Prolog
Fakta (kurang) penting…
Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, di saat gue masih berseragamkan putih-abu, adalah pertama kalinya gue mengalami patah hati. Saat itu gue mengurung diri, mendengarkan lagu yang mewakili suasana hati, lalu menangis sampai pagi. Dan lagu patah hati gue saat itu adalah End Of The World. Begini liriknya:
Why does the sun go on shining Why does the sea rush to shore Don't they know it's the end of the world 'Cause you don't love me any more Why do the birds go on singing Why do the stars glow above Don't they know it's the end of the world It ended when I lost your love I wake up in the morning and I wonder Why everything's the same as it was I can't understand, no, I can't understand How life goes on the way it does
Lagu lawas tahun 70-an tersebut pertama kali dipopulerkan oleh Nina Gordon, dan juga pernah dinyanyikan oleh The Carpenter. Waktu gue masih kanak-kanak, sudah sangat menyukai lagu ini karena bokap sering banget memutarnya. Kata kakak gue yang saat itu sudah remaja, lagu ini tentang patah hati. Gue manggut-manggut saja padahal enggak mengerti juga patah hati itu apa?
*Kira-kira begitu reka ulangnya :p*
Saat itu, gue enggak pernah membayangkan 12 tahun kemudian akan protes keras akan isi lagu tersebut. Patah hati bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal memulai sesuatu yang lebih baik. Dan bagi gue sesuatu yang baik itu adalah Trave[love]ing.
*****
Faktanya adalah…
Kisah patah hati gue yang menjadi inspirasi di novel ini terjadi kurang dari setahun yang lalu. Gue dikirim oleh kantor untuk mengikuti audit training di Dubai. Moment yang pas untuk getaway from broken heart. Traveling untuk menghilang sesaat dari pahitnya kenyataan, enggak dapat bersama lagi dengan seseorang yang terkasih. Menjelang keberangkatan ke Dubai, gue memang benar-benar meng-update status berikut (Trave[LOVE]ing hal: 65)

Dendi, teman gue sejak SMA, ikut memberikan komentar dengan membubuhkan sebuah judul dari travel notes-nya, yang pernah di-post juga di Facebook. Seketika komentarnya menginspirasikan gue untuk membuat notes, tentang perjalanan di Dubai.
Pulang dari Dubai, gue enggak langsung menyusun catatan perjalanan gue itu. Banyak pertimbangan dan butuh keberanian untuk menuliskan kisah perjalanan, terutama cerita patah hati di baliknya. Dan lebih luar biasa sulitnya, ketika pertama kali akan publish tulisan itu dan meng-share-nya ke media. Bagaimana perasaan si pematah hati ketika membacanya nanti? Itulah yang menjadi pertimbangan gue. Akhirnya, 4 Desember 2011, pertama kalinya gue post di Facebook, mengikuti jejak Dendi.

Respon yang gue dapat dari teman-teman sangat positif. Si Dia pun bahkan awalnya sempat mengomentari “ A great note for a great person. And also a great traveler”.
Well, I took those words as a compliment. Thanks. 🙂
Lagi-lagi enggak pernah terbayangkan bahwa beberapa bulan kemudian, gue akan melanjutkan kisah di notes Facebook itu ke sebuah novel.
*****
Fakta cihuynya…
Judul Trave[love]ing, pertama kali tercetus di sebuah restoran khas masakan Negeri Jiran di PS. Saat itu lagi traktiran si Dendi yang baru dapat bonus (Okay, this is too much information). Sebelum muncul nama Trave[love]ing, beberapa nama sempat jadi pertimbangan. Awal naskah sempat diberi judul Move On, Travel Up? Tapi sepertinya kurang gereget. Sempat juga mengalay dengan memberikan judul TraveLoGue End: Travel Lo Gue End!! Tuhan memaafkan hambaNya yang pernah khilaf.
Tepatnya akhir Januari 2012, kami berempat langsung sreg dengan judul Trave[love]ing: Hati Patah Kaki Melangkah. Dari judulnya saja tersurat bahwa buku ini adalah buku perjalanan. Bedanya dengan buku perjalanan lainnya adalah, ini adalah perjalanan dari patah hati menuju move on (baca sinopsisnya di web penerbit Gradien atau lihat teaser-nya di sini).
Proses dimulainya Trave[love]ing adalah patah hati. Patah hati yang menyebabkan seseorang menjadi kreatif. Kreatif kemudian melampiaskan ungkapan hati pada kata. Kata yang terangkai dalam sebuah tulisan. Tulisan yang bak mimpi indah yang terwujud, saat seorang teman, Roy, mengajak gue, Dendi, dan Gelaph (baca blog Dendi untuk proses perkenalan kami berempat) untuk membuat proyek novel cinta berlatar belakang perjalanan karena patah hati (baca blog Gelaph untuk behind the scene-nya).
Ada input, maka ada output. Jika patah hati adalah input, move on adalah output. Dan prosesnya adalah traveling. Begitulah garis besar Trave[love]ing.
*****
Fakta kerennya…
Di saat teman-teman seumuran melahirkan seorang bayi mungil, gue masih melahirkan sebuah novel (yak curhat, sodara-sodara :p).
Launching perdana buku ini sudah dilakukan tanggal 26 Mei 2012, ditandai dengan keempat penulisnya yang menjelajahi Jakarta, menebarkan obat patah hati.
Target pertama kami adalah para endorser yang sudah sangat berbaik hati mau memberikan sepenggal kalimat tentang buku kami ini. Mereka adalah:
@AlbethieneE – penulis
@Fatimaalkaff -penikmat sastra dan literatur
@dwikaputra – social media enthusiast, singer-song writer
@arievrahman – seasonal traveler (money season for the exact)
@rahneputri – delusional arbitch who is trapped in poem, music, film, and photography
@zarryhendrik – penyiar
@ekaotto- penulis Bayangan Kelima
@pervertauditor – pelakon audit, impulsive traveler wannabe, loveable character on Twitter
Dan salah seorang penulis favorit gue, Windy Ariestanty, berkenan memberikan pengantar untuk buku ini. Mimpi jadi kenyataannya paket combo! 🙂

Setelah menyebarkan obat tersebut kepada para endorser, Trave[love]ing kemudian disebarkan secara luas di Jakarta dan sekitarnya. Per tanggal tulisan ini diturunkan, hampir sebulan setelah terbit, sudah ada juga di kota besar lainnya dan toko buku Gramedia, Toko Gunung Agung, Kinokuniya, Leksika, Tisera, dan Toko Buku Salemba.
Faktanya lagi…
Setelah kurang lebih sebulan nangkring di toko buku, Trave[love]ing masuk jajaran best seller. Tercatat di H-1 month-versary ini, sudah laris manis di Gramedia Plaza Semanggi, Kelapa Gading, Botani Square, dan Grand Indonesia. Di online bookstore @bukukita juga sudah jadi best seller! Isn’t it cool? :p
Harapan kami, khususnya gue, buku ini bisa memberikan banyak warna bagi semua pembaca. Untuk yang sedang patah hati, sedang berbunga-bunga, bahkan yang sudah settling down juga. Untuk yang patah hati, setelah membacanya jadi bisa memotivasi untuk cepat move on. Yang sedang berbunga-bunga, agar dapat lebih menjaga suatu hubungan. Patah hati itu enggak enak, kalo enak sudah pasti habis dimakan (maap yak gue emang engak jago nge-jokes). Untuk yang sudah menemukan soulmate, selain jadi bernostalgia bisa jadi ingin honeymoon kedua. Karena buku ini menularkan sensasi ingin traveling. Enggak percaya? Buktikan saja!
Sebagai penutup, gue ingin mengutip pengantar dari @windyariestanty pada novel ini.
“Pada akhirnya, mereka tetap harus berterimakasih kepada para mantan yang membuat mereka melakukan perjalanan ‘patah hati’, dan kembali dengan cerita yang dituliskan. Sebuah cara ‘sembuh’ yang mengagumkan bukan?”
Gue pribadi mengucapkan terima kasih.
Terima kasih untuk dia, yang pasti enggak pernah menyangka bahwa si pensil yang enggak diinginkannya ini, sekarang bisa menuliskan sebuah buku. (Fakta lagi: Ada sebuah joke tentang pensil, hanya gue dan dia yang tau :p)
Terima kasih untuk orang-orang terdekat, yang telah mendukung, menyayangi, dan masih menyediakan ruang dalam hidup dan hatinya untuk seorang gue. Seorang anak, seorang adik, dan seorang sahabat.
Terima kasih untuk para pembaca, yang sudah membeli dan membaca buku ini.
Terima kasih Allah, yang dengan manisnya menjadikan luka dulu menjadi suka kini.
Menjawab lagu End Of The World:
And now I understand. How life goes on the way it does. It keeps on moving on, no matter how hard your heart is grieving.
*****
Epilog
Fakta bukan nih…
Kok bisa ya, kisah patah hati ke-empat penulis Trave[love]ing mewakili empat problematika derita cinta sejak jaman purba sampai akhir jaman: LDR, beda agama, friendzone, dan perselingkuhan. *angkat alis*
Foto yang ada di Trave[love]ing hal: 227, ada foto senyum move on. Benar enggak ya foto itu diambil setelah gue berteriak di balkon gedung tertinggi di dunia: Burj Khalifa…Hmmm. *angkat alis lagi*
😀
perkenalkan,saya adl salah mahasiswi d salah satu universitas d semarang,tinggal d kudus,orang tua d purwokerto.agak gak penting sebenrnya perkenalannya hehe.baca trave(love)ing bikin segala memori ttg perjalanan mengobati patah hati mencuat kembali.berawal bulan oktober th kmrn,g ada angin g ada ujan tiba2 dia maksa putus dg alasan yg gak aku ngerti via telpon.mengingat saat itu kami adl penganut ldr jawa tengah(aku)-sulawesi selatan (dia;mantan).langsung nekat naik motor jam 8malam pulang k kudus sekalian utk mengulur waktu pemutusan paksa :p.tau kan gmn rasanya pas lg suka bgt sm sebuah barang trus dipaksa terima saat barang tsb hrs d buang,gak rela tp hrs terima.itulah yg d rasa.hrs berpisah saat sgala mimpi bsama trasa dekat.tp apa yg bs d lakukan saat salah satu pihak tdk ingin jalan beriringan lg.sakit itu btambah ketika segala kebenaran terungkap.spt crt dendi dlm trave(love)ing mungkin,dia membutuhkan sosok nyata yg slalu ada disebelah dia secara raga saat dibutuhkan.lega ada dibalik semua luka.akhirnya dia bisa terbebas dr segala beban kebohongan.g tau krn kebetulan ato apa,papa tiba2 telp tanya kabar.ikatan batin mungkin,krn memang selama ini aku deketnya ke papa.saat itu juga minta ijin agak maksa biar di bolehin nyusul k purwokerto dg alasan ‘kangen papa’.bsk subuhnya udah ada d bis patas kudus-purwokerto.siap 8-9jam duduk&menghabiskan perjalanan dg ngalamun-keingetan dia-mikirin kok bisa segitu teganya-nyesek,segala macem rasa berhamburan saat perjalanan itu diputuskan dlm kesendirian.makiin g karuan lg pas sampe sana,papa ngajakin makan makanan khas makassar.mule dr es pisang ijo sampe konro.papa blm tau kalo aku datang utk mengadukan duka lara krn anak bugis,kalo hubungan itu g ada lg.disana cuma sehari krn besoknya d anter plg papa k kudus.bener bgt kata2 d trave(love)ing,bandara adl tmp nya hello&good bye.d tmp itu segala macam janji terucap.inget pernah nemenin dia d bandara surabaya sblm dia plg k makassar.secapek apapun,senyum bakal selalu tersunggiing utk dia yg tersayang saat itu. hampir 10jam duduk d bis ekonomi semarang-surabaya dlm keadaan puasa krn saat itu ketinggalan kereta (sifat ceroboh yg g ilang juga).mengusahakan sekuat tenaga utk selalu ada.lucunya,pas dia mengisyaratkan utk tetap menunggu sbentar krn dia hrs ngurus bagasi dulu..akunya nggak paham.malah balik arah,jalan k arah bis damri & memilih sgera plg dg kondisi hp mati.sepanjang perjalanan d bis pun milih utk tdr.mengalihkan perhatian dr sedih krn perpisahan d bandara tsb.msh kerasa bgt hangat genggaman tangan dia saat itu.fiiuuuh..seakan ada yg tercungkil,rindu.mungkin itu.krn seberapa kerasnya aku berteriak utk move on.segala tentangnya masiih terbayang jelas d pelupuk mataku.sebenernya udh lama lost contact.yg tersisa cuma blog kami yg saling follow+lagu ‘ruang rindu’ yg s ering dia nyanyikan dulu.saat baca trave(love)ing yg ada d benakku adl,ternyata byk jg yg melakukan perjalanan utk move on spt aku..mungkin kalo aku lebih utk memberi ruang antara diriku,hatiku,dan segala tentangnya (manis maupun pahitnya).seakan sedang membaca tentangku jg d buku itu.cara penyampaiannya yg ngena bgt.top utk kaliian berempat 😀
LikeLike
Hai trisna….
Aah jd terharu. Enggak nyangka ternyata banyak jg yg punya pengalaman kayak kita berempat. Dan kisah km itu dendi banget ya hehe.
Karena hidup adalah perjalanan, kaki harus terus melangkah tak peduli sebanyak apapun kerikil di sepanjang jalan.
Dan semoga Traveloveing bisa menginspirasi utk move on dan semangat mencari cinta baru 🙂
Salam,
Mia.
LikeLike
sebenernya begitu comment tertera disitu,yg paling kerasa adl malu.malu krn luka sendiri dikorek sendiri d dpn org2 hehe.
Yap,kaki harus tetap melangkah sekalipun hati masih berat berpaling 🙂
Harusnya aku dapet ttd kakak-kakak nih :D.ayo dong kapan2 adain meet&greet d semarang atau solo :D:D
Makasih ya kak,reply nya :D:D
LikeLike
Gw jadi ga bisa berenti ngikutin kisah di balik buku ini. Keren euy ceritanya, khusus bagian yang lu tulis berasa nyesek banget. Bukunya keren dan setelah baca story behindnya berasa lebih keren lagi. 🙂
LikeLike
Ah jadi malu…hehhe. Thanks ya, tp yaaa begitulah faktanya 🙂
LikeLike