Sebenarnya udah lama banget gue pingin nge-post tulisan ini. Tapi berbulan-bulan cuma nangkring di draft gue. Kenapa part 2, karena sebelumnya pernah menulis posting-an dengan judul yang sama.
Biar enggak bingung, baca dulu deh ya part 1-nya.
Udah?
Nangis?
Haha.
Half Life, lagu yang diciptakan sendiri dan dinyanyikan oleh Duncan Sheik. Pertama kali gue tau lagu itu dari sahabat gue, ya you know lah. Konon, lagu itulah awal gue mulai jatuh hati sama dia. (Konon, bisa jadi cuma legenda :p)
Lagunya sedih banget, tapi nyandu! Denger deh nih youtube-nya.
Dan Alhamdulillah, gue berkesempatan bisa nonton konsernya Duncan Sheik di Bandung sekitar bulan Juli tahun lalu. Luar biasa rasanya mendengarkan lagu favorit gue dinyanyiin langsung sama penyanyi aslinya!
Tulisan ini adalah tentang cerita di balik konsernya yang enggak pernah gue share sebelumnya.
Back to July 2011.
Saat itu sedang masa krisis-krisisnya hubungan gue dan si sahabat gue itu. Demi membuat gue melupakan sayangnya sama dia, dia pernah benar-benar pushing me away. Semua BBM gue di-ignore. Kami saling diam berhari-hari.
Untungnya gue dinas ke Bandung setelah itu, jadi lumayan enggak terbebani sama pertengkaran dengannya. One week getaway really worked for me.
Dan munculah kabar tentang konser amal kecil-kecilan Duncan Sheik di Dago Pakar. Tiketnya 300ribu sajah! I was like, seriously? Pas banget gue di Bandung pula. Gue langsung kontak temen gue di Bandung dan dia mau nemenin, ahey! Senang bukan kepalang rasanya gue akhirnya bisa nonton musisi favorit gue itu.

Lalu gue-pun saat itu menuliskan sebuah tweet.
Nonton konser Duncan Sheik bareng kamu, dengerin lagu kita Hakf Life dinyanyiin langsung penyanyinya. #Impossible
Mana mungkin, pertama konsernya di Bandung dan si kamu di Jakarta. Bisa aja sih sebenarnya, tapi kedua, kan lagi musuhan.
Lalu muncul notifikasi Twitter di smartphone gue.
Dari si Kamu!
Sebuah reply dan terdiri satu kata “Mauuuuu”.
I was totally upset at that time, and his reply wouldn’t make me feel better. At all. I didn’t comment his ‘mauuu’. I kept on silent.
Lagipula kalau emang benar-benar pingin kenapa enggak usaha baikan sama gue dan nyusul untuk nonton konsernya?
Jadilah, di jumat malam ketika itu, gue tetap nyuekin mention-nya dan menikmati setiap alunan lagu yang dinyanyikan Sheik yang sudah mulai menua ini. (Waktu jaman gue SMP doi masih seganteng John Mayer gitu deh :*)
This is it, pikir gue saat itu, pas MC meneriakkan, “Let’s give it up for Half Life.”
Gue langsung merekam moment membahagiakan itu, dan saking menghayatinya tanpa sadar mata gue meneteskan air. Ada bahagia, haru, sedih. Bercampur.
I wish you were here. This is our song…
Ini hasil rekaman gue: Half Life.
Lagu Half Life selalu menjadi penyelamat hubungan gue dan sahabat gue itu. Saat awal-awal pisahnya kami, tulisan gue di Half Life part 1 yang membuat kami jadi dekat lagi.
Setelah pulang ke Jakarta dari Bandung dengan perasaan bahagia abis nonton Sheik, kami baikan lagi.
Dan ketika akhirnya hubungan kami benar-benar mengikis selama berbulan-bulan. Puncaknya bulan April 2012, kami bertengkar hebat. Pertengkaran yang diawali oleh keputusan gue yang ingin melepaskannya, dengan menghapus semua kontaknya. Gue lelah dan tak lagi ingin mempertahankan hubungan apapun dengannya, bahkan persahabatan kami sekalipun.
Namun lagi-lagi Half Life mengingatkan kami mengapa kami akan terus menjadi sahabat di hati meski sudah tak dapat saling berinteraksi.
“Kalau lagi sedih, tetep denger Half Life ya. Gue ada nemenin lo lewat lagu itu. Sedangkan fisik gue, nggak lagi bisa. Gue harap lo bisa nerima.” ucap gue di akhir cekcok kami.
April 2012, resmi kami berjauhan, namun saling berjanji tetap berteman dan tak lagi saling membenci.
It’s great how one song can be a reason for two people to remain friends.
Well, good job, Sheik 🙂
Hiks Hiks… Ciayooo Mya, semoga bisa melupakan dan bisa menjadi sahabat seperti dulu lagi 😀 *ngmgsihgampangyak*
LikeLike
Udah kok 🙂
LikeLike