“Honey, if it hurts so much, why are you going traveling?”
“Well.. I have a broken heart. Not a broken spirit” 🙂 *
Pernah nonton Sex and The City 2? Eat, Love, and Pray? Atau pernah baca Honeymoon with My Brother? The Nekad Traveler? Cih bangga banget pasti ya temen gue si Dendi disejajarkan sama Carrie Bradshaw, Elizabeth Gilbert, dan Franz Wisner haha. Yup, semuanya bercerita tentang perjalanan medis alias perjalanan untuk mengobati hati yang terluka (aiih).
Butuh uang yang banyak dan tekad yang bulat untuk memutuskan melakukan suatu perjalanan, atau modal nekat kayak temen gue si Dendi itu. Kalau gue? Well lo boleh panggil gue the lucky bustard. Gue emang biasa travel karena urusan pekerjaan, bisa dihitung deh traveling gue yang dibiayai dengan uang gue sendiri. Dan beruntungnya gue tahun ini dikasih kesempatan sama kantor untuk kursus ke Dubai. Yes baby, The Middle East, where the sexysm and misogyni are alive. Dan kenapa juga tanggal berangkatnya qo ya bertepatan sama gue yang lagi patah hati? Gue cuma bisa jawab: God is good.
I used to travel to see the world hoping that someday You and Me can travel together. But now I travel to erase You from my heart and my mind – Kata tekad gue
Gue akhirnya melakukan travel untuk pelarian dari sakit hati gue juga. Dan ini pertama kalinya dalam hidup gue traveling sebagai bagian dari proses recovery. Ya emang sih masalah gue nggak sesetres Carrie yang merasa kehidupan cintanya dengan Mr. Big monoton dan Jennifer yang mudah jatuh cinta sama pria kemudian sakit hati. Masalah gue juga nggak sengenes Franz yang ditinggal nikah di altar dan Dendi yang … (sudahlah, pokonya kasian deh hehe -piss den-). Tapi si empunya masalah ya pasti merasa masalahnya itulah yang paling berat bagi dirinya dong. Semua orang di muka bumi ini kan tipe orang yang ‘lo ngga tau sih beratnya jadi gue’. Everyone you meet in this world are facing some form of battle. Jadi sah-sah aja ya kalau gue ngerasa menderita banget dengan masalah patah hati yang gue alami ini sampai-sampai perlu juga pergi ke suatu tempat yang jauh, berharap rekaman gambar dari setiap kejutan menyakitkan dalam hidup gue akhir-akhir ini ngga akan ngikutin gue sampai ke Dubai untuk gangguin pikiran gue. Karena kan kalau udah ngelewatin lautan katanya ngga mempan (lo pikir santet apa?).
Dan gue excited banget sama perjalanan kali ini. Timur Tengah Man! It’s an expensive and luxury trip. Sudah sewajarnya gue bahagia dan ngga sedih lagi dong. It would be the perfect getaway! Nyatanya, masih aja gue galau. H minus 1. The galauest ever feeling before traveling. Kejadian setahun yang lalu kebayang-bayang lagi. Setahun kemarin, bulan November juga, gue travel ke Hongkong yang juga dinas dari kantor. H-1 ke Hongkong, demi menyemangati seseorang yang sangat gue sayang, gue rela menempuh 3 jam perjalanan karena macet: Jakarta – (maaf daerah harus disembunyikan) – Jakarta untuk 1 jam menghabiskan waktu bersamanya. Dan setelah itu gue berangkat ke Hongkong dengan perasaan senang, karena pas ketemuan itu pertama kalinya juga gue sama dia…(ada deh, kepo banget sih :p)
Like my friend said, it was so last year ya Mi, jangan sampe ganggu trip lo kali ini deh. Well she’s right, but I’m wrong. Tahun lalu, gue di mana dan dia di mana aja bisa berduaan dulu sebelum gue berangkat, tahun ini? For God’s sake kami berada dalam satu gedung kantor, dan di pagi itu kami bertemu dan bedanya, kami berdua sekarang adalah dua orang yang berbeda**. What’s more pathetic than that?
4000 Miles Apart (Jakarta – Dubai)
I guess we’re at our best when we’re miles away – Madonna (Miles Away)
18 November 2011 terbanglah gue ke Dubai. Gue terharu banyak teman-teman gue yang melepas dengan ucapan semoga selamat sampai tujuan atau selamat bersenang-senang di sana (meski sebenarnya ada “oleh-oleh ya mi” di setiap “have fun di Dubai ya mi” tapi gue senang dan tidak berkeberatan membawakan mereka oleh-oleh, sungguh!). Dan 8 jam perjalanan malam gue lewatin tanpa perasaan sedih karena ketutup sama noraknya gue yang baru pertama kali naik pesawat duduk di business class, hihi malu-maluin ya. Masa sih gue harus mikirin orang yang ngga sedetikpun mikirin gue di kursi pesawat yang nyaman dan ada automatic massage-nya ini. Gengsi dong. “Ah tapi pasti masih kepikiran dia kan? Ayo jujur..jujuuuur..” Goda si devil side of myself. Reseeee, ya jujur sih masih kepikiranlah, tapi dikit aja, saat orang-orang udah pada tertidur lelap di pesawat, gue ngga ada habis-habisnya bersyukur bisa pergi sejauh mungkin karena gue butuh waktu untuk menenangkan diri, dia pun juga ngga harus ngerasa beban kalau ketemu gue di kantor selama gue di Dubai kan. Jika dekatnya jarak membuat kami selalu bertengkar, jauhnya jarak adalah hal terbaik, ngga mungkin berantemlah minimal.
Jam 11 malam waktu Dunia Bagian Timur Tengah*** gue akhirnya sampai Dubai. Terpujilah kantor gue yang mau membiayai perjalanan ini mahal-mahal lewat business class jadi gue ngga perlu antri panjang-panjang di Imigrasi. Dan hey, ini negara Arab, wanita diberi keistimewaan dengan antrian pemeriksaan visa khusus wanita, gue bisa melewati proses administrasi dengan lebih cepat. Dan yang pertama kali gue pikirin setelah menginjak negara Arab ini adalah: Aneh ya liat cowo-cowo make rok gini, jalan aja susah apalagi lari, bisa banget kayanya ngejar cowo Arab (yakali ngegebet semudah kejar dalam arti sebenarnya. Hfff).
Sweet Escape to Abu Dhabi
المسافر له في البحر طريق
(Transliteration: Al-mussafer lahu fil-bahar tireeg)
A traveler has a path in the sea – Arabic Proverb ****
19 November 2011, setelah memastikan bisa check in di hotel yang ditentukan kantor selama kami di Dubai (JW Marriott dan sekali lagi terpujilah kantor gue), jam 10 pagi gue dan teman gue satu kantor yang juga dinas bareng gue langsung menuju Abu Dhabi, ibu kota negara Uni Emirates Arab (UEA). Gue bisa mampir ke Abu Dhabi ya lagi-lagi karena beruntung banget gue punya sepupu yang kerja di sana dan 15 tahun kurang lebih ngga pernah ketemu! Udah kayak adegan di Termehek-mehek yang akhirnya berhasil menemukan anggota keluarga setelah perpisahan bertahun-tahun, gue dan sepupu gue berpelukan erat dan lama, di parkiran hihi. City tour di Abu Dhabi difasilitasi oleh my beloved cousin bareng her lovely Pinoy friend yang kita panggil Madame. Jadi kami jalan-jalan berempat dengan mobil (plus supirnya) yang berhasil dipinjam sepupu gue dari temannya. Ah sepupu gue ini emang supel, jadi banyak teman dimana-mana dan bersedia nolongin. Karena agak susah ya transportasi umum di Abu Dhabi, jadi lagi-lagi gue merasa beruntung banget. So, berasa meremake film Sex and the City 2, gue bersenang-senang di Abu Dhabi, just like Carrie and her ganks did!
Karena keterbatasan waktu tujuan utama kami di Abu Dhabi adalah Masjid kebanggaan di sana yaitu Sheikh Zayed Mosque dan Ferrari World. Tepat jam 12 siang sampai ke Masjid Raya Abu Dhabi ini yang ternyata luar biasa indahnya, luar biasa besarnya, luar biasa mewahnya. Subhanallah dan Alhamdulillah gue bisa ngerasain sholat Dhuhur juga (terharu). Dan gue make Abaya dong, jubah hitam yang dikenakan wanita-wanita di Abu Dhabi, abaya wajib dipakai semua wanita yang ingin memasuki Masjid meski hanya foto-foto. Sesuatu yang exciting buat gue. Beda aja, jadi gadis timur tengah sesaat, tertutup rapat sehingga panas matahari yang menyengat dan suhu udara 31 derajat celcius saat itu diserap dengan amat sempurna oleh abaya hitam ini menimbulkan keringat yang keluar dari tubuh gue. Dan gue malah ngerasa….sexy…ahhhiy.
At Sheikh Zayed Mosque, Abu Dhabi, women must wear Abaya.
Setelah makan siang di Mall of Abu Dhabi (ternyata makanan di Abu Dhabi mahal-mahal sampai gue hanya makan Carl’s Junior di Food court), perjalanan dilanjutkan ke Yas Island di mana ada Yas Marina Formula One Circuit yang di dalamnya ada Ferrari World. Gila! Gue ngga bisa nutupin betapa happynya gue bisa melewati lintasan yang juga dilalui pembalap kelas dunia, Schumi dan Kimi***** sampai-sampai ingin rasanya gue turun dan sujud syukur di tengah jalan lalu menuliskan gede-gede di lintasan tersebut “Mia was here” lalu gue diamankan security UEA ya karena bertindak ngga waras.
Di Yas Island inilah terdapat Ferrari World, yaitu Ferrari Theme Park, permainan roller coaster yang kecepatannya seperti mengendarai Ferrari saat balapan. Keren banget ya. Tapi nyali dan kantong gue mendadak kompak ciut. Ngga sanggup gue harus sport jantung naik roller coaster tercepat di dunia dan harga tiketnya ngga reasonable buat anak ekonomi kayak gue, kalau di rupiahin sekitar 600 ribu rupiah dan hanya 1 permainan. Ah, gue meratapi kondisi keuangan gue hiks hiks. Tapi bukan Mia namanya kalau ngga punya cara having fun di Ferrari World, cukup menyalurkan hobi foto dan belanja aja sudah bikin girang bukan kepalang.
Thx to my beloved cousin who made this happened. Lotta kisses….:*
Puas muterin Abu Dhabi saatnya kembali ke Dubai. Jam 6 sore di terminal bus gue berpisah sama sepupu gue (ah, because of you, my dreams are coming true sweety)
[Next on The Romantic and Hopeless Traveler: Discover Dubai, catatan perjalanan gue seminggu berikutya di Timur Tengah]
* Terinspirasi dari serial Sex and the City, pertanyaan yang ditanya Carrie pada Samantha, tepatnya begini:
“Honey, if it hurts so much, why are you going shopping?”
“Well.. I have a broken toe. Not a broken spirit” 🙂
** Kisah sebenarnya ngga perlu dipublish, ngga enak ngumbar di social media
*** Beda waktu UEA dengan Indonesia, UEA 3 jam lebih lambat
**** Maksud proverb ini untuk memberanikan diri seorang traveler dalam menghadapi kesulitan selama perjalanan
bahwa Tuhan selalu melindungi mereka yang memiliki keyakinan
***** Mantan Pembalap Ferrari, keduanya favorite gue