On Diet

Resolusi setiap tahun  yang selalu jadi jadi multi years program karena enggak pernah tercapai: diet.

And finally, this year I decided to do it. On diet.

Sebenarnya sudah sejak tahun lalu gue punya program diet. Bedanya kalau tahun lalu diet plan gue adalah: make all of my friends a mug cake. The fatter they get, the thinner I look (baca link ini). MUAAHAHAHAHA.

Tapi sayangnya malah berujung dengan gue yang semakin membulat karena harus menghabiskan sisa remahan roti di dalam mug. Hiks.

Tahun ini, iya, now or never! Gue kembali menjalankan program diet sebenar-benarnya. Serius. Like..seriously..beneran diet. Gue sampai perlu menekankannya berkali-kali supaya kalian pada percaya. Really, I know I am sucks at two things: dieting and dating. Dieting is way like dating. You have to be honest, be faithful, and be committed. Mungkin kalau gue bisa berhasil diet, maka acara nge-date gue pun bisa sukses dan berujung ke happy ending (asik).

Programnya tentu saja tidak lagi bergantung pada orang lain dengan mengharapkan mereka yang jadi gendut. Kualat. Kali ini, gue harus mengandalkan diri sendiri dan sengsara menghindari makanan yang gue suka banget plus rela disiksa sama personal trainer (PT). Semua itu demi…demi mewujudkan impian punya berat badan ideal seperti yang pernah gue rasakan 3 tahun lalu.

Maka langkah pertama yang gue lakukan adalah mengorek foto lama, terus gue print besar-besar dan gue tempel di setiap sisi yang mudah gue lihat supaya bisa jadi motivasi. Meja kantor, kamar, dapur, toilet, dan mobil Pak Hajee. Fyi, gue kalau pulang kerja suka nebeng mobil teman kantor gue yang sapaan akrabnya adalah Pak Hajee. Tapi niat memasang foto gue di mobil Pak Haji terpaksa gue urungkan karena nanti yang kurus malah Pak Hajee karena enggak napsu makan lihat foto gue *emoticon ketawa nangis di what’sapp*

FullSizeRender

OMG gue pernah kurus!!!

Ini foto terkurus gue sepanjang masa. Ihhhh sabi juga ya gue. Keren mak! Kok gue bego banget ya dulu dengan bodi kayak gitu tapi susah move on @$#%$^%&*:(

Oh well..it was 20-something kilograms ago and damn kemana saja gue tiga tahun ini sampe bisa bengkak kayak sekarang. Kemana aja??? Ya ke tempat makan, dul. Yup, 3 tahun ini gue selalu ngunyah dari satu tempat makan ke tempat makan lain bersama gank di kantor gue yang punya nama ‘KOK MASIH LAPAR SIH?’ (kebayang kan personelnya emang orang-orang yang lapar all the time dan selalu mengais makanan), ditambah gue juga sudah gantung sepatu dari fitness center. Hidup gue terasa tanpa beban gitu lho, enjoy life banged pakai D! I live. I travel. And I eat. Taileh. Gak ada lagi pusing mikirin hati yang pernah tersayat-sayat karena gagal bercinta atau stress kerjaan yang enggak ada habisnya. Semuanya gue nikmatin dengan ringan. Gue enggak sadar, ternyata ringan ya karena bebannya sudah ketransfer dalam bentuk timbunan daging dan gumpalan lemak yang bersimbiosis parasistisme di badan gue selama bertahun-tahun.

Langkah berikutnya adalah set timing. New year, January 1 2016 was a perfect time to say…”diet starts tomorrow” hehe. Jadi tanggal 1 itu baru diawali dengan tekad saja dulu, gak usah muluk-muluk langsung diet. Alasan!

Tepat di awal tahun itu, gue makan indomie terakhir dan belum makan lagi sampe tulisan ini dibuat. And you know what? Gue kangen makan indomie gilaaaaak! Aslik ini cobaan terberat gue setelah putus cinta. Halah. Tapi beneran, belum pernah selama ini gue puasa makan mie terenak sedunia seng enggak ada lawan.

Hari berikutnya adalah hari tergalau gue yang penuh godaan untuk ‘diet nanti-nanti saja’. But the best time for a new beginning is now. Iya sekarang, tekad gue. Alhamdulillah gue mulai juga diet di hari kedua awal tahun ini. Ya meski masih dengan cara mengurangi makan saja siy. Gue pun sadar di usia yang enggak lagi ranum (pardon my bahasa :p), metabolisme tubuh gue tentunya sudah enggak semaksimal dulu. Input yang masuk ke badan sama yang dibakar bisa 10:1. Untuk itu gue harus olahraga. Gue juga sadar gue itu orangnya malas dan sulit memotivasi diri sendiri, makanya gue butuh suami (maaf curhat)..ehm..maksudnya PT yang bisa bantu gue untuk disiplin. Akhirnya, per tanggal 6 Januari 2016 jadwal penyiksaan demi bodi bohai pun dimulai.

And now, I’ve been on a diet for two months and all I have lost is….JENG JENG…

5 kilogram!!! Not bad huh?

“Masa? Rusak kali tuh timbangan, kok enggak keliatan?” salah satu komen nyinyir dari teman gue di kantor pingin bikin nyumpel mulutnya pake kaos kaki.

Yah nasib jadi orang gendut banget, 5 kilo itu banyak , men, sama dengan beras 1 karung kecil. Orang lain mungkin belum bisa lihat banget perubahannya tapi gue yang bisa merasakannya, kalau celana yang sudah gue lipat di tumpukan bawah lemari sekarang sudah muat lagi. Baju yang sudah terasa bikin sesak, jadi sedikit longgar. Kini, timbangan enggak lagi jadi momok menakutkan dalam hidup gue. Lol.

Tapi jujur gue agak enggak sabar, lama ya boook sebulan cuma 2 kilo. Padahal kalau bisa seminggu 1 kilo asik banget tuh. I wish. But then I realize, nothing good ever come easy. Kalau mau instan, sedot lemak saja. Atau makan hati kayak gue dulu yang bisa kurus. Tsurhat lagi.

Oya, diet gue tanpa ada sedikit bantuan obat pelangsing. Makanya proses turun berat badan gue cukup lama, selama proses move on gue.

Diet yang gue jalani bukan yang extreme diet mayo (big no!) or low salt or apa saja sih nama-nama diet? banyak kan. Karena gue masih doyan makan dan enjoy life, gue memilih untuk diet dengan cara food combining saja.

Mumpung masih semangat, di tulisan perdana di tahun 2016 ini gue mau bagi-bagi tips diet yang sudah berhasil gue jalani. Semoga istiqomah ya, jeung. *elus-elus perut*

  1. First think in the morning

Your first thought in the morning is your special one? Basi! Pikirin tuh lemak. Bagaimana cara putus hubungan sama lemak sampai tuntas tas tas tas. Untuk itu, usahakan ada cairan pertama yang masuk ke dalam tubuh ketika bangun. Bukan iler!! Iyuhh. Jangan disedot ya air liur sisa semalemnya. Jorok tau.

Yang paling bagus untuk menghancurkan lemak di pagi hari adalah jeruk nipis atau perasan lemon dicampur ke dalam satu gelas air hangat. Jeruknya sendiri cukup sebanyak 1 sdm. Ingat ya, jeruk nipis atau lemonnya pakai buah beneran, jangan sabun pencuci piring, fungsinya sama sih untuk menghilangkan lemak. Terlalu malas untuk melalukan pekerjaan pemerasan (hmm sounds weird) di pagi hari? Gue siasati dengan memeras dua buah lemon setiap hari minggu malam dan ditaruh dalam botol kemudian simpan dalam kulkas. Jadi tiap pagi tinggal tuang dari botol ke dalam air hangat. Haduk dan glek. Cukup untuk persediaan satu minggu.

  1. A good day starts with…

You? Sori dori mori. Basi juga! Sarapan dong. Sarapan itu penting. Kita butuh energi untuk seharian menjalani hidup tanpa ada seseorang yang mengisi hati kita @##$%$^%&^&

Dalam food combining, sarapannya hanya buah atau jus kalau malas ngunyah. Tapi disarankan jangan makan buah-buah yang extreme seperti durian di pagi hari. Yakelues. Jeruk dan pepaya bagus banget dikonsumsi untuk orang diet karena sekalian bikin detox. Buah yang bagus lainnya kayak apel atau pir. Kalau masih kelaparan, tampol pakai pisang saja.

Sarapan dengan buah tidak disarankan untuk para lelaki sih, terutama yang piktor atau otak mesum. Nanti jadi pembenaran untuk nyari buah dada pagi-pagi. *tabokin*

  1. Eat better not less.

Lunch break adalah waktu yang pastinya ditunggu-tunggu, apalagi sama orang yang lagi diet. Karena di waktu siang ini, dibebaskan makan apa saja tapi ya sewajarnya. Boleh makan apa saja asal benar combining-nya. Jangan pernah meng-combine karbohidrat dengan protein. Jadi jangan pernah makan indomie pakai telur, apalagi pakai nasi juga. Nah, makan indomie doang saja ya kalau gitu? Zzzzzz sama aja bohong maliiiih. Jadi yang benar itu, misal makan ikan/ayam/daging ya jangan pakai nasi. Sulit sih. Berat! Apalagi kalau ada sambal terasi. Malah bisa nambah dua piring nasinya. Gatot! Ganti nasi dengan sayuran, kayak brokoli dan labusiem rebus. Anggap saja itu adalah nasi yang lagi marah dan berubah jadi hijau kayak HULK. Semua hanya masalah persepsi saja kok.

Kalau mau makan nasi, combine dengan sayuran dan tempe/tahu saja. So, kalau ngidam banget makan nasi padang…pastikan cuma pesan nasi dan sayur nangka plus daun singkongnya. Bumbu rendang colong-colong dikit tak mengapa. Hihi.

Untuk dinner, boleh aja kalau susah meng-skip kebiasaan makan malam. Apalagi, never go to bed and feel hungry. Tapi usahakan makan maksimal jam tujuh malam dan dengan aturan yang sama kayak makan siang. Kalau siang sudah makan nasi, malam ya lauk saja tanpa nasi. Kalau siang lauk saja, malam boleh lah pakai nasi tiga sendok. Sendok makan ya, bukan sendok nasi.

  1. Snacks Idea

Di sela-sela jam breakfast dan lunch…atau yang bahasa kerennya adalah brunch, usahakan juga makan hanya buah atau minum jus. Begitu juga dengan kudapan di sore hari. Yah karena sudah sore, boleh dong makan buahnya buah duren. Apalagi kalau sudah dalam bentuk martabak duren keju. Duh. Emang suka bikin khilaf tuh martabak. Apalagi kalau di kantor gue sore-sore sebelum jam pulang kerja rekan-rekan sejawat pada ngumpul sambil ngemil martabak duren keju. Masa gue cuma menatap hampa? Yaudah colek durennya sedikit saja. Alhamdulillah kalau kejunya ikut kebawa dan kemakan. Hehe.

  1. Keep calm and stay healthy

Yang terpenting pada saat makan itu tenang, enggak grasak-grusuk lalu makannya cepat habis. Tidak disarankan juga makan sambil kayang atau salto. Intinya, nikmatin saja makanannya dan jangan dibawa beban. Ingat, tujuan utama adalah badan yang sehat, turun berat badan tetap nomor satu.

Tambahan tips, coba makannya enggak pakai sendok tapi cuma garpu. Secara psikologis dapat membantu kita enggak napsu makan karena enggak bisa makan sebanyak dengan menggunakan sendok. Tapi mungkin enggak berlaku kalau makanannya mie. Malah enakan sama garpu apalagi sumpit. Kalau sudah pakai garpu tap napsu makan masih besar juga, coba pakai garpu untuk ngeruk tanah deh.

Nah, gimana? Mau coba diet food combining ala gue? Kalau ada tips diet seru dan mudah lainnya boleh lho kalau mau ikutan share.

Satu hal, tiap kali merasa mau menyerah untuk diet..selalu ingat ini:

Losing weight is hard, being overweight is also hard. Choose your hard.

 

Selamat diet.

Trumpet

A lot can happen in a year..

Sebenarnya gue enggak niat bikin tulisan apapun sebagai penutup tahun 2014, tapi sewaktu di kamar lihat barang ini gue mendadak pingin nulis.

trumpet

Iya, gambar ini adalah terompet. Terompet akhir tahun 2013 lalu. Terompet mini yang bentuknya udah pletat-pletot ini jadi saksi bisu bagaimana gue mengawali tahun 2014 dengan gamang.

Siapa sih yang enggak kepingin melewati pergantian tahun bersama orang terkasih. Dalam hal ini, gue kepingin banget kayak tahun sebelumnya yang rayain tahun baru dengan si mantan jadi sahabat itu.

Tapi dia enggak mau </3

Sedih banget deh, kami malah jadi bertengkar hebat. Dia bilang dia mau tahun baruan bareng anak motor tanpa melibatkan gue. Gue yang sangat memaksa dia untuk pergi sama gue malah berujung bikin dia marah hebat. Dia enggak mau jawab telepon dan balas semua pesan gue.

Untung masih ada sahabat gue Gelaph yang juga enggak ada acara tahun baru. Jadi gue enggak sendirian lah at least dan enggak ngenes-ngenes amat tahun baru gue jadinya.

Kami berdua merayakan pergantian tahun 2013 di Pizza E Birra untuk mendengar live music. Sementara mulut gue enggak berhenti ngunyah french fries, pikiran gue melayang enggak karuan. Jelas gue enggak lagi spesial buat cowok kesayangan gue itu sampai-sampai lebih memilih geng motornya dibanding gue. Atau malah karena dia tahun baruan sama cewek lain? Hak dia juga sih. *nunduk*

Lima. Empat. Tiga. Dua. Satu. Happy New year!!!!

TEEEEEEETTTTTT. TEEETTTTTTT. TEEEEETTTT.

Semua pengunjung E Birra pun berlomba meniupkan terompetnya. Kecuali gue. Saat itu seperti enggak punya semangat untuk menyambut 2014. Dalam hati gue bertanya-tanya, bagaimana bisa nanti menjalani 2014 gue tanpa si dia yang masih sangat gue pikirkan ini. Gue tau dia sedang serius marah sama gue, karena pesan tahun baru gue pun diabaikan olehnya.

Mungkin ini pertama kali dalam hidup gue, sedikitpun enggak punya harapan atau resolusi di 2014. Kosong.

Tapi siapa yang pernah menyangka, tahun 2014 malah jadi tahun yang super duper berkesan untuk gue. One of my memorable years ever. Di tahun ini gue benar-benar merasakannya naik turun terutama masalah percintaan, persahabatan, keluarga, dan lainnya. Dan di balik permasalahan-permasalahan itu, gue mencoba menerima dan menghibur diri dengan melakukan banyak hal yang gue suka. Salah satunya traveling. Berikut adalah kilas balik kisah dan perjalanan gue selama 2014.

Januari

Dalam keadaan galau karena belum juga mendapatkan maaf, gue bersama anak kantor berwisata ke Gunung Galunggung. Gue kan paling enggak kuat ya naik gunung, apalagi ada 600 lebih anak tangga untuk mencapai puncak gunungnya. Yasudahlah daripada gue stress, gue jabanin aja deh tuh naik Galunggung. Sumpah mau pingsan! Satu hal yang gue sadari saat gue lagi berusaha pelan-pelan menaiki anak tangga, gue anggap sedih-sedihnya hati gue ini kayak mendaki gunung. Kata orang, Love is like a mountain. Hard to climb, but once you get to the top the view is beautiful. Capek banget rasanya hati ini, tapi nanti kan suatu saat akan ada ending yang manis juga… Ya kan? 😀

Jan 4

Seminggu setelahnya, gue baikan juga sama dia. Ya itu pun setelah gue mengirimkan cupcake tanda maaf ini.

Februari

Going honeymoon with my bestfriend to Phuket! Sebenarnya tiket ke Phuket sudah dibeli jauuuuuuuh hari sebelumnya. Rencana perginya sih bertiga sama Gelaph dan Evan, tapi menjelang hari H eh si Evan-nya cancel. Apes banget kita pergi di saat Thailand lagi rusuh karena ada demo menggulingkan pemerintahan. Gue sih dapat info dari kenalan yang tinggal di sana agar cari penginapan di daerah yang jauh dari konflik. Dengan pedenya gue booking saja hotel di daerah Siam.

“Gels, hotel aman ya dari daerah demo. Pokoknya gue cari yang dekat pusat perbelanjaan.” Gelaph sih ngikut-ngikut aja anaknya.

Sampai Siam, gue dan Gelaph bingung. Kok rame banget ya, banyak tenda-tenda gitu di jalanan dan orang orasi di panggung besar. Yaelah, ternyata di Siam itu salah satu titik demonya. Geblek enggak sih gue? Mamam tuh dekat pusat shopping. Hahahaha.

Ternyata kami malah nginap di daerah demo. Dodol :))
Ternyata kami malah nginap di daerah demo. Dodol :))

Maret

Gue bersama anak kantor yang ke Galunggung bareng, memutuskan untuk pergi trip ke Lampung. Tujuan kami adalah hunting lumba-lumba di Kiluan dan nengokin saudara di Way kambas. Salah satu perjalanan favorit gue karena teman-teman seperjalanan yang asik banget. Enggak ada habisnya ketawa sepanjang jalan. 😀

There is no better traveling than traveling with your best companion.

Btw, udah pernah lihat anunya gajah? :))
Btw, udah pernah lihat anunya gajah? :))

Perjalanan kembali dari Lampung yaitu tengah malam di tanggal 31, tepat ulang tahun si dia. Dari atas kapal feri gue mengucapkan selamat ulang tahun yang membuat dia senang saat itu. Malamnya setelah gue di Jakarta, kami merayakan ultahnya bersama. Thanks ya dear, for celebrating the most important day of your life with me..

April

Kerja. Kerja. Kerja. %&$^#$#%$^&^*&*())_()*(&%^%

Yaudah enggak apa-apa demi bisa liburan ya kaaan

Mei

My month! Bulan kelahiran gue dan di tahun 2014 ini, gue menginjak usia yang bikin gue enggak protes lagi kalau dipanggil dengan sebutan ibu. Iya, gue udah tua. Akhirnya selesai juga era 20-an gue dalam keadaan masih single. Ya memang sudah takdirnya, lalu buat apa gue berkecil hati?

Di bulan yang istimewa ini, gue berkesempatan pergi ke Raja Ampat!! Subhanallah. It was the best birthday gift ever lah. Damn I was so lucky. Coba kalau gue sudah menikah dan punya buntut, agak susah kan bepergian sampai ke Papua. See, there’s always a hikmah di balik telatnya menikah. Hehe

 

 

 

 

 

 

 

Juni

On this month, I got an unexpected journey to New Zealand. Yay! Gue berkesempatan juga mengunjungi langsung negara dimana jumlah sapi dan dombanya lebih banyak daripada manusianya. My best traveling destination ever, yaitu kampung Hobbit di Hobbiton. Bagus banget meski edan mahal pisan. Tapi enggak bohong deh, as seen on movie. Keren abis.

Jun 11

Sebenarnya salah satu tujuan gue pergi ke NZ itu silly banget. Gue kepingin lihat langsung burung albatross yang posisi terdekat dari Indonesia ya hanya di NZ. Burung albatross adalah hewan favoritnya cowok terkasih gue itu. Katanya, albatross itu salah satu hewan paling setia. Dia punya sayap yang lebar makanya bisa terbang lintas samudera untuk cari makan. Tapi sejauh apapun pergi dia akan kembali ke betinanya.

Demi mewujudkan impiannya untuk melihat albatross, gue memutuskan untuk lebih dulu ke sana hehe. Cerita lengkap perjalanan gue menemukan albatross akan gue share lain waktu deh :p

Juli

Fokus ibadah nih, soalnya lagi bulan puasa. Hehe.

Agustus

Goodbye To the Old, Hello To The New. Luar biasa nih bulan Agustus. Mungkin the best bulan ever of the year lah. Tanpa gue sangka-sangka, hubungan gue dengan si dia benar-benar kandas. Untungnya baik-baik sih kami memutuskan saling menjauh, bahkan persahabatan kami yang sudah masuk tahun kelima pun harus diikhlaskan. Berat sih. Tapi gue sendiri heran kok ya enggak nangis. Mungkin karena sudah terlalu lelah dan memang ini lah saatnya untuk menerima. Kalau kemarin-kemarin kan mau dipaksa kayak gimana juga enggak berhasil karena belum waktunya. Semua akan move on pada waktunya.

Dan untuk pertama kalinya juga, gue bisa traveling dengan damai tanpa kepikiran sakit hati atau kangen atau whatever lah. Di Agustus ini gue bisa jalan-jalan ke Pulau Komodo berkat Garuda! Horeee. Jadi, poin GFF yang gue kumpulin sejak tahun 2007 harus segera ditukar kalau enggak ya expired. Ternyata, poinnya cukup lho untuk pergi PP Jakarta – Labuan Bajo. Selain landscape yang luar biasa keren, di Komodo ini gue dapat teman-teman baru yang asik-asik.

Agt 19 Agt 9 Agt 1

Pulang dari Komodo, selang seminggu kemudian gue ikut trip ke Dieng untuk menghadiri Dieng Culture Festival. Festival ini ditandai dengan melepaskan lampion ke langit yang diiringi kembang api.

Ah kembang api. Terakhir kali menikmati fireworks saat tahun baru 2013 bersamanya. Gue sendiri berasa khusyuk banget saat melepas lampion ke langit.

Agt 25

Let go. Don’t hold on something that isn’t real.

Hati gue tenang banget saat melepas lampion. Tak seberat yang gue pikir ternyata.

Tengah malamnya, gue sudah harus bersiap untuk mendaki gunung Prau. Iya beneran. Gue pasrah sajalah mengingat gue enggak kuat mendaki karena punya darah rendah, jadi nanti sekuatnya saja. Tapi ternyata gue sanggup!

Sangat membanggakan ketika gue berhasil mendaki gunung Prau setinggi 2,500 kaki. Gue kuat, pemirsa!! *Jingkrak-jingkrak*

Perjalanan mulai jam 2 pagi dan sampai puncak Prau jam 5 pagi disambut mentari pagi dan suddenly gue berasa punya harapan baru. Yes, God has a better plan than I have to my self.

Agt 31

Ini kayak sudah diatur semesta. Ketika gue sudah bisa merelakan, perlahan muncul cerita baru di hidup gue :p

September

Mia-nya masih sibuk cari duit nih. Lagi senang-senangnya kerja sampai lupa cari cowok. Sahabat gue sampai khawatir lho lihat gue yang terlalu enjoy sendiri. Tapi gue nyaman banget kok begini. Ada tiga pria baru yang sedang mendekati gue di bulan ini. Tapi gue belum siap aja buka hati lagi.

Apesnya di bulan ini, gue dilabrak sama istrinya teman gue. Apes. Selingkuh kagak, dituduh gatel iya. Hadeuh. Males banget gue harus perang via What’s App gitu, ya gue block aja. Eh tuh cewek pindah ke SMS. Auk ah, enggak penting. Gue diemin, capek sendiri kan dia. Pffft.

Oktober

There’s always a first time of everything. And for me, it’s diving..12 meters under Weh island. Yey. Gue nekat juga untuk ikutan diving dan ternyata so much fun! When you’re under the deep blue sea, you forget all your life problem.

Okt 17

Di akhir Oktober, gue implulsive traveling ke KL cuma karena nemenin sahabat gue yang enggak mau sendirian terbang ke sana buat nonton motoGP. Jadilah gue dan dua sahabat cewek lain weekend getaway ke KL dan Malaka. Btw, Malaka itu keren ya. Gue suka banget sama nih kota. Andai saja kota tua di Jakarta bisa sekece bangunan merah di Malaka ya…

Okt 23

Tentang ehm, masalah percintaan..ternyata dari 3 cowok yang sudah gue singgung di atas menyempit jadi satu. Karena gue malas-malasan, mereka mundur juga. Gue pikir yasudahlah dari pada enggak ada ya kan… Meski akhirnya buruk juga (baca: Tinderella Story)

November

Gue semakin addicted sama yang namanya pantai dan air laut. Jadi gue putuskan untuk pergi ke Lombok di bulan ini sebagai hadiah akhir tahun.

Nov 9

Desember

Kondisi kesehatan kakak gue semakin drop. Gue belom banyak bercerita kalau Oktober tahun lalu, kakak gue didiagnosa terkena cancer ovarium. Keluarga gue shock banget karena ini baru pertama terjadi di keluarga besar. Selama 2014 kakak gue menjalani 6 x kemo setelah operasi pengangkatan rahim. Kondisi membaik setelahnya, tapi awal Desember tetiba dia drop lagi 😦

Ujian berat malah datang di penghujung tahun, selain gue yang harus seminggu full tidur di Dharmais untuk menjaga kakak gue, lagi-lagi gue dilabrak cewek yang mengaku sebagai istri dari cowok yang sedang dekat dengan gue (baca Tinderella Story)

Well, ini memang tahunnya gue ya. Dua kali gagal percintaan dan dua kali dilabrak istri orang!!!

Hahahahahiks.

Tapi gue baik-baik saja. Bener deh. Dari apa yang sudah gue jalani di 2014 ini…ada yang bisa gue sharing ke orang lain. Everything will be okay.

It might take a while. You might have days where you feel like everything is hopeless and nights when you just cry and everything just hurts. But I’m telling you that you will be okay. There is always a little bit of hope and as cliché as it sounds, happiness can be found even in the darkness of times if one only remembers to turn on the lights.

Make your self distracted by any positive activities. Travel a lot, go somewhere you’ve never been before. Take long showers. Eat some good foods. Curl up on your bed with warm blankets and re-read your favourite books. Get lost in your favourite worlds and dream.

And then one day, when you wake up you’ll realize it’s okay. It doesn’t hurt as much and you will be fine.

Saat mengetik catatan akhir tahun ini gue lihat lagi terompet yang terpajang di kamar gue. Fungsi terompet itu untuk ditiup dan akan mengeluarkan sebuah melodi. Persis hidup.

Life is like a trumpet. If you don’t put anything into it, then you don’t get anything out of it. Buat apa hanya disimpan dan dijadikan pajangan? Itu hanya akan menjadi pengingat akan hal-hal buruk yang terjadi sejak malam itu gue hanya menatap kosong si terompet.

Jadi, terompet ini akan gue mainkan saat pergantian tahun nanti. Satu bunyian panjang untuk melepas 2014.

TEEEEEEET.

Terima kasih 2014 atas pelajaran berharga yang sudah gue dapat, tentang melepaskan…dan tentang menerima. Atas pengalaman traveling yang luar biasa.

Satu bunyian panjang lagi untuk menyambut 2015.

TEEEEEEET.

Selamat datang 2015. Tidak seperti tahun lalu, gue akan bersenang-senang menyambut 2015 dengan sebuah harapan kalau semuanya pasti jadi lebih baik. Gue berdoa untuk kesehatan kakak gue, nyokap dan bokap gue. Gue berharap karir dan rejeki yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Dan enggak akan pernah bosan, untuk meminta dipertemukan dengan soulmate gue. Aamiiin.

Cheers…to the year of fun!

Agt 23

Tinderella Story: Mr. (swipe) Right – Part Three (The End)

Pict from keena-equinox.com
Pict from keena-equinox.com

When I find someone that makes my heart skip a beat, I’ll stop the search and take the risk.

Previously on Tinderella Story part two:

Gue galau sih karena sudah sebulan sejak peristiwa Puncak (halah) itu kami belum tau juga kapan akan bertemu lagi. Males aja gitu kan kalau kami cuma telponan dan berkirim sexy messages doang. Lama-lama gue bosan juga pasti. (Cerita lengkap di sini)

 

Untungnya memang jadwal kami beneran enggak pas untuk ketemu, jadi gue lumayan rileks. Akhir November kemarin gue juga sempat ke Lombok seminggu penuh, pas gue balik eh dia ke Solo untuk acara Jambore Nasional Mercy. Dia pulang eh gue pergi lagi Ke Bandung. Sabar, Mi. Not to hurry, nothing good gets away.

“Kamu kapan pulang nduut?” tanyanya yang hampir saja memancing gue untuk menjawab, “Kangen ya?” Tapi gue tahan lah. Gengsi dong. Hehe.

Selama gue di Bandung dan di sela-sela gue yang sibuk parah, di malam hari gue selalu ketagihan untuk ngobrol sama dia sebelum dia tidur. Iya, sebelum dia tidur…karena gue harus kerja lagi sampai tengah malam. Pffft. Dan meskipun jauh, dia juga bisa membuat gue merasa aman. Hotel yang rada bikin parno bikin gue enggak bisa tidur sebenarnya, but one good night kiss from him can make me feel so much better. Aeh 🙂

Perubahan di diri gue ini mulai tercium oleh orang-orang di sekitar gue. Gue terlihat sibuk selalu dengan HP gue plus senyum-senyum. Enggak sedikit yang pada kepo sama gebetan baru gue ini. Kadang, di Indonesia belum lazim ya bertemu pacar lewat online gitu. Gue sendiri awalnya sempat bohong sama beberapa teman, enggak mau terus terang kalau gue dan Denny ketemu di Tinder. Tapi lama-lama gue enggak peduli juga apa kata orang, jodoh memang bisa ketemu dari banyak jalan kan.

One thing for sure, I don’t care how we both met. I’m just glad we did.

Kembali ke rencana pertemuan gue dan dia berikutnya yang juga enggak jelas. Gue sih udah kirim kode kalau bakal ada film The Hobbit terbaru dan gue pingin banget nonton itu. Tapi dia alihin pembicaraan dan berhasil bikin gue gemesssss. Sampai lah di hari Rabu sore kami telponan dan dengan sangat mendadaknya dia bilang “Kita nontonnya malam ini aja yuk.”

Gimana gue enggak gedabak gedubuk cobaaaa….

Mungkin gue memang belum ada perasaan yang lebih sama dia, tapi unpredictable-nya dia itu malah bikin gue penasaran.

Rabu malam tanggal 17 Desember 2014 kami bertemu lagi di Setia Budi One. Di pertemuan kedua ini gue enggak mau buat dia nunggu jadi udah maksimal banget lah gue siap-siapnya biar enggak sampai telat kayak pas mau ke Puncak kemarin. Taunya pas gue sampai Setia Budi, dia juga sudah di situ dong. Beda banget deh ya waktu gue sama yang lama, kayaknya banyakan gue yang nunggu dia.

Gue berdiri di lobi sambil menanti kedatangan dia dari parkiran mobil. Perlahan gue lihat bayangan dia mendekat sampai akhirnya gue bisa benar-benar melihat Mr. Swipe Right gue. Dalam hati gue kembali bersyukur, untung saja gue swipe right dia ya.. 🙂

“Hai, apa kabar?” sapanya.

Enggak ada yang berubah sejak sebulan lalu, Denny masih pria yang nice, sopan, dan menyenangkan. Sama sekali enggak seperti dirinya kalau kita sedang saling mengirimkan sexy messages. Hehe.

“Kita ngopi dulu yuk sebelum nonton.” Ajaknya yang langsung gue sambut dengan antusias.

Secangkir Americano coffee dan segelas lychee ice tea jadi saksi obrolan kami malam itu. Dia bersemangat bercerita tentang Elvaro anaknya yang justru membuat gue jadi makin kagum.

“Jarang lho ada cowok single mau adopsi anak. Pasangan yang sudah lama menikah tapi belum punya anak aja kadang suka malas adopsi.” Selidik gue.

“Itung-itung bagi rejeki. Lagian kan aku suka anak kecil.”

“Kenapa enggak bikin sendiri aja, Dutt?” Kenapa gue nanya gini sih, nanti disangka kode kalau gue ajak dia bikin bareng kan x_x

“Kan belum menikah, nanti kalau sudah ada istri.” Fiuh gue lega dengar jawabannya. Berarti Denny ini memang lurus. Mudah-mudahan.

Sambil berjalan menuju XXI, tiba-tiba dia berbisik di telinga gue, dekat sekali…gue sampai risih. Cuma untuk bilang ini…

“Mia, mantan aku jaman kuliah bahkan lebih gemuk dari kamu lho. Tapi dia baik banget. Kayak kamu…”

Cieeeeee. Aaaaw.

“Tapi sering disakitin, Dutt.” Gue timpali ucapannya itu yang dia balas lagi dengan “Itu kan mantan kamu yang sakitin. Aku sih enggak akan.”

Ah, don’t make promises of something that you can never keep, Dutt.

Sepanjang nonton, jujur dia membuat gue nyaman. Enggak seperti kebiasaan gue sama yang dulu yang flat-flat aja kalau nonton, sama Denny ini beda. Dia kerap kali goda-goda gue sambil senggol-senggol manja.

“Mia jangan nangis, Mia.” Goda dia di tengah film, sambil mendempet lengan gue. Gue balas saja dengan mendempet dia juga. “Kamu kali yang nangis.” Lalu kami sama-sama tertawa.

Gue bahkan sadar dia tengah memperhatikan gue yang serius nonton. Lalu ketika gantian gue yang lihatin dia, dia tersenyum. Senyum yang sama waktu kami saling menggoda di dalam mobil menuju Puncak. I will always remember his signature smile yang malu-malu itu.

God, is he the one? Dalam hati gue terus bertanya. Jangan buat gue jatuh cinta dulu pada pria ini ya Tuhan. Masih banyak misteri pada dirinya. Intuisi wanita gue enggak bisa diabaikan.

***

Kira-kira jam 11.30 malam, dia mengantar gue pulang. Gue sempat bertanya padanya “Kita akan ketemu lagi, nggak?”

Dia menegaskan iya, dia akan sempetin bertemu gue di sela kesibukannya. Saat itu sebuah peraasan aneh muncul di perut gue.

I can’t tell the difference between the butterflies in my stomach and the pain that I think I’m going to get hurt again.

Tiba-tiba gue insecure akan kehilangan dia. Bagaimana kalau malam ini adalah pertemuan kami yang terakhir?

Gue melangkah masuk ke kamar kos gue sambil terus membuang pikiran jelek gue. Baru saja sampai kamar dan berganti pakaian, tau-tau dia telpon.

“Kenapa, Dutt? Nyasar ya?”

“Temenin aku ngobrol dong sampai aku nyampe rumah. Sepi nih.”

AAAAAK! JOGET-JOGET!!

Di percakapan telpon malam itu dia kembali menceritakan rahasia hidupnya yang membuat gue semakin appreciate dia. Dia ternyata diangkat anak juga sama Ortunya di Jogja. Ortu kandung masih ada di Kebumen. Itu mengapa dia melakukan hal yang sama karena dia merasa hidupnya jadi beruntung setelah dipungut keluarga lain. Jadi dia murni ingin berbagi dengan anak kecil yang susah.

Isn’t he sweet?

The moment we said goodbye that night, yang sama-sama agak enggan mengakhiri telpon, membuat gue jadi yakin bahwa cerita gue sama dia akan berlanjut lebih dari pertemanan.

He is my too good to be true. My prince. My destin-der. My tinder fella.

I was happy at the moment. But I was afraid, because every time I was too happy…something bad happened.

Benar saja. Tiga hari kemudian, tepatnya Sabtu malam gue menerima telpon dari seorang cewek.

Cewek itu mengaku istrinya.

JEGERRRRR.

Lutut gue lemas. INI KENAPA HIDUP GUE KAYAK SINETRON GINIII???!!!

Gue bingung dan segera menghubungi Denny yang enggak aktif dong ya HP-nya. Pusing lah gue. Gue mulai mengingat-ingat setiap cerita yang pernah disampaikan Denny.

“Mia, kamu sih komen di FB aku. Nanti jadi ketauan mantan aku. Kamu enggak sadar kan kalau kamu tuh lagi dipantau. Kamu jaga-jaga aja suatu waktu diganggu dia.”

Saat itu gue enggak terlalu peduli sih. Ah masa bisa segitunya dapat info tentang gue?

Dan gue jadi kepikiran apa iya benaran nih mantan pacarnya yang neror? Aduh si Denny enggak bisa dihubungin semalaman. Gue enggak bisa tidur ya Tuhan iki piye??? Banyak pertanyaan yang enggak bisa juga terjawab sampai gue ketiduran. Dari mana mantannya bisa dapat nomor gue? Kalau dia sampai begitu berarti ada sesuatu yang berarti di antara mereka. Apa? Kalau memang mantan, kenapa sekarang enggak ada kabar dari Denny? Jangan-jangan memang beneran istri?

Gue berasa jadi Cameron Diaz di The Other Woman ketika pertama kali tau cowok yang dikencaninya sudah beristri. Bingung dan marah.

Shit! Now I’m the other woman???

Untung saja akhirnya Minggu pagi ada kabar juga dari si Denny, yang langsung bercerita kalau cewek itu adalah mantannya yang kembali mengganggu. Menurut Denny, mantannya yang sakit ini masih berusaha menggagalkan setiap Denny mulai dekat dengan cewek. Ini sudah kali ke-empat dan Denny mulai capek menghadapi mantannya ini.

Menurutnya, si cewek datang ke bengkel dan merebut HP-nya jadi dia bisa baca What’s App kami. Dari situ juga si cewek dapat nomor gue.

Aneh sih. Masa iya segitunya? Tapi apa hak gue untuk enggak percaya juga. Toh kami masih berteman. Tapi gue penasaran banget dan feeling gue mengatakan ada yang ditutupi oleh Denny.

Denny bilang dia enggak mau menyusahkan gue dan mau lindungi gue dari mantannya yang sakit jiwa itu. Awalnya dia minta maaf dan bilang kalau lebih baik kami saling menjauh saja. Dia kasihan sama gue yang kena apesnya. Ya masa kami selesai begini saja, gue enggak mau lah. Lalu akhirnya dia minta komunikasi kami sementara jangan intens dulu, apalagi ketemuan. Sebagai cara meyakinkan gue, Denny juga mengirimkan isi sms mantannya yang menyumpah-nyumpah dan meminta gue dan Denny enggak berhubungan lagi.

Menurut gue Denny kurang tegas. Harusnya dia bisa menyelesaikan masalahnya dulu sebelum kembali berhubungan sama gue. Gue mencoba yakinkan Denny kalau gue enggak akan ninggalin dia. Gue mau kok jalanin sama dia. (Berasa ada backsound lagu ‘walau badai menghadang….’)

“Aku enggak rela kalau kita bubar cuma karena mantan kamu yang enggak penting. Kalau kita enggak jadi karena enggak cocok malah lebih fair. At least kita berdua sudah berusaha.”

“Kamu kuat? Kalau dia ganggu kamu lagi gimana?” tanyanya.

Senin malam setelah kejadian gue dilabrak mantannya, melalui telepon kami sepakat kalau hubungan kami akan baik-baik saja. Itu mampu membuat gue tenang sih.

“Den, kalau nanti kita jadian…”

“Mudah-mudahan..” Potongnya.

“Dengerin aku duluuuu. Maksud aku, kalau nanti kita jadian kamu harus bisa bikin mantan kamu enggak ganggu aku lagi dong.”

Denny hanya diam.

Diam yang enggak pernah gue duga kalau dia akan diam seterusnya. Tak ada kabar dari Denny keesokan harinya. Mendadak Denny menghilang.

Semua pesan gue enggak terbalas, belasan telpon gue pun enggak dijawab. Setelah sekian lama gue kembali merasakan spaneng karena hal ini. Berjuta pertanyaan muncul di otak gue. Ada apa ini? Denny kemana?

Sore harinya gue sadar dia sudah men-delete Path dan FB gue, bahkan nomor gue juga di-block dari What’s App-nya. Gue putuskan menyelidiki langsung ke bengkelnya. Man, jiwa auditor gue terpanggil. Gue langsung ajak tukang ojek langganan gue dan menuju ke Cipete.

Alhamdulillah ya gue enggak sulit menemukan bengkel mobil di daerah Cipete yang enggak jauh dari Kemang Village. Gue langsung masuk ke kantornya tapi sangat disayangkan Pak Denny sudah pulang.

Bengkel ini lah kuncinya. Hasil ngobrol-ngobrol dengan beberapa karyawannya, gue malah dapat banyak fakta mengejutkan tentang Denny atau yang punya nama samaran Azka.

DAMN!

Jadi benar dong itu istrinya? Gue anggap benar dengan kaburnya Denny ini. Meski orang bengkel enggak tau pasti apakah Pak Denny sudah menikah apa belum. Tapi mereka juga enggak mengenali foto mantan Denny yang gue tunjukan. Padahal kan menurut Denny, karyawan bengkelnya kenal baik sang mantan yang dipanggil ‘Ibu bos’. Another bullshit.

Entah mana yang benar yang jelas, Denny ini sudah gue cap pembohong. He made up story about his life. Segera gue mengetikkan pesan via What’s App dari nomor gue yang lain kalau gue sudah tau semuanya dan bahwa dia pembohong. Dia langsung block gue.

Well, not to mention he’s also a coward.

Kabur, man. Kabur!

Kayak rekaman yang langsung muncul di ingatan gue betapa manisnya sikap dia selama ini ke gue..dan itu palsu. Syukurlah gue masih dilindungi, belum sampai jauh sama Denny dan terbongkar sudah kebohongannya. Bau busuk cepat atau lambat memang akan tercium juga. Dia membuktikan dirinya yang sebenarnya. Gue sudah dipermainkan mentah-mentah olehnya.

He was selling me dreams but then delivering me a nightmare.

Gue jadi ingat salah satu pembahasan kami dulu di telpon. Dia minta pendapat gue untuk berhenti dari komunitas Mercy dan akan ganti nomor lalu menghilang. Gue dengan polosnya melarang dia melakukan hal itu. “Jangan ah, Den. Jangan pernah menciptakan kesan tidak baik pada siapapun.”

Harusnya di situ gue sadar, kalau Denny ini memang tipe cowok yang lebih memilih kabur dari masalah.

Bagaimanapun juga, gue masih beruntung daripada isterinya sih. Semoga dia sabar punya suami buaya.

Kejadian ini bikin gue berani menyimpulkan enggak ada deh cowok yang emang normal dan benar main Tinder. Rata-rata cowok iseng semua di situ. Rata-rata lho ya.

Semoga dia baca tulisan ini karena dia harus tau, gue cewek yang punya harga diri. Gue memang sedang butuh kasih sayang tapi bukan berarti bisa dimanfaatin cowok seenaknya.

Bukan kekayaan yang bisa buat gue impressed, bukan mobil mewah yang dapat membuat gue jatuh cinta. Dulu bahkan gue mampu sayang pada pegawai pabrik yang hanya memakai motor bebek. Tapi kesederhanaan yang dapat memenangkan hati gue. Gue pikir dia begitu penuh kesederhanaan yang akan menghargai wanita seperti ucapannya selama ini. Tapi nyatanya…satu lagi pria brengsek yang singgah di hidup gue.

Dear Denny, semoga kamu senang tulisan tentang kamu sudah beredar luas dan dibaca banyak orang. Ini kan yang kamu mau?

Kamu memang memiliki kaki yang utuh, tapi hati kamu kemana? Sadar Den, tobat. You better save your drama, for your karma.

 

 

 

 

 

 

 

Pelajaran besar buat hidup gue dan semoga bisa berguna untuk orang lain juga. When you meet someone that is too good to be true, maybe he isn’t real…

Teman-teman, gue share tulisan ini dengan tujuan enggak ada lagi yang terjebak dengan cowok-cowok iseng di luar sana. Mereka bahkan mampu membentuk dirinya terlihat sempurna, tapi justru yang seperti itu lah yang patut dicurigai. Hati-hati juga kalau kenal lewat apapun itu atau bahkan dikenalin dengan cowok bernama palsu Azka.

Good luck untuk para Tinderella yang masih mencari pangerannya. Kalau gue sih sudah uninstall Tinder, for a better life.

P.S Benar juga ya kata penutup video College Humor tentang Tinderella…they’re finally happy because they never spoke again 😀

 

Tinderella Story: Mr. (swipe) Right – Part Two

Pict from sillymollymandy.com
Pict from sillymollymandy.com

I’m ready to love a stranger in some strange way..

Cerita sebelumnya: Seorang cewek naif mencoba peruntungannya mendapatkan pasangan serius di aplikasi sosmed Tinder (baca part one di sini)

Azka. Atau Denny– dia minta gue panggil dengan nama Denny, selalu menekankan kalau gue enggak perlu minta banget untuk ketemuan. Katanya better kami nikmati saja dulu masa-masa ini. Gue pun nurut. Kalau sudah ketemuan memang rawan sih. Kemungkinan terbesar adalah salah satu pihak kecewa dengan fisik atau kepribadian yang lain, sehingga hubungan pun malah akan berakhir. Kami berdua sama-sama mengkhawatirkan hal itu.

Katakanlah gue beruntung, salah seorang sahabat gue ternyata punya teman anak Mercy juga yang kebetulan mutual friends dengan Denny di Path. Gue cukup butuh dua info sebelum melanjutkan hubungan dengan Denny.

  1. Single
  2. Baik-baik

Dari sang informan itu gue jadi cukup yakin untuk lanjut sama Denny. Yang penting bukan laki orang dan bukan penjahat kelamin. #PENTING

Cuma berselang dari seminggu setelah kami telponan, di tengah chat kami yang enggak jelas tiba-tiba dia mengajak gue bertemu. Dia minta ditemani pergi ke Puncak, makan sate kambing langganannya.

Buset.

Jelas lah gue curiga dia punya maksud yang enggak benar dengan membawa cewek ke Puncak di pertemuan pertama. Tapi gue penasaran dan enggak mau kehilangan moment ini, takutnya susah lagi dia ajak gue ketemuan.

Bermodalkan omongan sang informan, gue mengiyakan ajakannya.

Jumat 14 November 2014. Gue enggak akan pernah lupa seumur hidup gue, jumat malam itu mungkin salah satu a perfect first date yang pernah gue alami. Bukan nonton plus makan malam romantis, tapi makan di restoran sederhana di daerah Puncak. Entah kenapa enggak ada sedikitpun rasa takut untuk pergi bersamanya. Gue malah merasa aman.

Jam 9 malam dia menunggu gue di parkiran Setia Budi One, lokasi terdekat dari kos gue. Begitu sudah di lobi, gue memberitahukannya dan enggak lama setelahnya sebuah Outlander silver melaju dan berhenti di depan gue berdiri.

Segera gue masuk ke dalam mobilnya yang disambut dengan tangannya yang menjabat gue.

“Azka.”

“Mia.”

Lalu kami berdua terdiam sepersekian detik sebelum akhirnya saling tersenyum. Kesan pertama setelah berkenalan, dia manis dan ramah. Bagusnya kami berdua sama sekali enggak saling canggung dan bisa asik ngobrol di sepanjang jalan yang macet.

“Kamu enggak mikir kalau aku cewek gampangan karena mau diajak ke Puncak kan?” tanya gue saat itu.

“Kok kamu mikirnya begitu?”

Lalu dia meyakinkan gue kalau enggak ada maksud apa-apa selain murni kepingin ditemani makan makanan favoritnya.

“Lagian kalau yang deket-deket masa habis makan trus pulang gitu aja? Kan aku mau ngobrol lama sama kamu.”

Aeh matek. Pinter banget nih cowok ngerayu.

You know what, nge-date sama cowok bertanggung jawab itu memang sangat menyenangkan ya. Satu hal yang gue perhatikan dari Denny ini ketika gue menolak makan tengah malam karena harus diet, dia paksa gue makan karena enggak mau gue sakit.

“Mau aku suapin?”Gue menolak dan langsung menggeleng yang kemudian diikuti dengan rasa menyesal. Hehe.

Gue merasa justru dia enggak lebay. Justru dia emang care banget sama gue. Ya kan? Ya kan?

Lima jam bersamanya malam itu malah membuat gue merasa enggak percaya dengan apa yang sedang gue hadapi. Sambil mendengar alunan lagu Glory of Love-nya Peter Cetera yang diputar di mobil dia, gue melamun…

Oh God…he’s just too good to be true.

Dia pengusaha sukses, menarik, baik, sopan, dan bertanggung jawab. Dia bahkan bilang suka dengan cewek gendut kayak gue. Karena biasanya cewek gendut itu punya kasih sayang yang besar. Oh itu sih sudah enggak perlu diraguin lagi :p

Oke gue harus meyakinkan diri sendiri kalau dia hanya gombal dan enggak serius. Cowok seperti dia enggak perlu takut jomblo, banyak lah pasti yang ngejar. Kira-kira apa ya intensi dia ke gue? Baiklah gue ikutin saja permainan dia sampai dimana.

Di perjalanan gue juga banyak bercerita tentang kisah cinta sebelumnya. Ketika dia bercerita tentang mantan yang enggan dia sebut namanya, gue masih bisa melihat rasa sakit yang tertinggal di matanya. Mereka berpisah dalam keadaan masih saling cinta, tapi kedua keluarga tidak merestui. Enggak terlalu detil yang dia ceritakan, curang sih karena dia kan malah sudah tau tentang kisah gue dari blog. Tapi gue bilang sama dia kalau gue enggak peduli masa lalu dia seperti apa. Dia pun menenangkan gue kalau saat ini sang mantan sudah menikah, enggak perlu khawatir katanya.

Malam itu gue sempat terdiam beberapa saat dan enggak fokus pada obrolannya. Dia enggak pernah tau apa yang gue pikirkan. Dia enggak tau kalau gue sedang bertanya-tanya dalam hati mungkinkah dia adalah jawaban dari doa gue selama ini?

Gue memang pernah meminta pada Tuhan untuk dikirimkan pria yang pernah patah hati sehingga dia sudah tau rasanya dan enggak akan menyakiti gue. Gue juga pernah meminta ingin mencintai orang asing yang baru saja masuk ke hidup gue, jadi dia lebih bisa menerima masa lalu gue.

And people said when you know that you may find the one, you will just know..

Ketika tadi setelah kami bersalaman gue mendengarkan suara cadelnya yang ketukar melafalkan huruf ’r’ dan ‘l’ seperti, “Aku tadi dali bengker.”

Ya ampun lucu banget sih. Gemez. Gue langsung mengkoreksinya dengan, “Dari bengkel kali..bukan dali bengker.”

Dia langsung tersenyum dan mencolek tangan gue. “Kamu tuh seneng banget ya goda-godain aku.”

And suddenly I just know, that I want this silly conversation for the rest of my life.

Ah shit, terlalu cepat gue mikir ini. He’s just a stranger out of no where ya, Miii. Bisa saja dia itu sebenarnya serial killer, kan.

But look at this guy sitting beside me. Dia persis sepeti apa yang gue minta selama ini. Bukan pria keren atau punya materi melimpah, cukup dia yang mampu menerima gue apa adanya. Tapi si Denny ini punya materi yang enggak sedikit juga, terlihat dari mobil mewah yang dikendarainya dan cerita dia mengenai harta bahkan hutangnya.

Oke, gue mulai takut. Gue berasa upik abu beneran yang ketemu Pangeran. Well hey, is it possible that the tinderella has just found her destin-der? Mendadak gue pun ingin minta bantuan Doraemon untuk lihat foto masa depan gue dengan Denny.

😀

Tiba-tiba suara cadelnya memecahkan lamunan gue, “Kamu enggak mau ya kalau ketemu aku lagi? Capek ya?”

“Hah? Apa? Kuping aku dengung jadi enggak gitu dengar.” Emang bener sih, abis turun dari Puncak jadi dengung.

“Kamu mau nggak ketemu aku lagi? Karena aku nggak bisa sekali ketemu terus suka, butuh proses..”

Dalam hati bersorak “HORAAAAAYYYY”. Tapi muka tetap cool dong. “Yaudah, berikutnya nonton yuk.” ajak gue yang dilangsung diiyakan olehnya.

Kesimpulan dari pertemuan pertama tadi, kami berdua sepakat untuk melanjutkan hubungan ini dari teman, kalau berjodoh itu lah nilai plus-nya. Ya tetap saja gue takut malah dia yang enggak sreg sama gue. Bagaimana komunikasi dia ke gue paska pertemuan pertama akan jadi pembuktian.

Dan setelah dia antar gue ke kos jam 2 pagi, begitu sampai rumah dia langsung mengirimkan What’s App yang isinya mengabari kalau sudah sampai. Gue sendiri malah langsung terlelap. Hahahaha -___-“

***

Berarti Tinder enggak jelek dong ya??? Gue beruntung dong dapat yang benar di Tinder??

Keesokan harinya pun kami masih berkomunikasi dengan baik, itu yang bikin gue semakin menikmati hubungan ini. Sampai akhirnya….gue menemukan Facebook-nya.

Di sinilah drama di mulai. JENGJENG.

Hasil kepo semalaman, gue menemukan satu foto yang membuat gue shock. Dia bersama anak kecil dan komen yang bisa gue baca di situ mengarahkan kalau anak itu adalah anaknya! CRAP! Gila gue enggak bisa tidur karena kepikiran terus. Gue enggak mau punya hubungan dengan suami orang!

Keesokan harinya gue pun segera minta penjelasan, dia agak marah karena menurutnya gue adalah orang baru yang belum saatnya diceritakan hal pribadi. Gue tetap mempertahankan pendapat gue kalau enggak mau berteman dengan suami orang. Apalagi sudah sayang-sayangan. Oh. Please.

Syukurlah dugaan gue enggak terbukti, anak itu menurut dia adalah anak yang dia angkat dari salah satu RS karena kasihan dan dirawatnya dari umur 3 bulan sampai sekarang usianya hampir 4 tahun. Dia berjanji akan menunjukkan bukti adopsinya kelak bertemu gue lagi. Hmmmmm. Menurut lo gue akan percaya?

Gue akan pura-pura percaya sampai terus menggali bukti kebenarannya. Tapi kalau memang dia jujur, gue malah semakin kagum dengan kemuliaan hatinya. Lewat video call, anaknya pun kemudian diperkenalkan pada gue. Sayangnya Elvaro, nama anak itu, malu-malu dan enggak mau ngomong.

Andai kata anak kandung pun ya gue gak masalah, asal status dia saat ini single. Misal pernah menikah pun juga enggak apa-apa buat gue. Jujur gue lega sih kalau memang benar itu anak angkatnya, yang kini tinggal di Jogja bersama orang tuanya Denny.

Setelah kejadian gue menemukan FB dan kisah dramatis tentang anaknya, hubungan kami malah tambah intens. Dia bisa tiba-tiba telpon gue dan kami mengobrol lama. Dia bahkan mengajak gue berandai-andai “Kalau kita menikah nanti…”

Wajar enggak sih kalau gue jadi N to the G to the A to the R to the E to the P. NGAREP!?

Apalagi dia juga punya panggilan khusus ke gue yang sayangnya ngeselin banget. DIA MANGGIL GUE NDUTT. SIAL (tapi senang kaaan :3)

tinder 14

Gue balas saja memanggil dia Dendut.

Setiap ada pesan masuk dari dia yang memanggil gue ‘ndutt’ malah mampu membuat gue senang. Iya, gue tersenyum lagi setelah sekian lama 🙂

Rasanya gue pingin nyanyi banget…

I choose you as my man and you take me as I am… Can’t believe you take me as I am…

Choose him? Really? Kadang gue masih bertanya-tanya dalam Doa gue.

Dia tuh sebenarnya tidak memenuhi syarat yang pernah gue tetapkan untuk jadi suami. Gue dulu pernah berharap laki gue nanti bekerja di bidang yang sama supaya ngobrolnya nyambung. Dia juga harus punya pendidikan lebih tinggi dari gue karena gue suka cowok pintar. Tetang gue yang maniak traveling, maka gue juga mau suami gue nanti punya hobi yang sama.

Kenyataannya dia adalah orang bengkel yang lulusan SMA dan dia takut naik pesawat! Beda dunia dan beda hobi.

And I just realized, when I’m with him..I’m breaking my own rules.  Yes, we’re two of kind and forever we will always be combined.

Kenapa gue jadi yakin buat lanjut menjalani hubungan sama dia karena selain dia menerima gue apa adanya, he also has turned me into the best version of myself, terutama dalam hal beribadah.

Not to mention, gue juga jadi benar-benar lupa sama yang lama! Yey gue totally move on and so ready to move in.

Ealah tapi dianya suka juga enggak nih sama gue? Taunya gue cuma GeEr lagi. Hadeuh. Apalagi sebulan setelah ketemuan pertama kami berdua belum juga sempat ketemuan lagi. Dia yang too good to be true dan gue yang too naïve to perceive malah bikin gue jadi galau lagi kan…

Gimana kelanjutan gue sama si Denmas ini, bersambung ke part 3 ya gaes. Promise you that the story will be more tinderesting 😀

Tinderella Story: Mr. (swipe) Right – Part One

Before reading this story, please watch this video by College Humor: Tinderella, A Modern Fairy Tale.

You may not find Mr. Right, but you can always find Mr. Swipe Right.

Apa? Swipe right? Maksudnya? Yang main Tinder pasti ngerti.

Pict from storyofmylifecards.com
Pict from storyofmylifecards.com

Tinder adalah aplikasi di smart phone yang khusus dirancang untuk pemakainya menemukan teman baru. Cara mainnya dengan memilih foto lawan jenis sesuai kriteria jarak dan usia. Kalau suka tinggal swipe right, kalau enggak tertarik ya swipe left. As simple as that. Jika sama-sama suka, artinya ‘match’. Kalau sudah begitu boleh deh pasangan tersebut untuk chat di menu yang tersedia pada aplikasi tersebut.

Pict from huntnewsnu.com
Pict from huntnewsnu.com

Tujuan awalnya memang mulia sih ya, menambah teman. Tapi kalau dasar untuk berteman yang dipilih adalah fotonya, disinilah menurut gue agak klise. Berarti ada ketertarikan di antara keduanya untuk jadi lebih dari teman.

Benar saja, ada artikel bagus tentang penelitian terhadap penggunaan Tinder di berbagai negara berikut ini: Tinder Fuels Indonesia’s Digital Sexual Revolution (http://thejakartaglobe.beritasatu.com/blogs/tinder-fuels-indonesias-digital-sexual-revolution/)

Ternyata, memang tujuan seseorang memasang Tinder tidak hanya mencari teman, melainkan mencari ‘teman’. Iya ‘teman’ atau kerennya ‘friends with benefit’ atau ‘teman tapi mesra’. When expectation becomes sexpectation. Tidak terkecuali di Indonesia, bahkan berdasarkan artikel tersebut di Jakarta termasuk kategori paling haus hasrat sexual.

:s

Tapi bukan berarti semua pengguna Tinder begitu kok, sebagian kecil masih naif berharap dari Tinder dapat bertemu pacar bahkan berjodoh. Salah satunya ya gue. Pffft.

I was a tinder-ella who’s desperately in searching for tinder-fella.

How silly I was, pernah suatu ketika secara enggak sengaja swipe left foto cowok keren dan gue merasa ‘Damn! He might be my soulmate but now he’s gone..’

😀

Baiklah. Di tulisan kali ini gue mau blak-blakan bercerita tentang pengalaman gue di Tinder. Kiddo, this is the story of how I met my Mr. Swipe Right.

***

Pengenalan gue dengan Tinder diawali dengan cerita salah satu sahabat gue yang baru saja mendapatkan gebetan via aplikasi dating tersebut. Lalu dia menyarankan supaya gue ikutan juga. Ya sekalian saja buat pengalihan karena gue baru patah hati (LAGI) karena hubungan enggak jelas gue sama si ‘mantan jadi sahabat’ (yang ngikutin kisah gue pasti tau) akhirnya kandas juga. Dengan keyakinan untuk fucking move on again and again, gue install deh si Tinder di Iphone gue.

Gue dapat beberapa ‘match’ tetapi dari hasil chat kami banyak yang enggak gue terusin karena jauh dari asik dan ada yang langsung nyerempet ke ‘sex’. Oke tapi gue masih berpikir positif (apa naïf?), palingan cuma dikit lah yang tujuannya sex. So, gue lanjutin sampai akhirnya dapat juga 2 cowok yang lumayan enak diajak ngobrol. Dan dua-duanya minta pindah ke What’s app.

Dari dua cowok itu, segera saja salah satunya tereliminasi karena baru dua hari chat, arahnya–ujung-ujungnya– ke sex juga. Jadilah tinggal satu cowok yang bertahan. Nama profil Tinder-nya Azka. 31 tahun. Jakarta.

I found him tinder-esting.

Ada yang menarik dari Azka. Dia dengan jujurnya bilang kalau dia dari kampung (tepatnya Kebumen) yang mencari nafkah di Jakarta dengan usaha bengkel. Bahkan dia tidak malu mengakui bahwa dia hanya lulusan SMA. Awalnya gue sempet waduh-waduh nih. Ya jujur lah hari gini kadang milih jodoh kan kayak milih karyawan. Ada syarat minimal berpendidikan tinggi dan enggak cuma di bangku SMA. Gue sendiri ragu sebenarnya, kira-kira kami berdua bisa nyambung apa enggak ya. Ada ego muncul kalau gue lulusan S1 FEUI yang punya slogan sombong paling sial jadi Menteri lalu malah berjodoh sama cowok lulusan SMA.

So what?

Kok gue jadi merendahkan orang gini? And who I am to judge? Miii ini masih temenan Miiii. You’re not expecting to meet someone online and marry him, right? Gue mengingatkan diri sendiri. Ya maklum, dari awal kan tujuan gue main Tinder untuk dapet destin-der, eh, destiny. Akhirnya gue putuskan untuk tetap mencoba berteman sama Azka apapun latar belakangnya. Karena above all, kejujuran dia lebih penting kan.

“Kamu kerja apa, Mia?” tanyanya.

Gue pun karena enggak punya tujuan main-main ya cerita apa adanya kalau gue kerja kantoran sebagai auditor, yang langsung ditanggapi dengan.. “Oo.. Kamu orang hebat dong.”

Duh. Semoga dia enggak tinder, eh, minder.

Seharian chat via Tinder, dia mulai ajak gue pindah ke What’s app.

“Mirip ya nomor hp kita..” lalu dia terkekeh yang gue tangkap sebagai sinyal ‘kayaknya kita jodoh nih’. Shit! Gue mulai ketinderan.

Di luar dugaan gaya bicaranya yang sederhana dan dia yang mau mendengarkan ocehan malah bikin gue mau nanggapin chatting-an dia. Setelah beberapa hari bahkan dia niat banget baca blog gue ini hanya untuk cari tau tentang gue. Di situ gue jadi makin suka sama dia. Tapi kemudian dia menghilang. What’s app-nya enggak aktif lagi sampai akhirnya gue lupa sama dia.

He’s probably my soulmate and now he’s gone…forever.

Keep trying enggak ya cari cowok lagi di Tinder? Tapi kok malas ya. Toh kebetulan kerjaan gue lagi banyak dan sering dinas, gue ikut lupa deh sama Tinder.

But he’s back!!!!

Sebulan kemudian, tiba-tiba Azka menghubungi gue lagi. Katanya waktu itu HP dia hilang dan dia akhirnya berhasil menemukan nomor gue lagi di aplikasi Tinder. Jujur, gue suka dengan usaha dia yang masih mau mencari gue. Gue cewek gitu, semua cewek kan suka kalau diusahakan. Mungkin kalau gue jadi dia.. hilang yasudah, tinggal cari yang lain.

Tapi karena gue lagi galau dan kangen sama yang lama, ya kan manusiawi ya kalau rasa sedih itu muncul lagi. Gimanapun juga gue emang belum bisa 100% lupain yang lama. Jadi gue ogah-ogahan balas chat Azka. Cuma bertahan 2 hari lalu dia pun berhenti menghubungi gue.

Yasudah. Mungkin memang bukan dia makanya gue pun setengah hati. Saat itu gue sedang di titik lagi senang-senangnya sendiri. Belum mau share kehidupan pribadi gue sama orang lain.

Lalu entah apa yang membuat gue di suatu malam sebulan kemudian, mungkin sedang bosan dan mulai oprak-aprik aplikasi sosmed Path. Exactly foto dia muncul di daftar recommended people to be friend with, tapi kok namanya Denny?

Gue pun iseng mengirimkan pesan What’s app padanya. Gue menemukan Path dia dan niat gue What’s app untuk minta ijin add plus basa-basi menanyakan kabar. Dia menjelaskan ternyata Denny atau Denmas itu nama panggilan oleh teman-teman dia. Hmmm. Oh. Gue enggak ambil pusing deh masalah nama. Gue pun enggak berniat ngobrol lama sama dia karena baru saja sampai di KL untuk liburan. Tapi kemudian dia mengirimkan pesan ini…

“Aku suka foto Line kamu, kamu sexy sekali…”

Duh. Aduuuuhhhh. Bingung gue menanggapinya. Tapi siapa sih cewek yang enggak suka dipuji?

Setelah itu, hubungan kami malah berkembang. Chat kami semakin intens sampai hampir dua minggu, tak jarang kami pun akhirnya saling mengirimkan sexy messages. Memang sih cukup aneh mengingat baru saja kenal via online tapi dia sudah manggil gue sayang dan bahkan mengirimkan ‘kiss‘.

tinder 5

Ya gue tau itu enggak serius, di pikiran gue dia juga pasti begitu ke beberapa kenalan cewek lain dari Tinder dong. Intinya saat itu gue cuma berpikir, yasudahlah jabanin saja siapa tau bisa jadi teman dan sukur-sukur jodoh (teteuuuup ya ke jodoh :p).

Have I mention that I was a tinder-ella who’s desperately in searching for tinder-fella? Wajar dong ya. Apalagi kalau dapat pesan seperti ini.

tinder 4

But at that time I keep telling my self that he was joking. Yeah pinter banget ngajak bercanda beginian ke cewek yang sudah berumur dan menanti jodoh.

Tapi kemudian komunikasi kami meningkat ke jenjang telepon.

Di telepon itu lah kami mulai berbicara dengan serius. Kami saling bercerita tentang masa lalu, keluarga, kegiatan, hobi, bahkan pandangan ke depan mengenai berkeluarga. Dunia dia benar-benar jauh dari gue. Dia mengaku pengusaha bengkel dan cuci mobil di daerah Cipete. Kerjaan sehari-hari ya mengotak-atik mobil dengan tangan belepotan oli, sedangkan gue berpenampilan rapi karena harus bertemu klien dan berkutat dengan dokumen. Dia juga hobi banget beli mobil Mercy sampai tergabung di club Mercy 202. Waw! Ternyata dibalik kejujuran dan kesederhanaan dia yang cuma lulusan SMA, dia adalah pengusaha muda yang sukses. Dia terpaksa menghentikan pendidikannya untuk fokus usahanya ini. Dia juga cerita pertama kali bagaimana mencari uang sendiri untuk mendapatkan sepeda impiannya.

“Sampai saat ini, sepeda itu aku gantung di rumah untuk pengingat kerja kerasku dulu.”

Yah, gue mulai impressed nih sama dia.

Oh iya. Katanya dia main Tinder juga disuruh sahabatnya. Siapa tau nemu jodoh. Begitu saran sahabatnya itu.

Tapi gue masih bingung sih, harusnya enggak sulit buat dia dapat cewek. Anak Mercy gitu lochhhh! Tapi kata dia, dia rada minder kalau hadepin cewek. Itu kenapa teman dia lakik semua. Ah masa sih??!

Dari telponan pertama kali itu, satu hal yang gue simpulkan dari dia adalah cowok yang mempunyai niat untuk komitmen serius. Dan sepertinya..gue mulai terbuai dengan ucapan dia yang bilang ingin menikmati proses dengan gue pelan-pelan dari teman. “Enggak ada sedikitpun niatan aku yang enggak baik ke kamu.” tekannya. Dia juga bilang biasanya easy come easy go, dan dia enggak mau itu terjadi di gue. Iye deh masnyeee…

Naluri cewek yang merangkap auditor jelas gue enggak bisa percaya kata-kata orang. Tapi gue akan pura-pura bego untuk menggali lebih lanjut tentang orang tersebut. Ya begitulah gue. Hehe.

Entahlah memang gombal sih, dia juga bilang enggak melihat fisik gue karena yang dia cari dari perempuan adalah kecerdasan untuk mendidik anak-anaknya kelak. Gue sendiri heran dia mau begitu terbuka sama gue tentang hidupnya dan gue pun mempertanyakan itu ke dia. Dan jawaban dia sungguh bikin hati gue ikutan tersenyum saat itu, “Enggak tau, sama kamu aja aku mau terbuka. Sama kenalan di Tinder lain sih enggak.”

Baeklah. Tapi ini sih malah makin kayak warning buat gue untuk enggak percaya bulet-bulet sama dia.

Minggu berikutnya di tengah sexy(or dirty?) messages kami yang hampir tiap hari itu, dia tiba-tiba mengajak gue bertemu dengan satu syarat, jangan pernah menyesal setelahnya. Dia meminta gue untuk enggak menilai dia dari fisik. Ya ampun, cuma cowok idiot atau alien kali yang begitu.

Kok belum ketemu saja gue sudah suka dan gue punya keyakinan dia lah orang yang tepat untuk gue selama ini. Aaaak, gue mendadak jadi naïf banget.

“Mia, kalau kamu nanti ketemu aku lihat aku enggak punya kaki…ya kamu harus terima.” Begitu ucapannya yang bikin gue ngerasa nyesss.

Well I don’t mind dating the one without leg, since I’ve dated the one without heart before…

Jumat, 14 November 2014 akhirnya gue bertemu langsung sang Mr. Swipe Right. How was the detail of the meeting and what happened after, I’ll write in the second part of the story ya gaes hehe.

A Hopeless Romantic Traveler: Little Things That Matter

Kebanyakan cewek tuh kalau traveling sehari atau seminggu bawaannya ya sama banyaknya. Sama rempongnya! Ya kan? Ngaku deh.

Kalau baju, sepatu atau tas yang memenuhi koper sih dimaklumi. Nah masalahnya, perintilan cewek tuh bisa makan tempat satu koper sendiri. Gue lah contohnya, tiap bepergian enggak pernah tuh bisa bawa satu koper ukuran kecil. Padahal mungkin perginya cuma dua hari.

Sepertinya barang-barang toiletris gue akan pindah ke dalam koper. Mana kan botolnya segede-gede gaban. Hal ini bikin traveling gue enggak praktis, karena tas yang keberatan barang-barang yang enggak mungkin gue tinggal.

Mengingat pentingnya barang kewanitaan, membuat gue merasa wajib bin kudu mengumpulkan barang-barang tersebut dalam ukuran kecil atau disebut ‘travel size’. Kalau misalnya sulit mendapatkannya, bisa juga dengan membeli botol kecil khusus untuk travel yang banyak dijual di supermarket atau toko pernak-pernik di mall. Pindahkan sampo dan sabun dan apa saja yang dibutuhkan sehari-hari ke dalam tuh botol.

Alhasil, gue bisa meminimalkan dari yang tadinya memakan tempat hapir setengah koper, menjadi satu pouch saja.

Taraaaa…..

photo 1

Bagi cewek-cewek yang serempong gue di luar sana, nah ini gue mau berbagi tips bawaan apa saja yang diperlukan ketika traveling, tapi tetap ringkas.

1. Shampoo + Conditioner 

Syukur-syukur kalau sampo yang biasa lo pake itu udah 2 in 1. Sayangnya sampo andalan gue masih terpisah sama conditioner-nya. Apalagi mengingat rambut gue yang susah banget nemu shampoo yang cocok, bikin gue enggak bisa sembarangan memakai shampoo. Jadilah kemana-mana selalu membawa dua botol kecil ini. Tiap nge-gym pun gue akan selalu gue bawa.

Kiehls Shampoo + Conditioner
Kiehls Shampoo + Conditioner

Selain itu, gue juga akan bawa dry shampoo yang sangat berguna banget waktu gue di Cappadoccia. Cuaca saat itu dinginnya mencapai minus 2 derajat celcius!!! Menurut lo gue mandi gitu di sana? Ya enggak laaah. Buset, buat pipis saja perjuangan banget, apalagi mandi dan sampoan! Kalau gue enggak keramas sehari saja, rambut gue akan mudah lepek karena saking tipisnya (ya nasib).

photo 2

Thanks to the invention of dry shampoo yang bisa menyelamatkan gue dari bebas lepek tanpa keramas selama 2 hari di Cappadoccia. Jadi kan foto-foto gue bisa bagus. Hehe.

2. Sabun

Selama masih bisa memanfaatkan sabun dari hotel, gunakan saja jadi enggak perlu bawa dari rumah. Buat apa mengkhawatirkan kulit toh kan traveling-nya enggak lama-lama. Begitu pulang tinggal spa dan scrub juga beres 😀

3. Sabun muka

Yang satu ini penting banget dan runyam kalau sampai ketinggalan. Kalau bisa punya travel size-nya biar ringan.

4. Pembersih muka

Sehari-hari paket pembersih wajah yang gue pakai selain cleansing soap adalah make up remover, milk cleanser, dan toner. Bok, enggak mungkin lah ya gue bawa tiga botol besar begitu. Nah, selama traveling gue enggak akan membawa ketiganya tapi cukup di-replace sama cleansing wipesCleansing wipes itu kayak tissue basah untuk muka, hanya saja lebih nampol buat bersihin muka. Bahkan bisa mengangkat sisa make up yang waterproof sekalipun. Praktis kan?

5. Lotion + Lip balm

Kalau traveling ke tempat yang punya musim dingin sih wajib membawa 2 barang ini supaya kulit enggak kering dan menghindari bibir pecah-pecah. Nanti lipstick-nya enggak oke di bibir 😦

6. Obat muka

Cewek yang berusia di akhir 20 sudah seharusnya merawat wajah, enggak terkecuali pada saat traveling. Bayangin aja, kalau pagi dan malam harus pakai serum yang beda. Jadi harus banget punya tube ukuran mini untuk membawa berbagai obat muka supaya enggak ribet.

7. Fragrance

Pingin selalu wangi tapi malas bawa botol parfum? Bawa miniatur-nya dong ah 😉

8. Feminine tissue

Wajib dibawa kalau traveling ke negara yang menganut ‘dry cleaning‘ kayak di Eropa. Mau cari ke mana juga enggak akan nemu air di toilet, so tissue ini adalah penolong.

9. Foot spray

Traveling adalah satu-satunya yang hal bikin gue mau jalan kaki berlama-lama, setiap hari. Kasihan banget kan kakinya kalau enggak dimanjain sehabis jalan jauh. Pakai foot spray deh supaya si kaki bisa refresh.

Itu tadi perintilan yang biasa gue bawa saat traveling. Biar kecil tapi penting banget, selevel di bawah passport dan uang lah 😀

Semoga bisa membantu kamu-kamu yang sedang mempersiapkan bawaan untuk liburan ya. Happy traveling!

Langkah Sole Mate

Soul mate. Belahan jiwa.

Banyak yang menganggap belahan jiwa itu ya pasangan hidup. Berjodoh. Yes it is, but for me, jodoh is not always in a romantic way.

Dalam hidup kita, ada beberapa orang yang akan kita temui dan dengan mudahnya ngerasa ‘klik’ begitu aja. Orang-orang yang bersamanya kita bisa nyaman banget, cocok, beda tapi bisa saling memahami. Dan mereka itu bukan berarti significant other. Ya bisa jadi teman, saudara kandung, sepupu, atau siapapun. Anyone you’ve ever been interested with.

Seperti ketika 20 cewek dengan latar belakang yang berbeda, tinggal di kota yang enggak sama juga, exactly no idea banget deh bisa akhirnya sampe dipersatukan lewat sebuah buku kumcer bertajuk Sole Mate.

Setelah bersama-sama menulis novel Trave(love)ing, gue dan Grahita yang biasa gue sapa Gelaph memutuskan untuk kembali berkolaborasi. Awalnya, kami mau membuat novel duet. Tapi sesuatu malah membawa kami membuat kumcer. Yep, it was a serendipity. Menginginkan sesuatu tapi end up-nya mendapatkan sesuatu lain tanpa terduga, dan malah kayaknya lebih suitable deh :3

Kejadiannya benar-benar enggak sengaja. Di sebuah mall, kaki kami tergerak memasuki toko sepatu yang dengan genitnya menggoda kami melalui tawaran diskon besar. Saat sedang memilih-milih sepatu itulah ide Sole Mate tercetus. Lengkapnya bisa dibaca di blog saputraroy.com yang pernah mewawancarai kami perihal awal mulanya Sole Mate digagas.

why women love shoes
Dibuat Oleh @dendiriandi

Mengumpulkan kisah-kisah yang menggunakan sepatu sebagai analogi sepertinya seru. Itulah mengapa diputuskan membuat kumcer yang didukung juga dengan lagi maraknya buku keroyokan. Lalu lewat blog kami berdua working-paper.com dibuatlah sayembara (ceileh) buat para cewek yang hobi nulis dan suka sepatu untuk ikutan.

Lalu SIMSALABIM! Datanglah wanita-wanita ini ke hidup gue. Apa itu namanya kalau bukan jodoh? Yang jelas, Tuhan punya maksud mempertemukan kami, yaitu agar kami bisa menuliskan rangkaian cerita yang terajut dalam benang merah sepatu.

Selain gue dan Gelaph, wanita-wanita hebat ini antara lain….

  1. Okke Sepatu Merah
  2. Connie Wong
  3. Stephany Josephine
  4. Yessy Muchtar
  5. Kiki Raihan
  6. Anggi Zoraya
  7. Ponti Karamina
  8. Ch Amalia Achmad
  9. Ch Evaliana
  10. Riesna Kurniati
  11. Cynthia Febrina
  12. Diar Trihastuti
  13. Lia Khairunnisa
  14. Annisa Fitrianda Putri
  15. Nadya A Moeda
  16. Fani Novaria
  17. Tia Setiawati, sebagai penulis puisi
  18. Fatima Alkaff, sebagai ilustrator

Niatnya, kami ingin Sole Mate beda konsepnya dari kumcer lain. Makanya selain cerpen, ada sejarah sepatu yang bisa menambah informasi pembacanya, puisi indah buatan Tia, dan ilustrasi dibubuhi quote manis khas Fatima Alkaff.

Mengenai judulnya sendiri, Sole Mate adalah salah satu dari 2 cerpen yang gue buat untuk buku ini. Jadi tuh, sebelum bobok cantik gitu tiba-tiba gue kepikiran nama Sole Mate. Pikir gue saat itu, lucu juga ya kayak plesetan soulmate. Judul cerpen sudah dapat, lalu gue segera memutar otak untuk menemukan cerita yang pas dengan judul itu. Intinya sih mau menganalogikan kalo pentingnya sol pada sepatu kita. Apa gunanya sepatu tanpa sol? Enggak bisa dipakai. Apa gunanya gue tanpa…eaaaaa.

Ketika akhirnya nama Sole Mate dipilih untuk judul buku, yang pertama kali mengusulkan ya si Roy Saputra. Maklum, gue sama Gelaph masih belum bisa move on dari Roy dan Dendi sehingga masalah apapun pasti minta advice mereka :p

Proses penerbitan Sole Mate, ibarat kulit sih kasar. Enggak mulus banget. Dari naskah dimasukkan ke penerbit Gradien Mediatama bulan Oktober 2012, baru 12 Juni 2013 resmi rilis. Hambatannya sih Alhamdulillah bukan dari plot cerita, tapi mulai dari penambahan gambar ilustrasi yang semula hanya 5 menjadi 20 dan pemilihan cover yang cukup lama.

Hasilnya? PUAS banget. Lucuk banget kan cover-nya….cewek banget lagi :3

SoleMate

And one good thing leads to another better things. Perjodohan gue enggak berhenti sampai di para wanita kece ini. Lewat Connie Wong yang punya teman penyiar radio, Ade Aditya, gue dan Gelaph diundang ke studio Amirah 100.2 FM untuk bincang-bincang seputar Sole Mate! Huwow! My first experience ‘mengudara’. Kesan gue campur aduk, mulai gugup, grogi, tegang, tapi seneng. Ini dia nih proses siarannya klik di sini 😀

Watch On Youtube!
Watch On YouTube!

Dan tanggal 28 Juni kemarin, Launching Sole Mate resmi diadakan di BirdCage Resto JakSel. Nah ini dia foto-foto kece yang berhasil dibidik si ganteng Panji.

Mia dan Grahita di Launching Sole Mate
Mia dan Grahita, make up by @vanatigh

photo 2

Pembacaan Puisi Oleh @TiaSetiawati
Pembacaan Puisi Oleh @TiaSetiawati
Sebagian Penulis Yang Hadir (Ki-Ka: Tia, Teppy, Mia, Fatima, Grahita, Conni, Lia, Diar, Naya, Riesna, Fani, Eva, Cynthia)
Sebagian Penulis Yang Hadir (Ki-Ka: Tia, Teppy, Mia, Fatima, Grahita, Conni, Lia, Diar, Naya, Riesna, Fani, Eva, Cynthia)

photo 3

photo 3

Sesi Tanda Tangan
Sesi Tanda Tangan
Sesi Foto-Foto
Sesi Foto-Foto
Sesi Games
Sesi Games Read-bulaga
Sesi Tarot Reading Oleh @kikisuriki
Sesi Tarot Reading Oleh @kikisuriki
Yang Jaga Stand Buku: @dianabochiel & @udikers (Syuuuut!!! Mereka ini mantan lho :p)
Yang Jaga Stand Buku: @dianabochiel & @udikers (Syuuuut!!! Mereka ini mantan yang ketemu lagi di acara launching lho :p)

Terima kasih Tuhan atas Sole Mate.

Terima kasih Gelaph dan the Girls yang membantu terwujudnya Sole Mate.

Terima kasih penerbit Gradien atas terbitnya Sole Mate.

Terima kasih teman-teman yang sudah datang ke acara launching.

Terima kasih untuk pihak BirdCage dan Wondershoe atas kerja samanya.

Terima kasih para pembaca yang sudah merelakan pundi rupiahnya untuk mendapatkan Sole Mate. Jangan lupa bikin reviewnya ya, ada hadiah menanti dari kami 😀

photo (38)

Sudahkah Sole Mate menghiasi rak sepatu buku kamu?

A Hopeless Romantic Traveler: Senja Di Batam

Prolog:
Awal gue sering traveling ke luar kota adalah sejak gue memiliki profesi sebagai auditor di salah satu KAP Big 4 di Indonesia. Gue bekerja sejak lulus kuliah tahun ehm 2006 (ketahuan tua deh) dan sudah melalang-melintang traveling ke berbagai kota di Indonesia karena pekerjaan. Namun tak ada yang istimewa yang perlu diceritakan selain kisah cinta gue yang pernah terjadi di tahun 2008. Bukan, bukan tentang si koper yang sudah gue buang di Trave(love)ing. Pria yang gue kisahkan di sini adalah awal mengapa gue selalu menyukai dipanggil Mimi 🙂

***

Gambir, Suatu Minggu Sore Di Akhir 2008.

“Nah itu dia Damri-nya.” Gue spontan membuka pintu mobil, setelah melihat bus yang gue tunggu sejak 30 menit yang lalu akhirnya datang.

“Gue aja yang angkat kopernya, Mimi.” Suara pria yang sejak setengah jam yang lalu duduk di balik supir tiba-tiba menyaut.

Dung-dung, begitu biasa gue memanggilnya. Dan dia membalas memanggil gue dengan Mimi. Sebenarnya nama panggilan Mimi gue peroleh sejak tahun 2008 dari rekan sekerja gue yang bernama Ncus. Si Dung-dung ini lalu ikut-ikut memanggil gue Mimi karena menurutnya terdengar lucu.

Setelah mengeluarkan koper ukuran kabin pesawat dari bagasi mobilnya, ia lalu membantu menggeretnya sambil kami berjalan ke arah bus Damri, diiringi suara roda koper yang bergesekan dengan aspal jalan.

“Tiketnya siapin, lo kan suka ceroboh lupa naro barang.” perintahnya.

Gue membuka tas kecil tempat menaruh telepon genggam dengan merk yang juga dimiliki sejuta umat lainnya saat itu, kemudian mengeluarkan karcis bus yang sudah gue beli saat sampai di stasiun tadi. Lembaran kecil dan tipis itu lalu gue tunjukkan ke batang hidung Dung-dung sambil menjulurkan lidah padanya, “Nggak lupa dong, udah ditaruh di tempat yang gampang.”

Yang digoda hanya tertawa menanggapi ulah gue, lalu wajah chubby-nya berubah murung ketika sampai di depan pintu bus. “Maaf ya, cuma bisa anter sampe Gambir. Sebenarnya gue khawatir biarin lo sendirian sampai ke Bandara.”

Gue mencubit tangannya dengan gemas, “Gue udah sering terbang sejak belum kenal lo kali, biasanya juga sendiri. Hahaha.” Tertawa adalah cara gue menutupi perasaan sedih yang gue rasakan karena akan merindukannya selama seminggu ke depan dinas ke Batam.

Sesaat percakapan kami terusik oleh kondektur, yang mengambil koper berwarna biru muda gue dan memasukkannya ke dalam bus. Caranya mengangkat dengan asal membuat perhatian gue teralih dari Dung-dung lalu menegur pak kondektur, “Mas, hati-hati ya. Ada barang pecah belah.” Yang ditegur hanya mengangguk.

Setelah memastikan bawaannya aman, gue kembali tertuju pada pria di hadapan gue yang sedang terdiam menunduk.

“Hei, beneran gue gak apa-apa kok.” bujuk gue.

“Tapi gue pingin banget anter sampai Bandara, nemenin lo sampai boarding.” keluhnya.

“Gue gak apa-apa kok.” ujar gue sambil tersenyum yang mengundangnya untuk ikut tersenyum juga.

***

Hang Nadim, Minggu Malam.

Akhirnya boeing yang gue tumpangi mendarat setelah hampir 2 jam di atas udara. Gue sebenarnya paling enggak suka harus melakukan perjalanan sendirian, apalagi naik pesawat. Tapi gue enggak punya pilihan, pekerjaan sebagai auditor di salah satu KAP terbesar di Indonesia memaksa gue untuk sering terbang ke luar kota. Dan kali ini, terpaksa harus sendiri karena teman-teman gue sudah bertolak ke Batam seminggu sebelumnya.

Langit Batam hampir gelap, angin yang berhembus kencang dengan sekejap membuat rambut gue yang terurai berantakan. Gue berjalan terburu-buru memasuki bandara, yang termasuk kecil di kota industri dengan jadwal penerbangan cukup padat ini.

Begitu telepon genggam gue aktifkan kembali, sebuah notifikasi terdengar menandakan ada pesan SMS diterima. Ada dua kotak masuk, satu dari nyokap dan satu lagi dari sebuah nomor tak dikenal. Gue segera membalas nyokap dengan cepat, mengabari bahwa anak gadisnya sudah sampai dengan selamat. Pesan satunya lagi ternyata dari supir yang menjemput dan akan mengantar gue ke hotel.

Hampir saja gue menekan tombol last redial, sebelum teringat bahwa yang akan gue hubungi itu mungkin sedang enggak dapat mengangkat panggilan telepon. Akhirnya gue memutuskan mengirim pesan yang sama dengan yang gue kirim ke nyokap kepada Dung-dung.

Satu menit, gue yang mengenakan setelan jeans casual ini mematung di tengah hiruk-pikuknya bandara untuk menunggu balasan yang tak kunjung datang. Sambil menghela nafas panjang, gue kemudian bergerak menuju pintu keluar menerobos para supir taksi yang berburu mencari penumpang. Gue selalu memesan supir dari kantor klien untuk menjemput, karena enggak pernah berani mengambil taksi dari bandara dengan tarif tanpa argo. Gue malas menego harga. Untung saja gue enggak perlu berlama-lama mencari supir yang sudah menunggu. Pria tua berkumis terlihat mengangkat papan bertuliskan nama gue.

“Mari, Bu. Saya bantu bawa kopernya.”

Perjalanan dari Hang Nadim ke pusat kota Batam cukup lama, karena letak landasan yang di ujung pulau. Sekitar satu jam perjalanan gue habiskan untuk tidur. Hal itu karena selama di pesawat tadi gue hanya memejamkan mata tanpa pernah dapat tidur dengan tenang selama terbang.

Pak Agus, nama supir yang membawa gue dari bandara tadi membangunkan dengan suara cukup keras, sampai gue terkaget. “Maaf, Bu. Sudah sampai.”

Gue mengucek mata dan melihat ke sekeliling. Waktu di jam yang melingkar di tangan kiri gue menunjukkan pukul 9 malam. Pantas sudah sepi, gue membatin. Padahal gue menginap di salah satu hotel berbintang 5 di kawasan Nagoya, tengah kota Batam. Sudah kebiasaan di Batam, toko-toko mulai tutup jam 9 malam bergantian dengan gedung-gedung yang baru buka untuk menawarkan hiburan malam.

Setelah mengucapkan terima kasih sambil menyelipkan uang tips kepada Pak Agus, gue meninggalkan Van putih yang membawa gue tadi dan menuju resepsionis hotel. Gue menyempatkan memeriksa kembali ponsel disaat mengurus reservasi di tempat bermalam gue. Tak juga ada balasan dari Dung-dung. Sedikit kecewa harus gue telan, iyuuuh pahit 😐

***

Satu pesan diterima. Nama pria yang ditunggu-tunggu itu akhirnya menghiasi ponsel dan membuat pemiliknya, gue, memikik senang.

Maaf ya baru sempat kirim pesan. How’s Batam?

Dengan cepat jempol gue mengetikkan beberapa kata balasan untuknya. Betapa enggak, sejak semalam memang hanya kabar dari Dung-dung yang gue nantikan.

Gak apa-apa, gue ngerti kok. Batam seperti biasa, panas :p

Ponsel gue kembali bergetar akibat pesan yang masuk. Gue memang selalu memastikan semua alat komunikasi dalam keadaan vibrate only jika sedang bekerja.

Lo udah mulai sibuk? Gue ganggu ya?

Biasanya kalau kami berdua sudah saling berbalas pesan bisa seharian. Selain seharian texting, kebiasaan rutin kami adalah berjam-jam telepon di tengah malam. Dung-dung adalah pendengar yang baik. Ia mampu merekam setiap detil perkataan gue itu di memorinya. Itu mengapa semakin hari gue semakin mengagumi Dung-dung. Perasaan kagum yang mungkin lama kelamaan bertransformasi menjadi perasaan sayang.

Sebenarnya proses kedekatan kami berdua cukup singkat. Sejak berkenalan dua bulan yang lalu, kami seakan merasa cocok satu sama lain dan mudah saja untuk akrab.

Call you this night, promise. Lo jaga kesehatan di sana ya, Mimi.

***

Thank God It’s Friday! pekik gue dalam hati. Akhirnya setelah menghabiskan waktu lima hari di Batam, datang juga hari santai sedunia. Karena kesokan harinya sudah kembali ke Jakarta, maka hari ini gue dan rekan setim bekerja hanya separuh hari saja. Setelah waktu ibadah sholat Jumat sampai sore, klien akan membawa gue dan teman-teman jalan-jalan di kota yang jaraknya dengan Singapore hanya satu jam perjalanan laut.

Meski bukan pertama kalinya ke Batam, bahkan sudah lebih dari 5 kali gue dinas ke kota ini, gue sama sekali belum pernah mengunjungi jembatan yang terkenal di sana. Barelang namanya.

Jembatan yang juga dikenal masyarakat Batam dengan sebutan jembatan Fisabilillah ini adalah salah satu dari 6 jembatan yang ada di Batam. Barelang adalah singkatan dari Batam – Rempang – Galang, pulau yang dihubungkan oleh jembatan ke kota Batam. Dibanding 5 lainnya, Barelang yang terbesar sehingga dijadikan salah satu alternatif tempat wisata di Batam.

Jembatan Barelang
Jembatan Barelang

Kata orang, belum ke Batam kalau belum ke Barelang. Oleh karenanya, Jumat siang setelah pull out (auditor pasti familiar dengan istilah ini) gue dan teman-teman bertekad untuk menyempatkan diri ke sana. Di dekat jembatan itu juga ada sebuah restoran terkenal yang bernama Barelang Seafood Restaurant. Di resto itu menyajikan makanan khas Timur Tengah! Ya namanya juga seafood, menyajikan seafood pastinya. Katanya sih enak banget! Membuat gue dan teman-teman jadi kepingin banget nyobain.

Dan ternyata bukan enak banget tapi enak parah! Gue yang makannya enggak terlalu rakus jadi mendadak rakus banget. Piring gue sampai bersih tak bersisa. Makanan yang cuma ada di Batam itu namanya Gong-gong, sejenis keong tapi bersih, duh itu gue suka banget! Sayang jaman dulu enggak musim foto-lalu-masukin-instagram sebelum foto. Jadi gue enggak tahan melahapnya tanpa sebelumnya mengabadikannya 😐

Taraa
Taraa

Setelah perut kenyang dan hati senang, hampir waktu Magrib kami kembali ke Nagoya. Selama di perjalanan kembali pun gue habiskan sambil berbincang dengan teman-teman dan tak lupa menyempatkan diri untuk mengirimkan pesan kepada Dung-Dung.

Besok sore gue pulang. Kita bisa ketemu?

Kenapa enggak dari pagi pulangnya? Liat besok ya Mimi. Tapi kalau gak bisa jemput, lo gak marah kan?

Apa hak gue marah? Besok siang mau belanja dulu, sudah sampai Batam rugi gak belanja parfum. Lo mau oleh-oleh apa?

Gak usah, jangan repot-repot. Takutnya gak sempet ambil. Lo tahulah kenapa.

Iya gue ngerti. Gak apa-apa kok 🙂

Sebenarnya, gue enggak pernah dapat mengerti. Pun tak juga merasa baik-baik saja. Senyum tak sedang tersungging di bibir. Gue sangat khawatir akan hati gue, yang mulai dikuasai oleh keinginan memiliki Dung-Dung.

***

Sudah puluhan kali gue membuka dompet ponsel, memeriksa layar alat tersebut, dan berakhir dengan memasukkannya kembali ke asalnya. Pikiran gue campur aduk, antara senang karena sedang dalam perjalanan pulang dan resah. Sejak fajar sampai senja, belum juga menerima kabar dari Dung-Dung. Tadi pagi pria itu tak menjawab pesan gue.

Gue mencoba membuat diri gue rileks sambil mengobrol dengan rekan-rekan, yang juga kembali ke Jakarta Sabtu sore ini. Sudahlah, tetap tersenyum saja because we’re gonna back home, ladies!

My Ladies
My Ladies

Kebetulan rekan-rekan setim gue itu perempuan semua. Jadi sebenarnya enggak ada alasan tak terhibur di dalam kendaraan yang mengantar kami kembali ke Hang Nadim. Celotehan gosip memecahkan suasana sore itu yang sesekali dihiasi dengan tawa. Gue juga mencoba tertawa akan lelucon yang dilemparkan oleh teman gue, Dila. It didn’t work.

Dengan frustasi, gue menatap ke luar jendela. Astaga, sungguh indah warna yang menghiasi langit senja. Batin gue mengucap kagum. Warna antara merah dan kuning, seperti warna jingga yang tergores di langit Batam sore ini. Sang mentari sore yang membuat suhu udara sampai menyentuh angka 34 derajat, sepertinya masih enggan pamit. Terakhir gue menatap langit Batam itu kemarin, dan masih biru. Sore ini, warna jingga indah lukisan Tuhan itu gue abadikan.

Dung-Dung harus melihat ini. Ah, lagi-lagi Dung-Dung. Sedetikpun pria itu tak pernah meninggalkan pikirannya.

Tiba-tiba saja, sebuah ide menyerbu pikiran gue yang mengawang pada langit jingga yang sedang gue nikmati dengan pilu. Sampai di Jakarta malam nanti, gue akan memberitahu Dung-Dung akan isi hati gue.

Gue membuka menu memo di ponsel dan mengetikkan tulisan yang nantinya akan gue email kepada pria itu.

Dung-Dung,

Entah keberanian apa yang merasukiku menulis ini untukmu. Tapi kamu perlu tahu, saat menuliskannya aku sedang dikelilingi langit senja Batam yang berwarna jingga. Cantik sekali. Aku tadi sempat mengabadikannya, fotonya aku lampirkan juga agar kamu bisa melihatnya.

Kamu juga perlu tahu apa yang aku rasakan dan terlampiaskan melalui tulisan ini.

Sebelum kamu hadir di hidupku, tak ada yang spesial di antara jam 9 pagi sampai jam 5 sore waktu bekerjaku. Setiap harinya terasa sama. Aku bekerja dan bekerja.

Lalu sesuatu memecah fokusku. Di antara 9-5-ku itu sekarang terselip percakapan denganmu. Cerita dan canda yang menjadi kudapan mengisi kelaparan hatiku.

Dan kamu, satu-satunya pria yang mau mengangkat teleponku saat jutaan mata terlelap di muka bumi ini. Aku tahu kamu mengantuk, aku bisa mendengar suara menguap yang tertahan. Tapi kamu tetap bertahan.

Pertemuan kita yang baru hitungan jari itu, membuatku selalu diremukkan oleh rindu. Saat kita bersama, aku hanya menatapmu. Berharap aku mampu mengatakan aku menyayangimu, dengan mataku.

Iya, kamu perlu tahu kata-kata yang tak kusanggup mengatakannya..

Gue menghembuskan nafas dengan lega ketika mengetik tombol save. Tulisan isi hati gue, tersimpan aman di telepon genggam gue.

***

Tepat satu jam gue beserta rombongan tiba di Hang Nadim. Koper gue bertambah berat akibat oleh-oleh di dalamnya. Setelah selesai check in, ketika menuju ruang boarding, nada dering pendek terdengar dari ponsel yang gue genggam.

Akhirnya, Dung-Dung mengirim pesan juga!

***

Langit jingga yang sama terhampar luas di hadapan gue saat ini. Kali ini gue menatapnya bukan dari mobil, tapi dari dalam pesawat yang baru saja 30 menit take off membawa gue pulang.

fotografer.net
fotografer.net

Mata gue mungkin sudah berwarna sama dengan langit di atas awan ini. Jingga. Akibat air mata yang akhirnya mengalir, setelah tertahan pada saat pesan dari Dung-Dung gue baca.

Maaf baru memberi kabar. Gue bertengkar lagi dengan Rini. Tak sampai hati untuk menyakitinya, akhirnya gue melamarnya, Mimi. Maafin gue ya.

Pandangan gue beralih lagi dari layar ponsel ke jendela pesawat. Warna jingga pada cahaya terpecahkan oleh bayang Dung-Dung yang muncul tiba-tiba. Senyum pria itu tak lagi menentramkan, namun kini membuat gue gundah. Pedih akan kenangan bersamanya yang satu persatu muncul dari balik senja itu.

Ketika kami bertemu dua bulan yang lalu, Dung-Dung sedang masa break dengan kekasihnya yang sudah dipacari hampir 10 tahun. Mungkin ia sedang jenuh, lalu hadirlah sosok gue yang mengisi harinya. Gue sadar, gue mungkin hanya dijadikan tempat singgah sementara. Akal sehat gue mengingatkan agar hati gue tak boleh jatuh pada pria itu. Namun perasaan sayang tak dapat terbantah lagi

Diam-diam, gue berharap Dung-Dung akhirnya akan meninggalkan kekasihnya. Lalu menyandarkan pilihan hatinya pada gue. Itu mengapa, sore tadi di perjalanan itu, akhirnya ada keberanian besar di diri gue untuk jujur pada Dung-Dung hari ini. Ya, hari ini juga. Gue bahkan menuliskan kata-kata yang akan gue ucapkan. But now it’s too far.

Gue mengalihkan menu pesan masuk ke menu memo pada ponsel. Mata gue tertuju pada daftar teratas memo itu, tulisan yang gue buat untuk dikirimkan pada Dung-Dung. Namun sekarang tak ada gunanya lagi.

Do you want to delete notes?

Yes.

Tulisan itu pun terbuang, seperti perasaan gue yang belum sempat tersampaikan. Meski begitu, gue yakin dia sudah mengetahui isi hati gue. Itu mengapa dia menyampaikan maaf di pesan terakhirnya. Satu hal yang gue sesali, lalu membuat batin ini merintih,

Seharusnya aku memberitahumu kemarin, saat langit masih biru.