Online Shop

“Eh, ada voucher sushi tei murah tuh di disdus. Beli yuk.” Ajak teman-teman kantor gue sekitar setahun yang lalu.

“Disdus? Apaan tuh?” tanya gue dengan bingung.

“Lo enggak tau disdus?”

Gue menggeleng.

“Deal keren?”

Gue menggeleng lagi.

“E-voucher?”

Lagi-lagi gue menggeleng.

“Ogah rugi?”

Hadeh. Itu sih tahu lah, siapa juga yang kepingin rugi. Teplok! Sebuah jitakan melayang ke kepala gue.

Rupanya saat itu gue ketinggalan info banget, kalau sudah menjamur jualan voucher makan dan barang via online shop. Istilah kerennya, virtual store. Disdus dkk itu salah satu yang mengusung jualan via internet dan memang laku. Selain praktis, mereka juga memberi harga promo yang lebih murah.

Karena saat itu gue tergoda untuk ikut membeli, akhirnya gue subscribe email untuk mendapat info promo setiap harinya. Alhasil, gue jadi ketagihan. Malah kadang jadi beli barang yang enggak penting-penting amat dan berujung cuma menuh-menuhin kamar doang.

Semakin maraknya online shop, ditandai dengan Facebook, Twitter, dan Istagram yang mulai beralih fungsi jadi tempat buka lapak. Awalnya Facebook, yang tiba-tiba saja gue dapet banyak notifikasi karena teman gue tag foto jualannya ke seluruh teman FB-nya. Setiap yang komen tentu saja jadi bikin rame dan bikin bb gue kelap-kelip saat itu.

Kemudian Twitter, yang promonya dilakukan dengan me-mention para buzzer untuk meretweet jualan mereka.

Yang paling ngenes sih Instagram, media yang seharusnya dijadikan ajang sharing photography dengan filter yang keren, sekarang malah penuh dengan akun-akun ig jualan.

“Cek ig kita, sis. Kami menjual bla bla bla..”

Ada jual jodoh? Gue beli deh 4 sekalian kalau bisa.

Akun IG yang berfollower banyak, seperti para seleb, sampai menyediakan jasa endorser untuk barang-barang online shop. Memang bisnis online shop ini sungguh menjanjikan.

Gue, sebagai cewek yang doyan belanja, jadi ikutan merubah list following IG gue dari akun-akun photography keren menjadi akun-akun jualan. Tapi emang murah kok, apalagi kalau yang dijual make up luar yang kalau di toko mahal banget. Pembenaran sih. Hehe.

Tapi kita harus jeli dan pintar ketika akan membeli barang online, karena resiko utama adalah kena tipu. Sudah transfer, eh barang enggak dikirim.

Gue sekali kena tipu, beli baju online dimana si penjual tidak menjawab semua email dan pesan gue. Yang begitu mesti di-blacklist. Sayangnya gue lupa nama OS-nya.

Itu kenapa gue rada percaya kalau beli lewat akun instagram, biasanya trusted seller. Bisa kelihatan dari komen-komen di fotonya. Atau cek followernya, kebanyakan aktif atau enggak. Bisa juga lihat foto testimonial dari customer yang mereka upload.

Dari IG, gue mulai melebarkan sayap ke Ebay dan Amazon. Awalnya karena gue kebelet pingin banget O’Clock edisi safari (ketebak lah ya motifnya jerapah) yang cuma ada di Italia. Dari hasil googling yang membawa gue ke ebay, lalu gue memberanikan diri daftar jadi member dan membuat akun di paypal.

Gue harus cermat memilih trusted seller yang terlihat dari tanda bintang yang bakal selalu membuntuti setiap seller. Gue juga enggak boleh terjebak shipping cost yang bisa mahal gila sampai Indo. Belum lagi ada resiko ditahan bea cukai. Langkah yang gue lakukan adalah mengontak seller dan nego shipping cost. Jangan lupa meminta mereka untuk menulis di paketnya sebagai ‘gift’, supaya aman saat di bea cukai nanti.

Ada sensasi yang beda ketika gue belanja online, gue bisa cukup dengan mengetik apa yang gue mau. And then I hit the search button. Surga seperti muncul di depan mata. Hal yang begini ini yang enggak bisa dilakukan kalau belanja langsung ke toko. Cape booo..harus hunting dari satu toko ke toko lain, ditambah jawaban pelayan yang kadang enggak banyak membantu.

Di web, gue juga bisa me-refine pilihan yang gue mau, seperti hanya munculkan barang dengan harga sekian dan free shipping only. Bagaimana dengan pembayarannya? Aman kah? Using paypal is highly recommended.

Mau tau rasanya saat gue berhasil deal dengan barang yang gue mau dengan harga murah plus free shipping? Kayak lihat pacar setelah seminggu enggak ketemu. Aeh.

Rasa excited tidak berhenti sampai di situ. Setiap harinya, gue memeriksa mail box gue a.k.a meja kantor karena gue lebih suka setiap urusan pos ditujukan pada alamat kantor. Dan ketika akhirnya gue melihat dari kejauhan, receptionist kantor gue membawa sebuah paket dan berjalan ke arah gue, senyum sumringah seketika merekah di bibir gue. Betapa bahagianya ketika paket bersampul coklat itu mendarat di genggaman gue.

Perlahan gue buka sampulnya, bersiap untuk melihat kejutan di dalamnya. Ya, barangnya sesuai dengan yang gue harapkan. Ah, senangnya.

Mungkin begitu rasanya, ketika akhirnya jodoh yang gue tunggu datang juga. Tanpa bosan gue berdoa untuk minta didekatkan dengan seseorang yang akan melengkapi hidup gue nantinya. Sama seperti yang gue lakukan ketika hendak memesan di online shop, gue terus mencari barang yang sesuai dengan yang gue mau dan gue butuh.

Lalu gue dengan sabar menunggu hari itu tiba dimana jodoh akan segera menghampiri. Seperti paket yang gue tunggu, mungkin kemasannya mengecewakan, tidak rapih, atau sedikit rusak karena tertumpuk di gudang penyimpanan kurir. Atau bisa saja barangnya tergores, menandakan tak ada yang sempurna di dunia ini. Jodoh gue nanti mungkin datang dengan hati yang pernah terluka, dan adalah tugas gue untuk mengobatinya.

Paket bisa saja terkirim salah alamat, sehingga waktu datang ke gue lebih lama dari yang gue harapkan. Itu kenapa jodoh gue belum sampai, mungkin dia saat ini masih bersama orang lain. Well, who knows?

Satu hal yang perlu dimiliki adalah keyakinan. Jika kita memang sudah memesannya dengan benar, paket tersebut pasti akan datang dan enggak akan tertukar. Layaknya jodoh, hanya masalah waktu saja. Begitu bukan? 🙂

A Story About The Faith

Faith is taking the first step even when you don’t see the whole staircase. – Martin Luther King, Jr.

Follow your heart” barang kali adalah salah satu saran ter-ngetop di dunia. Setiap dalam kebimbangan kemudian menceritakan masalah pada teman, biasanya kalau mereka juga bingung ngasih solusi ya kata-kata yang pas banget adalah 3 kata sakti itu.

Gue sendiri jujur masih bingung bagaimana sih yang namanya mengikuti kata hati itu. Rancu antara itu keyakinan atau ‘ngarep’. Contoh gampang, hati kita udah sayang daleeeeeem banget sama seseorang. Trus disuruh ikutin kata hati, ya ngga mau ngelepas lah.

Quotes keren orang bule bahkan bilang gini:

Always follow your heart, although it’s located left but it’s always right.

IMSO (In My Sotoy Opinion), it’s not always right. Kalau emang bener, terus kenapa gue capek-capek mempertahankan seseorang yang gue yakini dia akan terus bersama gue tapi ternyata toh ujungnya kami pisah juga? Gue bahkan dulu pernah yakin keanehan-keanehan yang membuat adanya persamaan di antara gue dan seseorang itu pertanda kalau dia adalah jodoh gue. Sepuluh tahunan gue bertahan sayang sama dia loh. Kurang ‘follow your heart’ apa coba gue?

IMHO (In My Humble Opinion), when in doubt, the best way we can do is praying. Petunjuk Tuhan ya dari mana lagi terefleksi kalau bukan dari kata hati. Sementara, ikuti saja dulu apa yang lo yakini dalam hati benar. Sisanya, watch and learn. Jika ternyata keyakinan tadi salah, ya anggaplah pelajaran.

Ada sebuah cerita tentang KEYAKINAN yang gue mau share.

Semalem gue nonton pertunjukan Teater Koma dalam rangka 35 tahun ultah mereka. Judulnya Sie Jin Kwie di Negeri Sihir. Dan perlu mengikuti terus 4 jam cerita baru bisa tau salah satu hikmah yang bisa dipetik dari cerita ini.

Singkat ceritanya sih gini, seorang putri Jenderal dari satu kerajaan Cina dahulu kala, namanya Hwan Li Hoa, percaya banget sama ramalan Gurunya kalau jodoh abadinya adalah Jenderal dari kerajaan musuh, namanya Sie Teng San (anaknya Sie Jin Kwie). Karena saking yakinnya ya doi keukeuh aja gitu usaha untuk ngedapetin si Teng San. Padahal mustahil banget, karena mereka itu musuh.

Demi dinikahi pujaan hatinya, dia melakukan apapun termasuk memihak kerajaan si jenderal sampai akhirnya memenangkan perang. Jadi si cewek sudah berjasa besar banget sama si Jenderal. Dia hanya minta dinikahi sama si Jenderal dan tanggapan si Jenderal malah menghina habis-habisan. Meski pada akhirnya setuju untuk menikahi Li Hoa, Teng San kemudian membatalkan pernikahan dengan berbagai macam alasan yang cukup menghina, sampai 2 kali. Kalau ditotal, 3 kali si cewe ini disakiti terus-menerus oleh si cowo.

Sekuat apapun keyakinan hati, pada akhirnya akan lelah juga. Tiga kali gagal dinikahi si cowo, cewe ini akhirnya pasrah. Dia berkata, “Aku tetap meyakini dia adalah jodohku, tapi mungkin sekarang belum waktunya kami untuk bersatu”

Lalu dia pergi meninggalkan si cowo. Apa yang terjadi? What goes around comes around. Karma does exist. Si cowo mulai mendapatkan hukuman akibat perbuatannya. Another moral of the story: Do not underestimate the sacrifice of a woman.#curcol :p

Penyesalan datang ketika merasakan penderitaan. Si cowo benar-benar meminta maaf dan memohon ampun kepada si cewe. Dan cinta adalah satu-satunya alasan mengapa seseorang akan dengan mudah memaafkan. Lalu mereka bersatu dan menikah.

Keyakinan si wanita, meski mustahil dan makin terlihat tidak mungkin seiiring waktu toh ternyata terbukti benar. Penantian panjang dengan penuh kesabaran akhirnya berbuah kebahagiaan juga. Artinya apa? Nothing’s Impossible in this world. Just keep the faith.

Satu kutipan dari lakon semalem yang gue ingat. “Jangan pernah menduga-duga, dugaan itu bisa jadi doa. Lebih baik menduga yang baik-baik saja” Bener banget loh menurut gue sih. Karena kejadian-kejadian yang gue alami sekarang, sudah pernah gue duga dari dulu. Terkadang terlalu mengkhawatirkan sesuatu malah jadi kenyataan. Jadi, ngga usah cemas, yakin hal-hal positif aja. Trust me 🙂

Begitulah, intinya sih jalan untuk jodoh memang akan dimudahkan. Tapi jika sulit dan berliku, jangan lantas putus asa. Yakin saja, bahwa sesulit dan semustahil apapun kalau sudah ditakdirkan berjodoh, tidak peduli berapa banyak air mata dan berapa lama penantian pasti pada akhirnya akan bersatu.

Baiknya berjuang saja, lalu pasrahkan pada Tuhan hasilnya. Jika hasilnya sesuai dengan yang diinginkan berarti kamu lucky, jika tidak ya kamu luckier. As simple as that.

Sekali lagi, ini cuma IMFO (In My Faithful Opinion). Lo boleh yakin, boleh juga ngga :p