11 Menit Terpenting Dalam Hidup

“Bali…I’m coming.” pekik gue waktu tiket ke Bali akhirnya issued juga untuk tanggal 14 April 2013.

Terakhir kali ke Bali akhir tahun 2011 dan gue emang udah kangeeeen banget sama Bali. Gak ngebosenin sih.

Lalu sabtu sore waktu gue lagi santai-santai nonton TV, ada breaking news kalau pesawat Lion tergelincir saat mencoba mendarat di Ngurah Rai. What?! *tv zoom in zoom out*

Pesawatnya nyusruk ke laut dan sampai patah bagian ekornya. Mendadak gue langsung pingin pipis setelah menonton berita itu (gue kalau gugup emang pingin pipis bawaannya, red.).

Untungnya (masih ada untungnya) semua penumpang dan crew selamat dari kecelakaan tersebut. Dan biasanya yang suka kecelakaan pesawat itu kalau pesawatnya sudah tua, nah ini baru 2 bulan terbang. Udah gitu kapten pesawatnya juga sudah senior. Wallahu Alam deh apa sebabnya kecelakaan tersebut, yang jelas apapun bentuk kecelakaan pasti membuat siapapun takut. Gak terkecuali gue, yang H+1 juga mau terbang ke Bali.

Meskipun maskapai yang gue pakai termasuk bagus karena mengutamakan keselamatan (that’s why harganya mahal), tetep aja kan enggak boleh takabur. Kapal Titanic yang disinyalir unsinkable aja akhirnya karam di dasar laut.

Tapi apa kita harus pasrah? Ya, namun sebagai penumpang pesawat kita juga harus waspada dengan memahami apa-apa yang penting ketika menaiki pesawat, termasuk di dalamnya adalah petunjuk keselamatan.

Pertama kali gue naik pesawat sekitar tahun sekian (maaf gue lupa :p), teman seperjalanan gue memberitahu kalau masa-masa paling mendebarkan saat terbang itu adalah saat take off dan menjelang landing. Jadilah gue kebelet kencing saat itu (karena gugup, gue sudah jelaskan di atas), saat pesawat lagi ‘nge-gas’ kenceng bangeeeet lalu take off ke udara. Gue yang masih belia saat itu cuma bisa mencengkeram erat pegangan kursi.

Dan saat tanda memasang sabuk pengaman dimatikan, gue segera menghambur ke toilet. Setelah itu baru gue bisa menikmati mengambang di antara awan biru.

Lagi asik-asik ngelamun ngeliatin awan, lalu suara kapten terdengar untuk memberitahukan pesawat akan segera landing. Lalu teman gue itu berbisik, “Berdoa, Mi. Mau landing nih. Saat-saat yang juga menentukan.”

Dengan kuping yang sedikit budeg akibat tekanan udara, gue enggak gitu dengar apa kata dia. “Lo ngomong apaan sik?”

“Berdoaaaa, mau landing. Jangan sampai gagal.” teriaknya.

Spontan tangan gue jadi keringet dingin, mulut komat-kamit mengucap Ayat Kursi supaya pesawat bisa mendarat dengan sempurna. Namun yang terjadi adalah…

DUG!

Roda pesawat menubruk landasan sampai pesawat sedikit terpental sekian centi dari permukaan aspal. Berarti keras banget kan tuh benturannya, sampai berbanting gitu.

Yang pasti jantung gue mau copot! Ini pesawat apa metromini, kasar banget pilotnya! Pikir gue saat itu.

Sejak saat itu, tiap gue mengudara (kok kedengaran kayak siaran ya?) selalu tegang di dua tahap itu.

Dan gue baru tahu, memang dalam dunia penerbangan, ada yang namanya Critical Eleven Minutes. Yaitu saat-saat kritis pesawat adalah 3 menit setelah take off dan 8 menit sebelum landing. Saat itu pesawat sedang dalam kondisi paling lemah dan rentan terhadap berbagai bahaya. Itu juga mengapa, keadaan pesawat harus dalam kondisi normal. Kursi kembali ditegakkan, penutup jendela dibuka, dll.

Sebagai penumpang yang mementingkan keselamatan, harus mematuhi aturan terutama selama 11 menit itu. Jangan tersinggung kalau disuruh mematikan semua alat elektronik. Atau lagi enak-enak nyender, eh disuru menegakkan kursi. Ikutin aja pokoknya.

Ini gue kutip dari internet

According to David Palmerton, a US Federal Aviation Administration (FAA) expert on plane crashes, these are the crucial 11 minutes when you need to be alert on an airplane. The three minutes during takeoff and final 8 minutes before landing are when 80% of plane crashes occur, usually due to wet weather. Stay sober, hold off on your nap, and don’t bury your face in a book and follow the plus three, minus eight rule.

Musibah Lion di Sabtu sore silam itu, ya contoh salah satu kecelakaan pesawat pada saat landing.

Amit-amit nih ya, jangan sampe sih. Kalau bisa barang penting spt dompet dan HP jangan ditaruh di kabin, tapi inside your pocket! Selama masih bisa menyelematkan diri, pikirkan diri sendiri. Jangan mikirin bawaan di dalam kabin!

Dan Alhamdulillah, setelah melalui masa-masa menegangkan dan ketakutan yang meningkat 2 x lipat, paska tragedi Lion, Minggu siang kemarin pesawat Airbus yang gue tumpangi mendarat dengan cantik.

Fiuh.

Khususnya mengenai terbang ke Bali, konon, sesenior apapun pilotnya dan sebagus apapun pesawatnya, tidak boleh sombong. Para pilot mitosnya harus ijin dulu ke para Dewa yang melindungi pulau tersebut.

Menurut salah satu penduduk Bali yang gue ajak ngobrol, dia bilang..

“Pesawat kan datang dari atas, sedangkan di bawahnya banyak Pure (Pura), jadi harus sopan…minta ijin bilang permisi.” jelasnya dengan patah-patah khas Bali.

Baiklah, intinya tetap rendah diri kan. Gak boleh takabur dan yang terpenting adalah berdoa, agar bisa melewati masa-masa terpenting dalam hidup, yaitu 11 menit saat terbang di udara. 11 menit dimana kita dihadapkan dengan resiko kematian. Boro-boro mikirin Orang Tua, kerjaan, pacar, mantan, atau sudah move on belum? Boro-boro! Yang terpenting adalah hidup kita.

Tetap semangat traveling ya! Because…

traveling is facing your biggest problem, flying is one of them.

One thought on “11 Menit Terpenting Dalam Hidup

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s