. Jadwal gue berikutnya adalah mengambil overnight bus menuju Denizili yang menghabiskan waktu 10 jam. Tiket bus bisa langsung dibeli di stasiun bus Goreme yang hanya 5 menit berjalan kaki dari hostel.

Minggu 17 Nov 2013

Jam 7 pagi sampai Denizili, lalu gue harus menggunakan minibus yang ada 2 kali tiap jam. Minibus ini akan membawa gue ke Pamukkale yang memakan waktu sekitar 20 menit. Ada apa sih di Pamukkale??

Ada Traventine!! Aduh kalau lihat gambarnya sih cantik banget. Julukannya istana kapas, karena betuknya yang putih kayak berlapis salju. Sebenarnya traventine adalah endapan mineral karbonat dari aliran air. Selain bukit es, traventine ini juga punya kolam-kolam yang bertingkat, mirip terasering.

Source: http://www.woman.com.au/go-see-pamukkale-turkey/pamukkale-3/#
Source: http://www.woman.com.au/go-see-pamukkale-turkey/pamukkale-3/#

Can’t wait! Di sana ada kolam Cleopatra juga, bisa berendam-berendam unyu gitu deh.

Waktu gue enggak banyak di Pamukkale, karena jam 2 siang sudah harus mengejar kereta dari stasiun Denizili yang letaknya hadap-hadapan dengan stasiun bus. Empat jam harus gue tempuh menuju Izmir. Kok Izmir? Balik ke Ephesus dong? Karena untuk bisa kembali ke Ataturk tepat waktu, gue harus menggunakan pesawat dari airport Izmir. Dari Denizili airport enggak ada jam yang oke ke Ataturk.

Asiknya, kereta akan berhenti di stasiun airport Izmir, so cuzzz gue bisa langsung terbang ke Ataturk supaya bisa ngejar pesawat balik Indo jam 00.40. I’ll be on a very tight schedule.

Terusss, selama gue backpackeran di Cappadocia dan Pamukkale koper-koper segede gaban gue dimana? Tentu saja gue sudah mencari info tentang jasa penyimpanan koper di bandara. Tanggal 15 sebelum gue ke Gokcen, sebelumnya akan ke Ataturk terlebih dahulu untuk menitipkan koper dengan biaya sewa harian TRL25 (http://www.ataturkairport.com/en-EN/airportguide/Pages/BaggageCustodyServices.aspx)

Kira-kira begitu hasil browsing gue selama seminggu tentang persiapan ke Turki. Semoga membantu siapa saja yang sedang merancanakan liburan ke mana saja.

Have a safe trip 🙂

11 Menit Terpenting Dalam Hidup

“Bali…I’m coming.” pekik gue waktu tiket ke Bali akhirnya issued juga untuk tanggal 14 April 2013.

Terakhir kali ke Bali akhir tahun 2011 dan gue emang udah kangeeeen banget sama Bali. Gak ngebosenin sih.

Lalu sabtu sore waktu gue lagi santai-santai nonton TV, ada breaking news kalau pesawat Lion tergelincir saat mencoba mendarat di Ngurah Rai. What?! *tv zoom in zoom out*

Pesawatnya nyusruk ke laut dan sampai patah bagian ekornya. Mendadak gue langsung pingin pipis setelah menonton berita itu (gue kalau gugup emang pingin pipis bawaannya, red.).

Untungnya (masih ada untungnya) semua penumpang dan crew selamat dari kecelakaan tersebut. Dan biasanya yang suka kecelakaan pesawat itu kalau pesawatnya sudah tua, nah ini baru 2 bulan terbang. Udah gitu kapten pesawatnya juga sudah senior. Wallahu Alam deh apa sebabnya kecelakaan tersebut, yang jelas apapun bentuk kecelakaan pasti membuat siapapun takut. Gak terkecuali gue, yang H+1 juga mau terbang ke Bali.

Meskipun maskapai yang gue pakai termasuk bagus karena mengutamakan keselamatan (that’s why harganya mahal), tetep aja kan enggak boleh takabur. Kapal Titanic yang disinyalir unsinkable aja akhirnya karam di dasar laut.

Tapi apa kita harus pasrah? Ya, namun sebagai penumpang pesawat kita juga harus waspada dengan memahami apa-apa yang penting ketika menaiki pesawat, termasuk di dalamnya adalah petunjuk keselamatan.

Pertama kali gue naik pesawat sekitar tahun sekian (maaf gue lupa :p), teman seperjalanan gue memberitahu kalau masa-masa paling mendebarkan saat terbang itu adalah saat take off dan menjelang landing. Jadilah gue kebelet kencing saat itu (karena gugup, gue sudah jelaskan di atas), saat pesawat lagi ‘nge-gas’ kenceng bangeeeet lalu take off ke udara. Gue yang masih belia saat itu cuma bisa mencengkeram erat pegangan kursi.

Dan saat tanda memasang sabuk pengaman dimatikan, gue segera menghambur ke toilet. Setelah itu baru gue bisa menikmati mengambang di antara awan biru.

Lagi asik-asik ngelamun ngeliatin awan, lalu suara kapten terdengar untuk memberitahukan pesawat akan segera landing. Lalu teman gue itu berbisik, “Berdoa, Mi. Mau landing nih. Saat-saat yang juga menentukan.”

Dengan kuping yang sedikit budeg akibat tekanan udara, gue enggak gitu dengar apa kata dia. “Lo ngomong apaan sik?”

“Berdoaaaa, mau landing. Jangan sampai gagal.” teriaknya.

Spontan tangan gue jadi keringet dingin, mulut komat-kamit mengucap Ayat Kursi supaya pesawat bisa mendarat dengan sempurna. Namun yang terjadi adalah…

DUG!

Roda pesawat menubruk landasan sampai pesawat sedikit terpental sekian centi dari permukaan aspal. Berarti keras banget kan tuh benturannya, sampai berbanting gitu.

Yang pasti jantung gue mau copot! Ini pesawat apa metromini, kasar banget pilotnya! Pikir gue saat itu.

Sejak saat itu, tiap gue mengudara (kok kedengaran kayak siaran ya?) selalu tegang di dua tahap itu.

Dan gue baru tahu, memang dalam dunia penerbangan, ada yang namanya Critical Eleven Minutes. Yaitu saat-saat kritis pesawat adalah 3 menit setelah take off dan 8 menit sebelum landing. Saat itu pesawat sedang dalam kondisi paling lemah dan rentan terhadap berbagai bahaya. Itu juga mengapa, keadaan pesawat harus dalam kondisi normal. Kursi kembali ditegakkan, penutup jendela dibuka, dll.

Sebagai penumpang yang mementingkan keselamatan, harus mematuhi aturan terutama selama 11 menit itu. Jangan tersinggung kalau disuruh mematikan semua alat elektronik. Atau lagi enak-enak nyender, eh disuru menegakkan kursi. Ikutin aja pokoknya.

Ini gue kutip dari internet

According to David Palmerton, a US Federal Aviation Administration (FAA) expert on plane crashes, these are the crucial 11 minutes when you need to be alert on an airplane. The three minutes during takeoff and final 8 minutes before landing are when 80% of plane crashes occur, usually due to wet weather. Stay sober, hold off on your nap, and don’t bury your face in a book and follow the plus three, minus eight rule.

Musibah Lion di Sabtu sore silam itu, ya contoh salah satu kecelakaan pesawat pada saat landing.

Amit-amit nih ya, jangan sampe sih. Kalau bisa barang penting spt dompet dan HP jangan ditaruh di kabin, tapi inside your pocket! Selama masih bisa menyelematkan diri, pikirkan diri sendiri. Jangan mikirin bawaan di dalam kabin!

Dan Alhamdulillah, setelah melalui masa-masa menegangkan dan ketakutan yang meningkat 2 x lipat, paska tragedi Lion, Minggu siang kemarin pesawat Airbus yang gue tumpangi mendarat dengan cantik.

Fiuh.

Khususnya mengenai terbang ke Bali, konon, sesenior apapun pilotnya dan sebagus apapun pesawatnya, tidak boleh sombong. Para pilot mitosnya harus ijin dulu ke para Dewa yang melindungi pulau tersebut.

Menurut salah satu penduduk Bali yang gue ajak ngobrol, dia bilang..

“Pesawat kan datang dari atas, sedangkan di bawahnya banyak Pure (Pura), jadi harus sopan…minta ijin bilang permisi.” jelasnya dengan patah-patah khas Bali.

Baiklah, intinya tetap rendah diri kan. Gak boleh takabur dan yang terpenting adalah berdoa, agar bisa melewati masa-masa terpenting dalam hidup, yaitu 11 menit saat terbang di udara. 11 menit dimana kita dihadapkan dengan resiko kematian. Boro-boro mikirin Orang Tua, kerjaan, pacar, mantan, atau sudah move on belum? Boro-boro! Yang terpenting adalah hidup kita.

Tetap semangat traveling ya! Because…

traveling is facing your biggest problem, flying is one of them.

A Hopeless Romantic Traveler: Senja Di Batam

Prolog:
Awal gue sering traveling ke luar kota adalah sejak gue memiliki profesi sebagai auditor di salah satu KAP Big 4 di Indonesia. Gue bekerja sejak lulus kuliah tahun ehm 2006 (ketahuan tua deh) dan sudah melalang-melintang traveling ke berbagai kota di Indonesia karena pekerjaan. Namun tak ada yang istimewa yang perlu diceritakan selain kisah cinta gue yang pernah terjadi di tahun 2008. Bukan, bukan tentang si koper yang sudah gue buang di Trave(love)ing. Pria yang gue kisahkan di sini adalah awal mengapa gue selalu menyukai dipanggil Mimi 🙂

***

Gambir, Suatu Minggu Sore Di Akhir 2008.

“Nah itu dia Damri-nya.” Gue spontan membuka pintu mobil, setelah melihat bus yang gue tunggu sejak 30 menit yang lalu akhirnya datang.

“Gue aja yang angkat kopernya, Mimi.” Suara pria yang sejak setengah jam yang lalu duduk di balik supir tiba-tiba menyaut.

Dung-dung, begitu biasa gue memanggilnya. Dan dia membalas memanggil gue dengan Mimi. Sebenarnya nama panggilan Mimi gue peroleh sejak tahun 2008 dari rekan sekerja gue yang bernama Ncus. Si Dung-dung ini lalu ikut-ikut memanggil gue Mimi karena menurutnya terdengar lucu.

Setelah mengeluarkan koper ukuran kabin pesawat dari bagasi mobilnya, ia lalu membantu menggeretnya sambil kami berjalan ke arah bus Damri, diiringi suara roda koper yang bergesekan dengan aspal jalan.

“Tiketnya siapin, lo kan suka ceroboh lupa naro barang.” perintahnya.

Gue membuka tas kecil tempat menaruh telepon genggam dengan merk yang juga dimiliki sejuta umat lainnya saat itu, kemudian mengeluarkan karcis bus yang sudah gue beli saat sampai di stasiun tadi. Lembaran kecil dan tipis itu lalu gue tunjukkan ke batang hidung Dung-dung sambil menjulurkan lidah padanya, “Nggak lupa dong, udah ditaruh di tempat yang gampang.”

Yang digoda hanya tertawa menanggapi ulah gue, lalu wajah chubby-nya berubah murung ketika sampai di depan pintu bus. “Maaf ya, cuma bisa anter sampe Gambir. Sebenarnya gue khawatir biarin lo sendirian sampai ke Bandara.”

Gue mencubit tangannya dengan gemas, “Gue udah sering terbang sejak belum kenal lo kali, biasanya juga sendiri. Hahaha.” Tertawa adalah cara gue menutupi perasaan sedih yang gue rasakan karena akan merindukannya selama seminggu ke depan dinas ke Batam.

Sesaat percakapan kami terusik oleh kondektur, yang mengambil koper berwarna biru muda gue dan memasukkannya ke dalam bus. Caranya mengangkat dengan asal membuat perhatian gue teralih dari Dung-dung lalu menegur pak kondektur, “Mas, hati-hati ya. Ada barang pecah belah.” Yang ditegur hanya mengangguk.

Setelah memastikan bawaannya aman, gue kembali tertuju pada pria di hadapan gue yang sedang terdiam menunduk.

“Hei, beneran gue gak apa-apa kok.” bujuk gue.

“Tapi gue pingin banget anter sampai Bandara, nemenin lo sampai boarding.” keluhnya.

“Gue gak apa-apa kok.” ujar gue sambil tersenyum yang mengundangnya untuk ikut tersenyum juga.

***

Hang Nadim, Minggu Malam.

Akhirnya boeing yang gue tumpangi mendarat setelah hampir 2 jam di atas udara. Gue sebenarnya paling enggak suka harus melakukan perjalanan sendirian, apalagi naik pesawat. Tapi gue enggak punya pilihan, pekerjaan sebagai auditor di salah satu KAP terbesar di Indonesia memaksa gue untuk sering terbang ke luar kota. Dan kali ini, terpaksa harus sendiri karena teman-teman gue sudah bertolak ke Batam seminggu sebelumnya.

Langit Batam hampir gelap, angin yang berhembus kencang dengan sekejap membuat rambut gue yang terurai berantakan. Gue berjalan terburu-buru memasuki bandara, yang termasuk kecil di kota industri dengan jadwal penerbangan cukup padat ini.

Begitu telepon genggam gue aktifkan kembali, sebuah notifikasi terdengar menandakan ada pesan SMS diterima. Ada dua kotak masuk, satu dari nyokap dan satu lagi dari sebuah nomor tak dikenal. Gue segera membalas nyokap dengan cepat, mengabari bahwa anak gadisnya sudah sampai dengan selamat. Pesan satunya lagi ternyata dari supir yang menjemput dan akan mengantar gue ke hotel.

Hampir saja gue menekan tombol last redial, sebelum teringat bahwa yang akan gue hubungi itu mungkin sedang enggak dapat mengangkat panggilan telepon. Akhirnya gue memutuskan mengirim pesan yang sama dengan yang gue kirim ke nyokap kepada Dung-dung.

Satu menit, gue yang mengenakan setelan jeans casual ini mematung di tengah hiruk-pikuknya bandara untuk menunggu balasan yang tak kunjung datang. Sambil menghela nafas panjang, gue kemudian bergerak menuju pintu keluar menerobos para supir taksi yang berburu mencari penumpang. Gue selalu memesan supir dari kantor klien untuk menjemput, karena enggak pernah berani mengambil taksi dari bandara dengan tarif tanpa argo. Gue malas menego harga. Untung saja gue enggak perlu berlama-lama mencari supir yang sudah menunggu. Pria tua berkumis terlihat mengangkat papan bertuliskan nama gue.

“Mari, Bu. Saya bantu bawa kopernya.”

Perjalanan dari Hang Nadim ke pusat kota Batam cukup lama, karena letak landasan yang di ujung pulau. Sekitar satu jam perjalanan gue habiskan untuk tidur. Hal itu karena selama di pesawat tadi gue hanya memejamkan mata tanpa pernah dapat tidur dengan tenang selama terbang.

Pak Agus, nama supir yang membawa gue dari bandara tadi membangunkan dengan suara cukup keras, sampai gue terkaget. “Maaf, Bu. Sudah sampai.”

Gue mengucek mata dan melihat ke sekeliling. Waktu di jam yang melingkar di tangan kiri gue menunjukkan pukul 9 malam. Pantas sudah sepi, gue membatin. Padahal gue menginap di salah satu hotel berbintang 5 di kawasan Nagoya, tengah kota Batam. Sudah kebiasaan di Batam, toko-toko mulai tutup jam 9 malam bergantian dengan gedung-gedung yang baru buka untuk menawarkan hiburan malam.

Setelah mengucapkan terima kasih sambil menyelipkan uang tips kepada Pak Agus, gue meninggalkan Van putih yang membawa gue tadi dan menuju resepsionis hotel. Gue menyempatkan memeriksa kembali ponsel disaat mengurus reservasi di tempat bermalam gue. Tak juga ada balasan dari Dung-dung. Sedikit kecewa harus gue telan, iyuuuh pahit 😐

***

Satu pesan diterima. Nama pria yang ditunggu-tunggu itu akhirnya menghiasi ponsel dan membuat pemiliknya, gue, memikik senang.

Maaf ya baru sempat kirim pesan. How’s Batam?

Dengan cepat jempol gue mengetikkan beberapa kata balasan untuknya. Betapa enggak, sejak semalam memang hanya kabar dari Dung-dung yang gue nantikan.

Gak apa-apa, gue ngerti kok. Batam seperti biasa, panas :p

Ponsel gue kembali bergetar akibat pesan yang masuk. Gue memang selalu memastikan semua alat komunikasi dalam keadaan vibrate only jika sedang bekerja.

Lo udah mulai sibuk? Gue ganggu ya?

Biasanya kalau kami berdua sudah saling berbalas pesan bisa seharian. Selain seharian texting, kebiasaan rutin kami adalah berjam-jam telepon di tengah malam. Dung-dung adalah pendengar yang baik. Ia mampu merekam setiap detil perkataan gue itu di memorinya. Itu mengapa semakin hari gue semakin mengagumi Dung-dung. Perasaan kagum yang mungkin lama kelamaan bertransformasi menjadi perasaan sayang.

Sebenarnya proses kedekatan kami berdua cukup singkat. Sejak berkenalan dua bulan yang lalu, kami seakan merasa cocok satu sama lain dan mudah saja untuk akrab.

Call you this night, promise. Lo jaga kesehatan di sana ya, Mimi.

***

Thank God It’s Friday! pekik gue dalam hati. Akhirnya setelah menghabiskan waktu lima hari di Batam, datang juga hari santai sedunia. Karena kesokan harinya sudah kembali ke Jakarta, maka hari ini gue dan rekan setim bekerja hanya separuh hari saja. Setelah waktu ibadah sholat Jumat sampai sore, klien akan membawa gue dan teman-teman jalan-jalan di kota yang jaraknya dengan Singapore hanya satu jam perjalanan laut.

Meski bukan pertama kalinya ke Batam, bahkan sudah lebih dari 5 kali gue dinas ke kota ini, gue sama sekali belum pernah mengunjungi jembatan yang terkenal di sana. Barelang namanya.

Jembatan yang juga dikenal masyarakat Batam dengan sebutan jembatan Fisabilillah ini adalah salah satu dari 6 jembatan yang ada di Batam. Barelang adalah singkatan dari Batam – Rempang – Galang, pulau yang dihubungkan oleh jembatan ke kota Batam. Dibanding 5 lainnya, Barelang yang terbesar sehingga dijadikan salah satu alternatif tempat wisata di Batam.

Jembatan Barelang
Jembatan Barelang

Kata orang, belum ke Batam kalau belum ke Barelang. Oleh karenanya, Jumat siang setelah pull out (auditor pasti familiar dengan istilah ini) gue dan teman-teman bertekad untuk menyempatkan diri ke sana. Di dekat jembatan itu juga ada sebuah restoran terkenal yang bernama Barelang Seafood Restaurant. Di resto itu menyajikan makanan khas Timur Tengah! Ya namanya juga seafood, menyajikan seafood pastinya. Katanya sih enak banget! Membuat gue dan teman-teman jadi kepingin banget nyobain.

Dan ternyata bukan enak banget tapi enak parah! Gue yang makannya enggak terlalu rakus jadi mendadak rakus banget. Piring gue sampai bersih tak bersisa. Makanan yang cuma ada di Batam itu namanya Gong-gong, sejenis keong tapi bersih, duh itu gue suka banget! Sayang jaman dulu enggak musim foto-lalu-masukin-instagram sebelum foto. Jadi gue enggak tahan melahapnya tanpa sebelumnya mengabadikannya 😐

Taraa
Taraa

Setelah perut kenyang dan hati senang, hampir waktu Magrib kami kembali ke Nagoya. Selama di perjalanan kembali pun gue habiskan sambil berbincang dengan teman-teman dan tak lupa menyempatkan diri untuk mengirimkan pesan kepada Dung-Dung.

Besok sore gue pulang. Kita bisa ketemu?

Kenapa enggak dari pagi pulangnya? Liat besok ya Mimi. Tapi kalau gak bisa jemput, lo gak marah kan?

Apa hak gue marah? Besok siang mau belanja dulu, sudah sampai Batam rugi gak belanja parfum. Lo mau oleh-oleh apa?

Gak usah, jangan repot-repot. Takutnya gak sempet ambil. Lo tahulah kenapa.

Iya gue ngerti. Gak apa-apa kok 🙂

Sebenarnya, gue enggak pernah dapat mengerti. Pun tak juga merasa baik-baik saja. Senyum tak sedang tersungging di bibir. Gue sangat khawatir akan hati gue, yang mulai dikuasai oleh keinginan memiliki Dung-Dung.

***

Sudah puluhan kali gue membuka dompet ponsel, memeriksa layar alat tersebut, dan berakhir dengan memasukkannya kembali ke asalnya. Pikiran gue campur aduk, antara senang karena sedang dalam perjalanan pulang dan resah. Sejak fajar sampai senja, belum juga menerima kabar dari Dung-Dung. Tadi pagi pria itu tak menjawab pesan gue.

Gue mencoba membuat diri gue rileks sambil mengobrol dengan rekan-rekan, yang juga kembali ke Jakarta Sabtu sore ini. Sudahlah, tetap tersenyum saja because we’re gonna back home, ladies!

My Ladies
My Ladies

Kebetulan rekan-rekan setim gue itu perempuan semua. Jadi sebenarnya enggak ada alasan tak terhibur di dalam kendaraan yang mengantar kami kembali ke Hang Nadim. Celotehan gosip memecahkan suasana sore itu yang sesekali dihiasi dengan tawa. Gue juga mencoba tertawa akan lelucon yang dilemparkan oleh teman gue, Dila. It didn’t work.

Dengan frustasi, gue menatap ke luar jendela. Astaga, sungguh indah warna yang menghiasi langit senja. Batin gue mengucap kagum. Warna antara merah dan kuning, seperti warna jingga yang tergores di langit Batam sore ini. Sang mentari sore yang membuat suhu udara sampai menyentuh angka 34 derajat, sepertinya masih enggan pamit. Terakhir gue menatap langit Batam itu kemarin, dan masih biru. Sore ini, warna jingga indah lukisan Tuhan itu gue abadikan.

Dung-Dung harus melihat ini. Ah, lagi-lagi Dung-Dung. Sedetikpun pria itu tak pernah meninggalkan pikirannya.

Tiba-tiba saja, sebuah ide menyerbu pikiran gue yang mengawang pada langit jingga yang sedang gue nikmati dengan pilu. Sampai di Jakarta malam nanti, gue akan memberitahu Dung-Dung akan isi hati gue.

Gue membuka menu memo di ponsel dan mengetikkan tulisan yang nantinya akan gue email kepada pria itu.

Dung-Dung,

Entah keberanian apa yang merasukiku menulis ini untukmu. Tapi kamu perlu tahu, saat menuliskannya aku sedang dikelilingi langit senja Batam yang berwarna jingga. Cantik sekali. Aku tadi sempat mengabadikannya, fotonya aku lampirkan juga agar kamu bisa melihatnya.

Kamu juga perlu tahu apa yang aku rasakan dan terlampiaskan melalui tulisan ini.

Sebelum kamu hadir di hidupku, tak ada yang spesial di antara jam 9 pagi sampai jam 5 sore waktu bekerjaku. Setiap harinya terasa sama. Aku bekerja dan bekerja.

Lalu sesuatu memecah fokusku. Di antara 9-5-ku itu sekarang terselip percakapan denganmu. Cerita dan canda yang menjadi kudapan mengisi kelaparan hatiku.

Dan kamu, satu-satunya pria yang mau mengangkat teleponku saat jutaan mata terlelap di muka bumi ini. Aku tahu kamu mengantuk, aku bisa mendengar suara menguap yang tertahan. Tapi kamu tetap bertahan.

Pertemuan kita yang baru hitungan jari itu, membuatku selalu diremukkan oleh rindu. Saat kita bersama, aku hanya menatapmu. Berharap aku mampu mengatakan aku menyayangimu, dengan mataku.

Iya, kamu perlu tahu kata-kata yang tak kusanggup mengatakannya..

Gue menghembuskan nafas dengan lega ketika mengetik tombol save. Tulisan isi hati gue, tersimpan aman di telepon genggam gue.

***

Tepat satu jam gue beserta rombongan tiba di Hang Nadim. Koper gue bertambah berat akibat oleh-oleh di dalamnya. Setelah selesai check in, ketika menuju ruang boarding, nada dering pendek terdengar dari ponsel yang gue genggam.

Akhirnya, Dung-Dung mengirim pesan juga!

***

Langit jingga yang sama terhampar luas di hadapan gue saat ini. Kali ini gue menatapnya bukan dari mobil, tapi dari dalam pesawat yang baru saja 30 menit take off membawa gue pulang.

fotografer.net
fotografer.net

Mata gue mungkin sudah berwarna sama dengan langit di atas awan ini. Jingga. Akibat air mata yang akhirnya mengalir, setelah tertahan pada saat pesan dari Dung-Dung gue baca.

Maaf baru memberi kabar. Gue bertengkar lagi dengan Rini. Tak sampai hati untuk menyakitinya, akhirnya gue melamarnya, Mimi. Maafin gue ya.

Pandangan gue beralih lagi dari layar ponsel ke jendela pesawat. Warna jingga pada cahaya terpecahkan oleh bayang Dung-Dung yang muncul tiba-tiba. Senyum pria itu tak lagi menentramkan, namun kini membuat gue gundah. Pedih akan kenangan bersamanya yang satu persatu muncul dari balik senja itu.

Ketika kami bertemu dua bulan yang lalu, Dung-Dung sedang masa break dengan kekasihnya yang sudah dipacari hampir 10 tahun. Mungkin ia sedang jenuh, lalu hadirlah sosok gue yang mengisi harinya. Gue sadar, gue mungkin hanya dijadikan tempat singgah sementara. Akal sehat gue mengingatkan agar hati gue tak boleh jatuh pada pria itu. Namun perasaan sayang tak dapat terbantah lagi

Diam-diam, gue berharap Dung-Dung akhirnya akan meninggalkan kekasihnya. Lalu menyandarkan pilihan hatinya pada gue. Itu mengapa, sore tadi di perjalanan itu, akhirnya ada keberanian besar di diri gue untuk jujur pada Dung-Dung hari ini. Ya, hari ini juga. Gue bahkan menuliskan kata-kata yang akan gue ucapkan. But now it’s too far.

Gue mengalihkan menu pesan masuk ke menu memo pada ponsel. Mata gue tertuju pada daftar teratas memo itu, tulisan yang gue buat untuk dikirimkan pada Dung-Dung. Namun sekarang tak ada gunanya lagi.

Do you want to delete notes?

Yes.

Tulisan itu pun terbuang, seperti perasaan gue yang belum sempat tersampaikan. Meski begitu, gue yakin dia sudah mengetahui isi hati gue. Itu mengapa dia menyampaikan maaf di pesan terakhirnya. Satu hal yang gue sesali, lalu membuat batin ini merintih,

Seharusnya aku memberitahumu kemarin, saat langit masih biru.

Joey McIntyre Was Outside The Window!

Joey McIntyre Was Outside The Window!

Ada yang bilang di dunia ini ada 7 orang dengan wajah yang memiliki kemiripan. Tujuh orang tersebut tidak memiliki hubungan darah dan tersebar ke berbagai sudut di ruang bumi ini. Dan yang aku temui ketika berada di dalam Atomium, Brussels, Belgia, adalah seorang pria yang sangat mirip dengan Joey McIntyre, penyanyi yang juga salah satu personil New Kids On The Block. Dua orang yang mirip, yang satu artis dengan kekayaan melimpah. Sedangkan satu lainnya sedang bergelantungan dari ketinggian 100 meter di luar jendela, karena profesinya sebagai cleaning service. Sadar akan para pengunjung wanita yang terpesona pada ketampanannya, ia pun dengan ramah menebarkan senyumannya.

Foto ini diikutsertakan dalam #TurnamenFotoPejalan 7: Hello human! (http://windy-ariestanty.tumblr.com/post/35701697368/turnamen-foto-perjalanan-ronde-7-hello-human)

I am sterdam

I am sterdam

I am sterdam

Sebuah brand milik kota dan penduduk Amsterdam. Tak ada makna lebih selain ekspresi yang mengungkapkan: “Saya orang Amsterdam dan saya bangga!”

I am sterdam cukup berhasil meningkatkan kebanggaan pada tiap insan di kota ini. Terlihat dari tulisan yang terletak di depan Rijks Museum ini, selalu dipadati pengunjung untuk berfoto sambil berteriak dengan bangga, “Yes, I am sterdam.”

Tak hanya penduduk lokal, para turis pun menjadikan tempat ini wajib untuk dikunjungi jika ke Amsterdam. Belum ke Amsterdam namanya, jika tidak berfoto di I am sterdam.

Dan sambil melompat ke udara, aku pun bangga mengatakan, ” I am (in) sterdam.”

I am (in) sterdam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto ini juga dipersembahkan untuk mengikuti Turnamen Foto Perjalanan – Ronde 6: Kota -> http://www.mainmakan.com/?p=1416

 

The Hopeless Romantic Traveler: These Boots are Made For Walking

Udah sebulan ini tiap gue nge-mall selalu nyari-nyari sepatu boots. Dari satu mall ke mall lain, tak kunjung ketemu. Ya gimana mau nemu, wong gue nyari boots kulit yang bagus, kuat, tapi murah!!!

Tapi kata akang mas Jason Mraz juga jangan nyerah, So I won’t give up!

But… my kondisi keuangan sudah give up!

Harganya di atas sejuta semua. Udah gitu rata-rata kok, boots-nya berhak. Ketaker banget boots di Indonesia emang di-design buat ngeceng -___-“.

I need a real pair of boots! The boots which are made for walking in…Europe!

Yes, this hopeless romantic traveler is going to Europe.

*joged-joged*

Alhamdulillah, enggak ada habisnya gue bersyukur karena salah satu mimpi gue untuk bisa menginjak Eropa akan terwujud dalam waktu dekat. Karena gue ngebet banget ke Paris.

Lantas, masih ada hubungannya sama traveling gue ke Dubai tahun lalu kah?

Waktu ke Dubai itu kan pas banget gue lagi patah hati, so gue ke sana untuk lempar koper kenangan di atas Burj Khalifa. Kali ini, di Menara Eiffle gue dengan koper yang baru akan mengisinya lagi dengan cinta yang baru. Aeeh…

Going to Eiffel, is my dream vacation. I will go to travel, and your heart is my destination. #rhyme

***

Tepatnya 6 Oktober nanti gue akan berangkat ke Belanda selama seminggu, lalu extend cuti seminggu lagi untuk mampir ke Brussels, Jerman, dan Perancis (Aaamiin). Tepat sebulan sebelumnya,, gue sudah harus mulai nyiapin coat dan boots!

Hehehe dasar cewek. Enggak ding, nomor satu ya Visa. Karena gue harus masuk ke negara-negara Eropa dengan Visa Schengen.

Apa itu VISA SCHENGEN?

Yaitu Visa yang dibutuhkan untuk memasuki negara-negara yang termasuk dalam wilayah Schengen. Mencakup sebagian besar negara-negara anggota Uni Eropa, yaitu:

Austria, Belgia, Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Islandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luxemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugis, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan salah satu yang terakhir bergabung Swiss.

Dengan satu Visa ini kita bisa masuk ke beberapa negara yang diinginkan tanpa perlu repot mengajukan Visa ke kedutaan bersangkutan secara terpisah. Nah, Visa Schengen ini bisa didapat di Kedutaan Belanda.

Dokumen yang dibutuhkan:

  1. Passport asli
  2. Pass foto 3.5 x 4.5 zoom 70%, latar putih, terlihat kuping, dan enggak senyum. Foto ini penting, petugasnya bisa nyalahin foto dan suruh kita foto ulang…di jasa pass foto yang ada di situ. Biaya 50rb, dapet 4 lembar, dan hasilnya jelek! So, bener-bener harus udah siap banget.
  3. Fotokopi Kartu Keluarga dan buku nikah (jika sudah menikah)
  4. Copy tabungan 3 bulan terakhir (minimal saldo untuk seminggu di Eropa adalah sekitar Rp10 Juta)
  5. Rekomendasi pembuatan Visa dari atasan (menyatakan keperluan apa di Eropa)
  6. Bookingan jadwal pesawat
  7. Bookingan hotel (kebetulan gue diurus sama travel kantor gue. Bisa booking di booking.com kok, cari aja yang free cancelation)
  8. Itinerary selama di Eropa

Dokumen-dokumen itu beserta formulir Visa didaftarkan ke Kedutaan Belanda, lalu akan mendapatkan jadwal wawancara.

Gue sendiri baru melewati proses wawancara tanggal 14 September kemarin. Gue datang setengah 8 pagi, baru wawancara jam setengah 10. Dua jam sodara-sodara!

Wawancaranya juga cuma 10 menitan. Ditanya, in english, sama petugasnya yang orang Indonesia (jadi ga perlu takut hehe) tentang keperluan di sana apa bla bla bla. Setelah itu setor fee pembuatan Visa ke petugas yang mewawancarai kita itu sebesar Rp700 Ribu.

CAUTION: JANGAN PERNAH SETOR UANG DALAM AMPLOP.

Nanti kamu dimarahin petugas, mereka tidak terima amplop. Mereka hanya menerima uang.

Jam 1 siang Visa gue jadi, kalau enggak bisa ambil sendiri bisa diwakili dengan surat kuasa. Ini nih hasilnya…….Fiuh.

Visa
Visa

Lega.

Karena yang ribet emang urus Visa dan once approved, semua pintu jadi kebuka. Booking-an hotel dan pesawat bisa di-issued, dan…

Saatnya membeli coat dan sepatu boots!

Lalalalala yeyeyeye.

Setelah cari info sana-sini, banyak yang saranin cari Coat yang cocok dibawa ke Eropa ya di Mangga Dua. Coat-nya beneran Coat, enggak banci, dalam arti ya emang tebal, hangat, melindungi dari angin kencang juga. Udah mau masuk winter pula di sana.

Jadilah Sabtu tanggal 15 kemarin gue ke sana, dianter sahabat gue yang baik hati Ibu Oppie dan keluarganya hehe. Toko khusus menjual Coat dan aksesoris musim dingin lainnya itu terletak di ITC Mangga Dua lt 4 Blok D no 16.

Gue pikir disitu paling mahal 500-an, ternyata 500 aja enggak dapet! OMG. Mahal pisan deh. Tapi emang bagus sih. Gue disarankan beli yang bahan parasut karena di sana lagi banyak angin. Bahan dalamnya untuk hangat beli yang bulu angsa. Selain fungsi, coatnya harus biasa buat gaya juga dong. Akhirnya setelah ngoprak-ngaprik toko, pilihan gue jatuh pada sebuah coat coklat keemasan. Harganya 800-an, merk si Zara. Kalau cek ke Zara-nya sih Rp 2 Juta-an. Bisa dapet hampir 1/3-nya udah lumayan banget sih ya, meski masih mahal banget buat gue. Yasudahlah, anggap aja aset kan, tiap tahunnya tinggal didepresiasi deh. Sumpah gue anak akun sejati! Ngeahahaha.

Beli satu yang bagus dan awet, so tiap tahun ke luar ga usah beli lagi. (Gue sendiri ga yakin untuk enggak beli lagi *straight face*)

Prinsip itu juga yang harus gue terapkan untuk sepatu boots. Gue harus beli yang kuat, dua minggu di sana bakalan banyak jalan. Jangan sampai sol copot karena enggak kuat deh. Trus gue juga enggak mau yang berhak, bisa patah kecapean kakinya.

Tapi yang ceper juga ga menarik, akhirnya gue dapet yang model wedges! Harganya pun enggak sejutaan, tapi setengahnya. Kulit pula! Seneng deh dapet yang kuat sekaligus bisa buat gaya. Hidup gaya!

My perintilan for Europe walking

Hopefully sepatu boots ini yang akan menemani gue selama 2 minggu di Eropa nanti.

Travel is walking all over your sadness and galauness with a pair of shoes. When ordinary shoes are not strong enough to make you stand up, try boots!

🙂

These boots are made for walking, and that’s just what they’ll do.
One of these days these boots are gonna walk all over you.  – Nancy Sinatra

— to be continued —

Travel is…

Travel is...Travel is figuring out that you are braver than before.

Travel is wondering there’s a world outside every darkened door.

Travel is falling a sleep on a bus and letting the bus driver take you anywhere until the last stop.

Travel is waking up earlier then you use to be and getting ready for today’s adventure.

Travel is enjoying sunset somewhere far away from home.

Travel is turning your head to the wind.

Travel is living life to the fullest, because life is like a road you travel on.

Travel is falling in love… with God, for any creatures you see along the trip.

Travel is waiting for surprise you may get in every journey.

Travel is planning for the next destination.

Travel is hunting for something you can bring home for the one you care about.

Travel is being somewhere that make you say “wish you were here’.

Travel is forgetting that you are on diet.

Travel is sharing your experience because you never have any story to tell if you have been nowhere.

Travel is guessing, perhaps that someone across the street is your soul mate.

Travel is either making you love your someone more or less, depends on your traveling purpose.

Travel is being awake, you never really sleep because you can’t wait until tomorrow comes and gives another experience.

Travel is taking a break from your busy hours that make you go insane.

Travel is sometimes sleeping on an inconvenience bed but feeling extremely satisfied.

Travel is wearing your old favorite shoes but every steps count a great adventure.

Travel is tasting the specialty of somewhere and when you come home you will suggest “you have to try the food”.

Travel is managing your time, you mess one day itinerary then you should rearrange for whole week.

Travel is being sexy without trying hard to be, in your own way.

Travel is knowing the things you never knew before.

Travel is going the distance to make a room for a while

Travel is seeing the world and meeting different races.

Travel is discovering that there is some act of kindness you never thought it existed before.

Travel is creating one simple conversation that could lead to a lifelong friendship.

Travel is being somewhere that you can always proudly say “been there” later on.

Travel is bringing the same bag for a week with difference experience everyday.

Travel is capturing moments you never want to forget, everytime you see the picture you will smile and say “I miss that moment”.

Travel is also learning how to communicate and deal with a completely stranger.

Travel is remembering one day when you’re old that you were once young, wild, free, and cool.

Travel is knowing that you may deserve something better.

Travel is feeling lucky for having a chance to see great places that some people may not have one.

Travel is getting something new that surprisingly surprised!

Travel is listening to one song in your iPod that will remind you of that one gloomy night somewhere.

Travel is figuring out, who is the one who did not miss you and the one who missed you the most

Travel is finding some place you’ve never been before but it just reminds you of that someone special.

Travel is realizing that there is still the one thing missing no matter how far you go.

Travel is wondering there’s a world outside every darkened door.

Travel is making new friends.

Travel is getting away for a while from your problem.

Travel is throwing your sorrow and counting your blessings.

The Hopeless Romantic Traveler – Jangan Jatuh Di Bromo

Jangan Jatuh Di Bromo

Kisah sebelumnya: Patah hati membuat gue memanfaatkan dinas kantor ke Dubai sebagai pelarian untuk move on. Meski selama perjalanan terasa berat karena selalu teringat kenangan masa lalu, di Dubai gue banyak belajar yang membuka mata gue bahwa hidup terus berjalan. Tutup yang lama dan segera mulai lembaran baru.

***

Lembaran baru segera gue buka sekembalinya dari Dubai. Meski belum 100% move on tapi gue mencoba untuk menikmati prosesnya. Perlahan tapi pasti gue mulai kembali ceria dan optimis dengan masa depan indah yang siap menyambut. Amiin.

Tapi terkadang beberapa orang masih salah mengartikan move on. Gue dibilang belum move on karena masih berteman dengan mantan dan belum juga menemukan pengganti. Emang gue peduli? Move on beda dengan move in. Gue sudah move on, yang belum kan tinggal move in aja. Daripada sudah move in tapi ternyata sebenarnya belum bisa move on? (Sumpah ini bukan sindiran).

“Lo sih terlalu milih, Mi.” seorang teman berkata pada gue lewat BBM suatu waktu.

“Bukan, salah banget. Gue bukan milih-milih, tapi lebih hati-hati aja.” balas gue.

Pengalaman menyakitkan di masa lalu jadi alasan otak gue memberikan peringatan keras pada hati. Hati-hati lah hati. Jangan salah jatuh lagi. Mungkin gue juga belum siap jatuh cinta lagi karena ngga mau kembali terluka. Jadi, gue pilih bersenang-senang menikmati hidup sampai hati gue benar-benar pulih. Tentunya juga, sambil terus berdoa agar jangan dibiarkan jatuh cinta kepada yang bukan Jodoh gue. Capek ah pacaran terus putus. Gue mau nikah, serius! (Hey It’s Rhyme).

Selang beberapa bulan setelah pulang dari Dubai, gue sempat beberapa kali dinas ke luar kota. Tapi padatnya pekerjaan ngga bikin gue sempat menikmati holi-work-day. Akhir tahun 2011 gue dinas di Bali tapi sama sekali ngga menikmati Bali. Pergantian tahun pun gue lewati di tempat tidur. Bobok pulas.

Si hopeless romantic ini kangen traveling lagi!

Tapi traveling berikutnya harus beda dong. Bukan untuk move on lagi, tapi..eh lucu juga kali ya kalau ketemu p-a-t-j-a-r pas lagi traveling. Kayak kisah si Dendi dan Riani (Spoiler)*.

Travel is guessing, perhaps that someone across the street is your soul mate. – @myaharyono

Well, perhaps loh. Siapa tau kan?

Tapi gue ngga ngarep muluk-muluk sih. At least, ketemu teman baru aja sudah cukup kok. Dan gue menemukannya waktu Dinas di Bali akhir tahun lalu itu.

Sebut saja dia si Rendang, panggilan akrab gue untuknya yang sangat menyukai makanan berlemak tinggi khas Padang itu.

Travel is creating one simple conversation that could lead to a lifetime friendship. – @myaharyono

Percakapan di Bali itu kalau gue ingat-ngat lagi sangat-sangat ngga penting ya. Si rendang ini awalnya cuma mamer-mamer Iphone miliknya yang lebih bagus dari punya gue. Sial. Lalu percakapan ngga penting itu berlanjut menjadi kicauan ngga jelas di Twitter. Karena dia bekerja di kota yang berbeda dengan gue, ya memang komunikasi kami hanya lewat Twitter dan LINE (aplikasi chatting di Iphone). Punya hobi dan zodiak yang sama mungkin membuat kami cocok berteman. Sangat menyenangkan rasanya punya teman ngobrol ngalur ngidul lagi setelah terakhir kali sama…ah sudahlah.

Tempat favorit kami berdua untuk ngobrol-ngobrol adalah di Starbucks dekat kantor gue. Beberapa kali kami bertemu kalau dia sedang dinas di Jakarta. Suatu ketika, gue memperkenalkannya pada sang masa lalu gue itu. Sejak itu si rendang resmi menjadi tempat gue berkeluh kesah. Kepadanya gue akhirnya bisa menceritakan semua kisah pribadi gue. Tampaknya, persahabatan gue dan si rendang setingkat lebih maju.

Gue punya banyak teman untuk tempat curhat, tapi beda aja rasanya curhat ke someone new. Dia yang baru mengenal gue malah memandang masalah gue dengan fair dan ngga nge-judge. Dia biarkan gue bercerita dulu sampai tuntas, lalu terkekeh.

“Ish kok malah ketawa sih rendang!” umpat gue yang kesal karena tertawa di tengah kesedihan gue yang sedang bercerita.

“Gue males ngasih masukan, percuma lo ngga akan denger juga. Ada 2 orang yang ngga bisa dikasih saran. Pertama lagi jatuh cinta. Kedua sedang patah hati tapi masih ngarep. Hahaha.” tawanya lepas seolah kisah gue itu lucu banget.

Gue cuma bisa merengut.

“Lo juga pasti udah dapet banyak saran dari temen-temen lo kan? Semuanya suru lo lupain dan tinggalin mantan lo kan?” Gue mengangguk setuju dengan perkataannya. “Yaudah, buat apalagi gue komen?” lanjutnya.

“Jadi gue ngga boleh nih cerita-cerita lagi tentang dia? tanya gue.

“Cerita tentang dia gunanya apa? Masih suka berarti kan? haha.” godanya.

“Bukaaaaan. Ish. Ya kalau misal keinget or ketemu dia lagi di kantor kan pengen juga cerita ke seseorang. Temen-temen gue udah bosen pasti denger cerita yang masih berhubungan dengan dia.” semoga pipi gue ngga terlihat merah saat menyangkal ucapannya. Dan si rendang itu tertawa lagi.

“Boleh aja. Kasian amat masa’ dilarang.”

Begitulah awal gue selalu cerita apa saja ke si rendang ini. When I suddenly feel down, karena teringat masa lalu, gue akan mencari si rendang. Gue akan terus bercerita meski responnya hanya ‘haha-hehe’. Dan sungguh, gue bisa ngga sedih lagi dan malah jadi ketawa-ketawa bareng.

Suatu waktu setelah selesai curhat panjang padanya gue mengucapkan rasa terima kasih untuknya karena mau waktunya terbuang dengerin keluhan gue. Dia hanya berkata “Yang penting, ngga galau lagi kan?”

Ucapannya menyadarkan gue, ah betapa baiknya orang-orang di sekitar gue yang ingin melihat gue ngga sedih lagi. Dan gue ngga boleh mengecewakan mereka dengan menunjukkan kesedihan lagi. Menurutnya, gue jadi suka sedih karena membaca status BBM dan tweet si mantan. Setelah membacanya lalu mulai membandingkan dengan ketika masih bersama dulu, tentu saja menyakitkan. Mengetahui dan kemudian mengingat lagi jadi sumber kegelisahan dan penyebab gue kembali sedih.

The less you know, the less you care, and the happier you will be.That is the golden rule, sweety.

“Gue akan delete BBM-nya. Gimana menurut lo?” tanya gue di suatu tengah malam kepada rendang.

“Seharusnya dari dulu malah.” responnya singkat.

Ngga neko-neko, tapi sahabat baru gue itu bisa memotivasi untuk bangkit lagi. Dialah yang membuat gue yakin untuk 100% lepas dari masa lalu. Sempat sedikit ragu di awal, karena sebentar lagi sang mantan akan berulang tahun. Dengan kondisi seperti ini, gue takut galau di hari ultahnya nanti. Karena pasti akan teringat setahun lalu kami masih merayakannya bersama-sama.

“Jangan khawatir, kan pas tanggal dia ultah kita mau ke Bromo. Senang-senang ajalah kita.” hiburnya.

Yes, petualangan si hopeless romantic traveler akan berlanjut di Bromo!

***

Gue dan si rendang kebetulan sama-sama dinas di Surabaya. Kami beserta beberapa teman yang lain merencanakan akan liburan di Bromo. Masa udah ke surabaya ngga ke Bromo. Lalu mulailah si rendang mengatur kepergian kami. Karena gue sedikit manja, gue merengek dulu ke teman-teman lain agar tidak backpacking-an (Please do not ask why). Menggunakan jasa tour sepertinya jadi pilihan tepat kami. Memang mahal sih. Minimal setengah juta per kantong untuk keseluruhan biaya melihat sunrise di Bromo.

Satu jam menjelang tengah malam, sebuah Daihatsu Grand Max sudah menunggu kami di hotel. Mobil tersebut akan membawa kami sampai Malang untuk kemudian bertukar dengan mobil jeep menuju Bromo.

Di tengah perjalanan, tepat pukul 12 malam, muncul reminder ulang tahun sang masa lalu di Iphone gue. Crap! Merusak mood gue aja. Supaya ngga sedih, iseng gue malah mengirimkan ucapan selamat ulang tahun ke Iphone si Rendang. Bunyi notifikasi menandakan ada balasan dari dia berupa siulan, terdengar memecahkan kesunyian di dalam mobil. Sesaat gue merasa ngga enak karena takut menganggu teman-teman lain yang sudah tidur. Lalu gue membaca pesannya. “Masih mau jadi yang pertama ngucapin ke mantan?”

“Ngga kok, malesin.” gue kirimkan balasan singkat kepadanya. Balasan dari dia berikutnya hanya terdengar suara getaran saja karena gue sudah mengaktifkan silent mode. Tapi chatting diam-diam sama si rendang di saat yang lain tidur pulas itu..lucu juga.

“Nanti saja kalau sudah di Bromo. Kirim aja begini: From Bromo, I wish you a happy birthday.” usul si rendang. Gue langsung cepat membalasnya lagi. “Norak ah.”

Rasa kantuk membuat gue ngga berlama-lama memikirkan kalau hari itu adalah hari yang pernah spesial buat gue. Gue ikut tertidur sampai bapak supir membangunkan kami. Pukul dua pagi di Kota Malang. Kami harus bertukar kendaraan. Sebuah mobil jeep sudah menanti kami.

Dua setengah jam perjalanan dilalui untuk sampai ke kawasan Bromo. Mobil jeep kami menghantam pekatnya malam, hanya ditemani cahaya bulan dan bintang yang bertebaran dengan indahnya. Hebat sekali pak supir ini hapal rute perjalanan melintasi gunung dan hutan. Bayangkan saja, salah-salah bisa kesasar! Aduh ada binatang buas ngga ya? Amit-amit!

Di tengah lamunan yang ngawur, tiba-tiba gue dihentakkan oleh udara yang masuk ke dalam mobil. Dinginnya menusuk. Ternyata si rendang membuka kaca jendela untuk melihat indahnya bintang. Dia meminta gue untuk melihatnya juga. Ah, pemandangan gugusan bintang ini jarang-jarang bisa dilihat di kota besar. Tapi gue ngga kuat berlama-lama menikmatinya. Gue meminta rendang juga menutup kaca jendela mobil. Dinginnya gak sante!

Tepat pukul setengah lima pagi, kami sampai di Pananjakan View untuk menyambut sunrise bersama pengunjung lainnya. Semua orang bersiap dengan kamera masing-masing. Gue percayakan SLR merah kesayangan gue pada si rendang untuk memotret pemandangan, yang membuat kami berkali-kali berdecak kagum. Gue cukup dengan Iphone saja. Sesekali gue ambil foto si rendang yang sedang asik mengabadikan moment matahari terbit di Bromo.

Ramai pengunjung menyambut matahari terbit di Bromo.

Travel is falling in love..with God, for any creatures you see along the trip. – @myaharyono

One of God’s best creatures.

Heaven on Earth.

Subhanallah! Indah banget. Seperti lukisan yang dikuas oleh tangan Tuhan sendiri. Gunung-gunung di Bromo tersebut tampak seperti mengambang di antara lautan kabut. Konon, Bromo adalah salah satu gunung dengan pemandangan terbaik di dunia. Ngga heran, pengunjung yang datang juga banyak dari berbagai luar negeri. Jarang-jarang kan ada bule mau ke gunung, biasanya mereka lebih memilih bersantai di pantai.

Heaven is what I feel.

Perjalanan di lanjutkan ke puncak gunung untuk melihat kawah. Pak supir tour menyarankan kami untuk menunggang kuda saja sebelum akhirnya menaiki tangga menuju puncak bukit. Harga sewa kuda untuk bolak-balik mengantar kami naik turun gunung adalah Rp100 ribu. Ya hitung-hitung sambil menolong bapak yang merupakan penduduk asli Tengger tersebut. Dia lah yang mengawal kami dengan berjalan memegangi kuda.

Yihhaaa!

Dan luar biasa capeknya ketika harus menapaki anak tangga menuju puncak gunung. Awalnya gue coba menghitung berapa jumlah anak tangga tersebut tapi lama-lama gue kehilangan konsentrasi.

Satu anak tangga. I do miss him.

Dua anak tangga. I do not miss him.

Tiga anak tangga. Why do i have to think that I miss him or not?

Empat anak tangga. Well who cares if I miss him or not.

Lima anak tangga. I’m tired of missing him.

Gue kecapek-an saat menaiki tangga ke puncak gunung.

Begitu seterusnya hingga beberapa anak tangga terakhir. Gue kehabisan nafas dan menghentikan langkah. Tinggal beberapa anak tangga lagi dan gue akan sampai ke puncak. Lalu gue menengadahkan kepala. Hembusan angin dingin menerpa wajah gue. Sinaran cahaya menyambut mata gue yang menyipit. Ada sesosok siluet tubuh menanti gue di ujung tangga. Tersenyum. Ah, senyum yang mendamaikan hati seketika. Senyum yang sudah lama hilang dan sedang kunanti kembali. Semakin dekat gue lihat sosok itu dengan jelas. Bersamaan dengan itu, telinga gue pun mendengarkan suaranya yang menyemangati gue. “Ayo, sebentar lagi sampai. “ Ternyata sosok itu adalah si rendang.

Dengan keyakinan pasti, gue melanjutkan menaiki anak tangga terakhir.

I’m done thinking of him.

Gue menggapai tangan si rendang agar tidak terjatuh. Lalu dia memastikan gue agar duduk di atas sebuah batu di dekat ujung tangga untuk beristirahat. Gue sudah tergopoh-gopoh saking capeknya. Fakor U nih pasti.

Lalu gue perhatikan keadaan sekitar. Puncak gunung ini seram banget sebenarnya. Ngga ada pembatas dan di bawah gunung yang curam ini langsung kawah. Butuh ekstra hati-hati agar tidak terpeleset dan terjatuh. Yang punya highphobia tidak disarankan mendaki sampai di puncak ini deh.

Gue melihat si rendang berjalan ke ujung jurang untuk memotret kawah. Setelah nafas gue kembali normal lalu gue menyusul ke tempat si rendang berdiri. Sadar gue yang sedang berjalan ‘sradak-sreduk’ ke arahnya dia spontan berteriak agar gue berhati-hati. Wajahnya terlihat khawatir. Mungkin dikiranya gue ada niat untuk lompat ke dalam jurang. Sial.

Ngga ada niatan lompat kok. Sunguh!

Dengan sok berani gue duduk di dekat jurang dan meminta dia mengambil foto gue dengan beberapa gaya. “Gue mau bergaya semacam lompat karena stres ya.” pinta gue lalu dengan kesusahan mencoba berdiri dan hampir terpeleset. Gue pun kena omelan si rendang. Dia cerewet banget meminta gue jangan terlalu ke pinggir. “Hati-hati lo. Awas jatuh!”

Entahlah, tapi seperti ada yang salah dengan peringatannya kali ini. Permintaannya agar tidak terjatuh di Bromo, terdengar seperti… Jangan.  Jatuh. Cinta…kepadanya.

But how can  I not fall for you?

Lalu sederet peristiwa yang terjadi sebulan terakhir berputar-putar di kepala gue. Teringat lagi masa-masa chatting kami malam hari menjelang tidur. Tanggapannya yang cuma terkekeh mendengar curhatan gue. Keisengannya mengirimkan gambar-gambar yang membuat gue mengucap…”ish..” lalu tersenyum. Komentar sinisnya yang mengatakan gue ngga bisa mengemas koper dengan baik. Pujiannya yang mengatakan bahwa dia salut karena gue wanita yang tegar disaat orang lain mungkin mengasihani gue. Dukungannya agar tetap menulis di saat sedih. Pembenarannya kalau menghibur diri dengan berbelanja sesekali itu tidak dilarang. Sikap ogah-ogahannya untuk menemani gue yang ketakutan sendirian, tapi toh dia mau memani gue juga. Sikapnya yang gentle dan memperlakukan gue dengan baik. Mengangkat bawaan gue yang berat ngga peduli tangannya kapalan dan hanya membiarkan gue membawa boarding pass. Menawaran jaketnya untuk menghangatkan gue yang kedinginan di bandara. Satu jam menggalau berduaan di dalam pesawat di atas udara. Dan… teringat juga akan kisahnya dengan wanita itu.

Ya, ada seseorang telah mengisi hatinya.

Alasan yang cukup kuat untuk gue tidak merusak pertemanan kami dengan jatuh cinta padanya. Semua kebaikannya sudah semestinya tidak disalahartikan yang lain.

Kali ini harus lebih berhati-hati. Salah langkah bisa menyebabkan gue terjatuh di Bromo. Resikonya bisa mati masuk jurang. Begitupun dengan hati gue. Syukurlah sejak awal gue sudah diberi peringatan agar tidak jatuh dan terperosok lebih dalam. Jika tak ada wanita lain pun, ada batasan-batasan yang sudah dia tetapkan di awal yang membuat gue dan dia tidak akan berujung pada hubungan lebih dari persahabatan. Masalah prinsipal.

Sekarang yang gue lakukan adalah menikmati kebaikannya dan kedekatan kami sambil tetap menjaga agar tidak jatuh hati padanya. Hati harus seperti kendaraan, dipasang rem yang dipakai untuk mengontrol kapan harus berhenti dan kapan harus terus berjalan.

Mungkin tiga puluh menit di puncak kawasan Bromo ini adalah masa yang akan gue ingat selamanya. Setengah jam dalam masa hidup gue, di mana gue hampir terjatuh di Bromo. Secara harfiah maupun istilah.

Sebelum kami kembali menuruni tangga dan melanjutkan petualangan di pasir berbisik, patung singa, dan padang savanah. Gue memanggil si rendang yang hendak turun mendahului gue. “Eh tunggu, lo jalan di belakang gue aja. Jaga gue ya. Don’t let me fall.” gue memberi penekanan pada kalimat terakhir. Sebuah perintah untuknya.

Dia tersenyum dan mempersilahkan gue melewatinya. Gue terus melangkah turun dengan hati dan kaki yang ringan. Tetapi harus terhenti ketika gue mendengar suaranya yang memanggil. Gue pun segera berbalik badan mengarah padanya yang masih berdiri di atas ujung tangga. Belum sempat gue berucap lalu…

JEPRET. JEPRET. JEPRET.

Thanks for making my day still special without him..

Notes.

* Coming soon: Trave(love)ing, Hati Patah Kaki Melangkah. Sebuah novel oleh Mia, Dendi, Roy, dan Grahita. Doanya ya Kakaaaak….

The Hopeless Romantic Traveler – Getaway to Middle East (Track 3 – End of Trip)

[Previously on The Hopeles Romantic Traveler: Getaway To Middle East, Discover Dubai, catatan perjalanan gue seminggu kemarin di Timur Tengah ]

 

No matter what happens, travel gives you a story to tell – Jewish Proverb

 

26 November 2011. Emirates Lounge. 00.00

 

The Emirates Business Class Lounge

 

Akhirnya sampai juga pada tujuan akhir sebuah perjalanan: pulang.*

 

Beberapa jam lagi gue akan balik ke Indonesia dan seharusnya gue tidur kayak temen gue yang udah pulas di sofa di samping gue. Ah ngga mau, gue mau menikmati 4 jam terakhir gue di Dubai, mengenang kembali apa yang sudah gue lewati dan pelajaran yang gue dapat selama di Middle East ini.

 

Moving Up for Moving On

 

And love, It’s not the easy thing, the only baggage that you can is all that you can’t leave behind- U2

 

I was moving up to the Top of Khalifa with a high speed lift, dari lantai dasar menuju lantai 124 yang hanya memakan waktu 1 menit saja. Sumpah. Gue ngga bohong. Gue nyalain stopwatch untuk test apa benar cuma 1 menit. Jeng-jeng. Semenit tepat. Keren kan.

 

Lebih keren lagi karena gue bisa naik sampai puncak tertinggi itu karena keberuntungan gue yang tiba-tiba dihubungi salah satu klien gue yang ternyata sedang ada dinas di Dubai juga. Dia seorang bule yang sudah lama di Indonesia dan sangat cinta Indonesia, terbukti dengan menikahi perempuan Solo. Well, yang gue maksud itu kota solo ya, bukan solo = single. Yakali ada yang sensi denger kata berbau single kayak solo, sendiri, eka, tunggal (itu gue sih sebenernya :p)

 

Si bule ini punya teman yang tinggal di apartment Burj Khalifa. Dia orang Indonesia yang jadi expat di Dubai yang so pasti gajinya aduhai sampai mampu menyewa apartment seharga 500 juta per tahun. Cerita ini akan jadi a happy ending fairytale kalau misalnya si Mas Expat ini masih muda dan single terus kenalan sama gue di Burj Khalifa, saling jatuh cinta, menikah, dan hidup selamanya bahagia di Dubai (dan gue yakin lo semua pasti ngarep endingnya begini kan waktu baca part 2, hayo jujuuuur, jujuuuur?). Damn right you Katy Perry, my love story is not like the movies, cinematic and dramatic with the perfect ending.

 

Burj Khalifa ngga cuma jadi saksi sejarah shooting Tom Cruise di Mission Imposible: Ghost Protocol tapi juga jadi saksi sejarah proses move on-nya gue (Cih. Sapa gue?). Thanks to si Bule dan Mas Expat yang bisa bawa gue juga ke Balkon dari Burj Khalifa ini. Hanya penghuni gedung ini yang punya akses ke lantai 76 di mana di sinilah terdapat balkon yang luas banget sampai ada kolam renang dan jacuzzi. Dan bayangin aja anginnya gimana dari lantai 76 itu, kenceng banget, kali ini gue mensyukuri punya tubuh (biar kedengaran halus) ngga kurus karena bisa mental kali ketiup angin. Di balkon ini gue bukan menikmati udara malam sambil jacuzzi-an sih ( I wish…) tapi disinilah titik dimana gue merasa, This is it! I have to move on, starting from here.

 

The Balcony of Burj Al Khalifa (76th floor)

Burj Al Khalifa from 76th floor

The Jacuzzi in the Balcony

 

Terus gimana ceritanya proses move on gue itu kakaaak? Wait for it**. Sebelum gue lanjutin cerita Burj Khalifanya gimana kalau gue cerita dulu tentang Safari Desert? (senyum licik)

 

I Heart Desert

 

I think I deserve something beautiful – Elizabeth Gilbert, Eat, Pray, Love

 

Yup, sesuatu yang indah, gurun misalnya 🙂

 

Setelah malam di Khalifa itu gue bangun pagi keesokannya dengan perasaan yang jauh lebih baik. Kenapa? Pilihan jawabannya:

(a) Ketemu Tom Cruise di Burj Khalifa (menurut lo?)

(b) Berhasil ngelupain dia dalam semalam sih (kalau ada yang bisa begini gue rela resign dari kantor gue sekarang terus kerja dan menetap di Dubai, lah itu sih mau lo mi)

(c) Kedua jawaban di atas benar

(d) Kedua jawaban di atas salah

 

Gue excited banget pagi itu karena siangnya gue mau Safari Desert. No matter how sad you are, the world doesnt stop for your grief. Akan selalu ada hal yang bisa buat lu happy qo, bahkan setelah sedih berat sekalipun. Karena lo mo terus sedih atau senang, lo pilih sendiri. “Gue pilih senang dan hari ini akan bersenang-senang di gurun. Yeay!” batin gue saat itu.

 

Kursus gue berakhir hari kamis (karena mulainya minggu, ingat kan) dan hanya setengah hari, sengaja diatur oleh penyelenggara agar peserta punya waktu lebih untuk menikmati Dubai sebelum kembali ke negara masing-masing. Tiket sendiri sudah kami pesan beberapa hari sebelumnya jadi kami hanya menunggu dijemput oleh supir yang akan membawa kami ke gurun.

 

Kendaraan yang datang jemput kami sebuah jeep, sudah ada satu peserta tour disitu, orang Afganistan. Iya, negaranya Osamma Bin Laden, Masya Allah, dalam hati gue sempet waswas gitu, duh, jangan-jangan anggota jaringan Al Khaida yang lagi misi bom bunuh diri di tengah gurun nanti. Oh please gue emang udah suka banget sama Dubai tapi ya ngga mau juga mati disini, apa lagi jadi korban teroris. Amit-amit.

 

Untungnya itu cuma pikiran si devil side of me aja, bapak asal Afganistan ini hanya penduduk biasa qo. Dia akhirnya banyak bercerita tentang kondisi mencekam di negaranya, yang ngga penting juga ya gue ceritain di sini.

 

Dari hotel kami kemudian masih menjemput 2 orang lagi. Ternyata suami istri dan dari jauh aja gue udah bisa nebak mereka orang melayu juga. Benar, ibu dan bapak peserta tour safari desert bersama kami ini asal Singapura. Baguslah jadi di perjalanan kami ngga melulu harus make bahasa inggris. Setelah 5 peserta lengkap, supir kami, Musa, asal India segera membawa kami menuju gurun.

 

Gurun yang kami tuju sekitar satu jam perjalanan dari Dubai, saat itu sudah sekitar jam 4 sore. Jeep kami berkumpul di meeting point, masih pinggirannya gurun, sebelum aksi dune dashing (semacam off road) dimulai. Ada sekitar 10 jeep yang siap berkonvoi untuk off road menuju kemah di tengah gurun. Di kemah itu akan ada berbagai atraksi, naik onta, ski gurun, barbeque party, dan pertunjukan tarian tradisional sufi dan belly dancing.

 

Sun Set on the Desert

 

Gurun pasir buat gue eksotis dan indah. Menikmati matahari tenggelam di gurun suatu pengalaman ngga terlupakan banget, apalagi naik onta, saking nagihnya gue dua kali naik hehe. Minum yakult aja gue dua ya masa naik onta ngga dua juga (anjiiiis gue garing abis).

 

“Are you ready for massage ladies and gentlement?” Tanya Musa sebelum aksi dune dashing dimulai. Heh, ngga salah denger kan gue, qo pijat. Ternyata, aksi off road di gurun ini super dahsyat. Ngeri banget sebenarnya, gimana kalau mobilnya keguling, astaga, mobil sampai miring banget ke kanan, miring ke kiri, badan jadi ketarik-tarik sama seatbelt, makanya istilah Musa itu dune dashing ya serasa dipijat karena badan ketarik-tarik. Pijat pala lo Musa!

 

The Dune Dashing

 

Malam hari di kemah para peserta safari desert berkumpul bersama untuk menikmati tarian sambil barbeque party. Well mereka semua ini lah teman-teman gue saat di gurun, berpesta bersama, melupakan kesulitan hidup sejenak. Gue jadi ingat adegan di STC 2 ketika Carrie and the gank bersenang-senang di gurun, ah betapa hepinya yang dulu gue pikir party di gurun cuma bisa gue tonton di film, akhirnya bisa ngerasain sendiri. Lucky bitch!

 

Riding a Camel

The Belly Dancing Show

The Sufi Dancing Show

 

No matter who broke your heart, or how long it takes to heal, you’ll never get through it without your friends.- Carrie Bradshaw***

 

Take a picture with Abaya for 10 AED

 

Di gurun ini selain bisa foto menggunakan baju tradisional Abaya (pastinya gue foto dong), kita bisa juga make henna (seni lukis di kulit). Sama aja kayak pacar Arab tapi di kulit gitu, ya anggap aja tato ngga permanen. Kenapa gue semangat banget pengen make henna di kaki kanan gue, karena gue pingin nutupin luka di kaki gue.

 

Henna Painting

 

Gue dan dia memang ngga pernah pergi travel bersama, satu-satunya adventure gue sama dia adalah riding a motorcycle around the city. Wansn’t it romantic? Apalagi banyak banget kejadian lucu selama dibonceng dia, mulai ditilang polisi sampai ban bocor. Bahkan pernah ban bocor dua kali (itu karena tambal ban yang pertama ngga bener woi bukan karena keberatan gue!! )

 

Pernah dia mengajak gue ke Pasar Gembrong, kata dia pusat jual mainan besar di Jakarta, bagi gue, astaga antah berantah banget, jauhnya minta ampun mau beli mainan helikopter aja. Dan harganya hampir sama dengan harga sepatu gue, ngga habis pikir deh sama cowo, boys will be boys, they love toys.

 

Di pasar yang ramai dan banyak motor parkir sembarangan itu, ketika helikopter sedang dicoba abangnya, karena harus mundur menghindari helikopter terbang, kaki gue menyentuh knalpot motor. Awch! Sakitnya ngga sante. Panas. Dan lukanya masih ada dan divonis dokter akan berberkas seumur hidup meski selalu rajin dioles salep. Ah cinta ternyata ngga cuma meninggalkan luka di hati tapi juga di kaki (tsaaaah….). Di hati mungkin bisa hilang, tapi yang di kaki gue seumur hidup!

 

Paling ngga dengan adanya henna di kaki gue ini yang bisa bertahan dua minggu ke depan bisa nutupin luka yang selalu bikin keinget dia tiap kali gue liat.

 

In desert we can experience a sand ski, or even a sand golf . Going with you around the city, is like having a whole time trip of love. #rhyme

 

Shopping for Love

 

“Honey, Which one do you prefer to spend your money on? Traveling or shopping?”

“I prefer shopping while traveling (*wink*)”

 

Berburu oleh-oleh itu salah satu best part dari traveling. Gue paling suka mencari sesuatu yang unik-unik untuk gue bawa pulang, beli buat sendiri, keluarga, teman-teman, dan orang yang gue sayang. Di Dubai untuk cari souvenir oleh-oleh yang murah bisa di Deira Old Souk, pasar tradisional di dekat Al Ghubaibah Water Transport Station. Atau bisa juga di Souk Madinat Jumeira. Mall yang berisi toko-toko kecil yang menjajakan berbagai barang, dari pernak-pernik, baju, kain, perhiasan, dan lain-lain. Di Mall ini juga ada food hall dengan pemandangan Burj Al Arab. Kalau menjelang magrib gitu indah banget.

 

Deira Old Souk

Souk Madinat Jumeira

Inside Jumeira

The Burj Al Arab from Souk Jumeira

Duty Free of Dubai

 

Di Airport juga bisa belanja di Duty Free, tapi menurut gue sih so far, Duty Free di Singapore masih yang terbaik. Harga parfum yang gue denger murah di Dubai, ternyata hanya issue belaka. Huh.

 

Biasanya di setiap perjalanan gue, gue selalu excited nyari barang untuk dia. Always on top of my list. Dan betapa anehnya bagi gue barang yang dia mau pun tetep aja gue jabanin untuk nyari, meski kaki sampe sakit, gue ngga peduli.

 

Setahun yang lalu di Hongkong, gue beli kaos bertuliskan ‘Someone who loves me very much went to Hongkong and bought this for me’. Dan di Dubai gue kembali menemukan kaos yang sama, hanya diganti kotanya saja. Sempat berkecamuk saat itu, should I buy this for him? Sedih, semua gue beliin oleh-oleh kecuali dia. Atau gue tetap beli terus dititipin? Buat apa? Hfffft.

 

Dari semua oleh-oleh yang pernah gue kasih, yang paling berkesan adalah waktu gue ke Singapore (dari Hongkong tahun lalu gue lanjut ke Singapore), di USS gue beli replika piala Oscar bertuliskan ‘Sweetheart Award’. Gue ingat malam di saat gue kasih itu piala di kamar kos gue.

 

“Wiiih, seumur hidup belum pernah dapet piala, makasih ya mi”

“Dipajang ya :)”

“Eh, dengerin ini lagu deh”. Lalu dia memutarkan lagu lewat HP jadulnya (saat itu belum punya blackberry, maklum hehe).

 

 

Feel your breath on my shoulder

And I know we couldn’t get any closer

I don’t wanna act tough, I just wanna fall in love

As we move into the night I get crazy

Thinking how it’s gonna be with you baby

I don’t wanna play rough I’ve been loving you enough. Oh, baby

 

I wanna take forever tonight

Wanna stay in this moment forever

I’m gonna give you all the love that I’ve got

I wanna take forever tonight

Fill you up, fill you up with love

When we close the door all I need is in your eyes

I wanna take forever tonight

 

Bisa ketebak selanjutnya adegan apa? Cuci piring sodara-sodara, habis makan malam soalnya :p.

 

Dan betapa itu lagu punya efek yang mendalam buat gue. Pernah ngga di antara lo semua yang punya kenangan manis sekaligus pahit dalam lagu yang sama? Gue ngalamin di lagu Forever Tonight-nya Peter Cetera ini.

 

Setahun lebih setelah malam romantis itu, di malam gue memutuskan untuk meninggalkannya, perpisahan kami diiringi lagu yang sama. What a kebetulan, live music di Planet Hollywood saat itu menyanyikan lagu Forever Tonight, dan replika patung oscar yang menghiasi Planet Hollywood, it just reminds me about the sweetheart award. Oh God, are You trying to punish me with these fucking memories or what?

 

Inspired by the Palm, Dubai created the Palm Island. And i hope that in time, you’ll be out of my mind #rhyme

 

The Doors Are Closed

 

Traveling is not just seeing the new; it is also leaving behind. Not just opening doors; also closing them behind you. – Jan Myrdal

 

Selama seminggu di Dubai gue selalu menggunakan Metro kemana-mana. Ada dua jalur Metro, jalur hijau dan jalur merah. Stasiun Deira yang terdekat dari hotel gue ada di jalur hijau. Sedangkan tempat-tempat menarik di Dubai kebanyakan ada di jalur merah, jadi gue dan teman gue harus ganti kereta.

 

Ya Tuhan, kalau di Indonesia ngga akan pernah ada Metro atau MRT, maka ijinkanlah hambaMu ini pindah dan menetap di Dubai. Amiin.

 

Habisnya desperate gue sama keadaan jalanan di Jakarta yang macet, banyak bus rongsokan, kereta listrik yang banyak copet, taksi susah, motor berjuta-juta yang saling tikung, dengan kata lain kerja di Jakarta sudah cukup bikin stres, jangan tambahin gue dengan stres masalah cinta, halah.

 

Kata-kata yang selalu gue inget dengan jelas banget bahkan sampai sekarang adalah suara di dalam Metro ketika pintu menutup dan Metro segera bergerak ke stasiun berikutnya.

 

“Al-Abwaab Maqfuulah, The Doors are closed”

 

Gimana ngga keinget, setiap stasiun suara ini gue denger. Dalam sehari bisa bolak-balik sekitar 20 stasiun, artinya 20 kali mendengar kata-kata itu dalam sehari. Dikali 6 hari berarti 120 kali gue terus-terusan mendengar kata-kata yang sama.

 

Dan di akhir perjalanan gue di Middle East ini gue baru paham. The universe were trying to teach me from this ‘The doors are closed’ voice. Tutup mi, sudah saatnya masa lalu ditutup, dan buka pintu baru menuju masa depan.

 

Kembali pada kejadian malam di Khalifa, gue bersusah payah menggendong kenangan berat yang gue bawa sampai ke puncak tertinggi di dunia untuk membuangnya. Memangnya bisa semudah itu? Tidak sayang, siapapun yang mengatakan move on itu mudah berarti ia tidak sepenuhnya pernah mencinta.

 

Kenapa harus dibuang, yang benar adalah ditutup dan pergi. Kenangan hanya dibutuhkan untuk tau sudah sejauh mana kita meninggalkan masa lalu kita. Dan kenangan tidak akan pernah hilang kecuali lo hilang ingatan. Kenangan ada di tempat yang pintunya sudah kita tutup tapi selalu muncul kapanpun kita menutup mata. Biarkan dia muncul sesekali tapi jangan buat dia menguasai pikiranmu.

 

04.15. Suara terdengar di Emirate Lounge menginformasikan sudah saatnya gue boarding.

 

I’ve been on this incredible journey and i’ve seen and learned so much.****

 

Terutama konsep move on gue yang salah selama ini. Nikmatin aja proses move on, semakin dipaksa malah semakin susah, there’s a right time for everything, termasuk move on. Dan berbagai kisah gue di Dubai semakin meyakinkan gue akan keputusan gue yang sudah tepat. Keep on moving and you should only look back to see how far you’ve come.

 

Sungguh gue mensyukuri kehidupan yang pernah gue lalui bersama dia di samping gue. It was a journey though. And it was wonderful. But i cant get a new destinations by traveling the same tired road. Thanks for the adventure, my bestfriend, now go have a new one*****.

 

Watching ‘Up’ while flying

 

If we are truly meant to be, then we will find our way back to each other. It’s as simple as that.- Dawson’s Creek

 

Gue dan teman gue mulai melangkah dengan tentengan isi oleh-oleh kami menuju pintu keluar Lounge untuk segera menuju boarding room. Di pintu bertulis EXIT itu gue berhenti dan terdiam sesaat. Gue keluarkan dari saku boarding pass pesawat gue menuju Jakarta. Gue tarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya sambil bolak-balik menatap antara tulisan EXIT dan boarding pass gue.

 

EXIT

 

BOARDING PASS

 

Boarding Pass Dubai – Jakarta

 

I got the meaning.

 

The Exit of something is just a Boarding pass to somewhere new, somewhere better to pursue my true happiness.

 

Dengan langkah pasti gue melanjutkan berjalan keluar Lounge sambil bernyanyi kecil..

 

Oh yes, I am wise

But it’s wisdom born of pain

Yes, I’ve paid the price

But look how much I gained

If I have to

I can do anything

I am strong

I am invincible

I am woman******

 

Ps. I love you, but I love my self more 🙂

 

* Dari buku ‘Life Traveler’ oleh Windy Ariestanty

** Ucapan khasnya Barney di How I Met Your Mother (HIMYM). Kalau lo penggemar HIMYM pastinya udah biasa dong dengan alur cerita yang dibolak-balik.

*** Kata-kata ini diucapkan Carrie di salah satu adegan di gurun STC 2

**** Apa aja yang gue lihat di Middle East sudah gue ceritakan di Track 2

***** Terinspirasi dari film favorit gue ‘Up’, di perjalanan pulang di pesawat gue nonton film ini lagi

****** Lagu yang dinyanyikan Carrie cs di STC 2, ketika sedang menikmati party di Abu Dhabi

 

 

In one word, i can summarize my Middle East Getaway: Awesome.