
Pukul 11.30 malam, 28 tahun silam gue dilahirkan.
Dua. Puluh. Delapan.
Dua tahun lagi menjelang 30. Usia yang mungkin dikatakan beberapa orang memasuki level ‘terlambat’. Contoh mudahnya ya seperti gue. Lajang di usia 28 dianggap beberapa kalangan sebagai usia yang terlambat untuk menikah.
Tapi inilah adanya. Gue juga ngga pernah sedikitpun terpikir akan memasuki zona meresahkan dalam hidup gue. Di saat orang-orang seusia gue sudah menikah dan memiliki keturunan, gue malah menjalani fase kandasnya sebuah hubungan. Dan detik ini pun tidak ada seseorang yang sedang mengisi hati gue. I don’t even know where does my heart beat now.
Hampir semua wanita muda di usia awal 20-an pernah bercita-cita untuk mengakhiri masa lajang di umur 25 tahun. Gue berbeda. Dari dulu selalu menyebutkan umur impian untuk menikah adalah 28 tahun. Jelas gue menerima umpatan sana sini. Aneh lah, bodoh lah. Entah kenapa Mimi belia saat itu punya bayangan bahwa di umur 28 nanti dirinya telah matang dari banyak segi. Karir, emosi, watak, dan kepribadian. Prediksi yang tepat.
Now I’m 28 and fabulous.
Banyak hal menyenangkan maupun menyedihkan sudah dilalui di perjalanan hidup gue sampai membentuk Mimi yang sekarang seperti ini. Saat menyenangkan dalam hidup gue adalah membuat orang yang gue sayang tersenyum bahagia.
Pertama, orang tua. Gue bukan berasal dari keluarga berada. Bertahun-tahun tinggal di rumah sederhana dan kondisi keuangan pas-pasan. Keluarga gue rela bersusah-susah demi dapat membiayai pendidikan gue. Gue sangat diharapkan dapat menyokong ekonomi keluarga nantinya.
Alhamdulillah gue tidak mengecewakan orang tua yang sangat menginginkan gue melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri dengan mengambil jurusan yang dipercaya saat itu akan mudah mendapatkan pekerjaan, akuntansi. Gue juga berusaha mati-matian menyelesaikan kuliah hanya dalam waktu 3.5 tahun demi segera bekerja. Desember 2005 adalah pertama kalinya bekerja dengan status masih pelajar. Januari 2006 gue lulus. Enam bulan kemudian akhirnya gue diangkat menjadi karyawan tetap di kantor gue itu. Hal tersebut penting sekali buat gue karena merupakan langkah awal untuk mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Impian gue saat itu hanya satu, memberikan tempat tinggal layak bagi orang tua gue.
Setahun kemudian, di saat berusia 23 tahun, akhirnya dapat membelikan rumah untuk keluarga gue. Mengingatnya sungguh mengharukan. Ketika pertama kali gue dan keluarga menempati rumah baru kami, kedua orang tua dan kakak perempuan satu-satunya gue tidak ada habisnya membanggakan si bungsunya ini. Moment tak terlupakan sepanjang hidup gue.
Karir gue meningkat tahun demi tahun. Gue melewati seperempat abad gue dengan kehidupan yang cukup keras untuk seorang wanita muda. Bahkan harus bekerja sampai pagi. Dan gue memang sejak dulu sangat berharap bisa bekerja di kantor pemerintahan. Gue ingin sekali memiliki jam kerja yang normal. Alasannya cuma satu, tidak ingin membuat orang tua gue khawatir karena belum sampai kost-an. Dua kali gagal proses seleksi sebuah badan regulator bank di Indonesia dan satu kali gagal di tahap akhir sebuah perusahaan negara di industri minyak dan gas. Gue pernah hopeless. Sepertinya akan bertahan menjadi akuntan publik sampai level Partner. Akhirnya gue pasrah. Awal tahun 2009 saat merayakan pergantian tahun di Batam bersama teman-teman satu tim karena harus dinas, gue bahkan punya firasat tahun itu belum juga akan resign.
Ternyata gue salah. Semua indah pada waktunya. Dan waktu gue itu adalah di kuartal akhir 2009. Gue mengikuti seleksi dengan prinsip ‘nothing to lose’. Akhirnya, impian gue bekerja di pemerintahan tercapai juga. Bahkan di perpaduan kedua badan yang pernah menolak gue itu. Gue saat ini bekerja di badan regulator perusahaan industri minyak dan gas. Lucu kan rencana Tuhan?
Kedua, para sahabat di sekitar gue. I’ve been always a best friend. Gue senang mendengarkan cerita mereka yang sedang kesusahan. Gue tidak memberi solusi, gue tau mereka hanya butuh didengarkan. Dan gue juga tidak akan men-judge negatif akan susahnya mereka. I love to cheer everyone up. Itu mengapa gue memiliki banyak sahabat. Sebuah liontin berbentuk peri menjadi salah satu kado terbaik pemberian para sahabat. They said, “You’re an angel in disguised, kak Mimi”. Bagi mereka gue adalah rekan kerja, sahabat, sekaligus pelindung dan penolong.
Penolong. Gue lebih suka disebut berbuat baik. Seperti yang pernah gue lakukan pada sahabat gue.
Sudah takdir gue mengenalnya di saat masa-masa terpuruknya. Mendampingi dan menguatkan niatnya untuk bertobat. Tak henti-hentinya gue mengingatkan untuk beribadah sampai akhirnya terjadi peningkatan yang signifikan padanya. Sejak itu kami menjadi sahabat yang saling mendukung. Kemudian tibalah saatnya dia merasa ‘breaking down’ karena teman-temannya meninggalkannya dari kantor yang sudah semakin membuatnya tertekan. Gue lah wanita selain Mama dan kakak perempuannya yang menjadi tempatnya membagi suka dan duka.
Keinginan yang sangat kuat untuk melihatnya sukses akhirnya dapat terwujud. Dengan bantuan atasan gue akhirnya dapat memberikan rekomendasi untuknya sehingga bisa bekerja di salah satu perusahaan dengan industri yang sama dengan gue. Sampai saat ini dia terus berjalan meraih kesuksesannya. Dan gue masih bisa mengawasinya dari kejauhan. Gue bangga dengan apa yang pernah gue perbuat padanya, meski sudah bukan takdir gue lagi untuk terus bersamanya.
Dulu kami belajar berdiri bersama, sampai akhirnya dapat berjalan. Sekarang gue melepasnya pergi untuk mengejar keinginannya.
See, there are so many blessings I have in this life. I always count them, it’s the way to pursue my happiness. Remembering those good moments makes me feel no longer sad. True story.
And yes, I’ve been down there on the floor. Sakit hati, penghinaan, pelecehan. Pernah gue rasakan di perjalanan hidup gue. Itu semua hanya membuat gue belajar banyak.
Something happened for a reason, something not happened for a lesson.
Semakin hari gue semakin kuat dan bijak. It’s wisdom born of pain. I never knew what is feeling better, before I feel bitter.
Gue mencoba berdamai dengan kesendirian dan kesakithatian gue. Kata adalah pelampiasan saat terluka. When I sad, I write. Ungkapan hati, harapan, dan khayalan, semua teramu dalam rangkaian tulisan. Memang benar ungkapan bahwa sakit hati membuat seseorang menjadi kreatif. Gue menulis bukan untuk menjelekkan pihak manapun, murni untuk melepaskan berbagai ide di otak gue. Juga bukan untuk dikasihani, tetapi memotivasi diri sendiri dan mungkin juga orang lain yang membacanya. Dan gue senang ketika pembaca merasakan emosi gue. Dan ketika pembaca merasakan semangat gue yang kembali bangkit.
Dan sungguh, hati patah membawa berkah. Hobi menulis gue membuahkan sebuh novel yang akan terbit di bulan yang sama dengan kelahiran gue. Hadiah ulang tahun terindah tahun ini untukku. Sebuah awal yang akan mengantarkan impian gue menjadi penulis.
Mungkin sudah mulai tua untuk baru mengawalinya, tapi tidak ada kata terlambat untuk belajar bukan. Umur bukanlah batasan. Apa yang gue lakukan di usia dua puluh delapan ini mungkin sama dengan yang dilakukan orang-orang yang masih berumur 3-5 tahun di bawah gue. Ibaratnya, gue baru membuka mata dan melakukan hal-hal yang belum pernah sebelumnya. Menulis novel, blogging, fotografi, dan sosialita (gaya, maksudnya sih keranjingan social media). Hal-hal itu lah yang mengisi kekosongan waktu dan dapat membunuh kesepian.
Jika prediksi Mimi belia memang benar bahwa mencapai kematangan di umur 28, it means I’m getting closer to be settled down. One more step to find my other half.
Dan tenang, masih ada harapan kok menikah di umur 28. Bahkan menikah tanggal 2 Mei 2013 pun usia gue masih 28, bukan?
Terima kasih Tuhan atas semua berkah yang hambaMu capai di usia 28 ini. Gue menangis hari ini, tapi bukan karena sedih. Gue bahagia. Apa yang gue dapat di hari besar ini hanya menandakan banyak yang menyayangi gue.

Sahabat baik gue Helina memberikan kejutan di pagi hari, bela-belain sejam menunggu di lobi membawakan kue ulang tahun. Rekan satu tim di kantor, Mba Annaluisa. Mamahnya yang baik hati dan berzodiak sama dengan gue sengaja membuatkan donat untuk gue. Malam hari membuat adonan dan pagi setelah tahajud mengorengnya. Gue hampir menangis mendengar perkataan si Tante yang mengatakan donat ini donat berkah, karena dibuat dengan doa 🙂

Masih dilanjutkan dengan kejutan saat makan siang. Sahabat baru gue, yang sebenarnya adalah teman-teman dari sahabat masa lalu gue. Tiara, Hanny, dan Handy membawakan cupcake dan memberikan hadiah mengharukan. Jerapah baru untuk menggantikan jerapah lama saat gue tidur. Sungguh mereka berusaha agar gue dijauhkan dari kesedihan di hari kelahiran gue ini.

Belum habis juga kejutan gue, sebuah bunga sampai di meja gue. Cantik terangkai membentuk hati. Dikirimkan oleh sahabatku Oppie dan keluarga. Sungguh membuat hari gue berbunga-bunga.

Ditambah lagi dengan berbagai ucapan dan harapan yang gue terima dan belum sempat gue balas satu persatu. Gue hanya dapat meng-Amini. Terima kasih.
Terima kasih.
Terima kasih.
Many people were born on this day but I guess none is as memorable and celebrateable like me.
Have a fabulous life everyone!
gue seneng bacanya, 🙂 selamat hari lahir, mia eh mimi! 🙂
LikeLike
Thanks ya Meity 🙂
LikeLike