Tinderella Story: Mr. (swipe) Right – Part Two

Pict from sillymollymandy.com
Pict from sillymollymandy.com

I’m ready to love a stranger in some strange way..

Cerita sebelumnya: Seorang cewek naif mencoba peruntungannya mendapatkan pasangan serius di aplikasi sosmed Tinder (baca part one di sini)

Azka. Atau Denny– dia minta gue panggil dengan nama Denny, selalu menekankan kalau gue enggak perlu minta banget untuk ketemuan. Katanya better kami nikmati saja dulu masa-masa ini. Gue pun nurut. Kalau sudah ketemuan memang rawan sih. Kemungkinan terbesar adalah salah satu pihak kecewa dengan fisik atau kepribadian yang lain, sehingga hubungan pun malah akan berakhir. Kami berdua sama-sama mengkhawatirkan hal itu.

Katakanlah gue beruntung, salah seorang sahabat gue ternyata punya teman anak Mercy juga yang kebetulan mutual friends dengan Denny di Path. Gue cukup butuh dua info sebelum melanjutkan hubungan dengan Denny.

  1. Single
  2. Baik-baik

Dari sang informan itu gue jadi cukup yakin untuk lanjut sama Denny. Yang penting bukan laki orang dan bukan penjahat kelamin. #PENTING

Cuma berselang dari seminggu setelah kami telponan, di tengah chat kami yang enggak jelas tiba-tiba dia mengajak gue bertemu. Dia minta ditemani pergi ke Puncak, makan sate kambing langganannya.

Buset.

Jelas lah gue curiga dia punya maksud yang enggak benar dengan membawa cewek ke Puncak di pertemuan pertama. Tapi gue penasaran dan enggak mau kehilangan moment ini, takutnya susah lagi dia ajak gue ketemuan.

Bermodalkan omongan sang informan, gue mengiyakan ajakannya.

Jumat 14 November 2014. Gue enggak akan pernah lupa seumur hidup gue, jumat malam itu mungkin salah satu a perfect first date yang pernah gue alami. Bukan nonton plus makan malam romantis, tapi makan di restoran sederhana di daerah Puncak. Entah kenapa enggak ada sedikitpun rasa takut untuk pergi bersamanya. Gue malah merasa aman.

Jam 9 malam dia menunggu gue di parkiran Setia Budi One, lokasi terdekat dari kos gue. Begitu sudah di lobi, gue memberitahukannya dan enggak lama setelahnya sebuah Outlander silver melaju dan berhenti di depan gue berdiri.

Segera gue masuk ke dalam mobilnya yang disambut dengan tangannya yang menjabat gue.

“Azka.”

“Mia.”

Lalu kami berdua terdiam sepersekian detik sebelum akhirnya saling tersenyum. Kesan pertama setelah berkenalan, dia manis dan ramah. Bagusnya kami berdua sama sekali enggak saling canggung dan bisa asik ngobrol di sepanjang jalan yang macet.

“Kamu enggak mikir kalau aku cewek gampangan karena mau diajak ke Puncak kan?” tanya gue saat itu.

“Kok kamu mikirnya begitu?”

Lalu dia meyakinkan gue kalau enggak ada maksud apa-apa selain murni kepingin ditemani makan makanan favoritnya.

“Lagian kalau yang deket-deket masa habis makan trus pulang gitu aja? Kan aku mau ngobrol lama sama kamu.”

Aeh matek. Pinter banget nih cowok ngerayu.

You know what, nge-date sama cowok bertanggung jawab itu memang sangat menyenangkan ya. Satu hal yang gue perhatikan dari Denny ini ketika gue menolak makan tengah malam karena harus diet, dia paksa gue makan karena enggak mau gue sakit.

“Mau aku suapin?”Gue menolak dan langsung menggeleng yang kemudian diikuti dengan rasa menyesal. Hehe.

Gue merasa justru dia enggak lebay. Justru dia emang care banget sama gue. Ya kan? Ya kan?

Lima jam bersamanya malam itu malah membuat gue merasa enggak percaya dengan apa yang sedang gue hadapi. Sambil mendengar alunan lagu Glory of Love-nya Peter Cetera yang diputar di mobil dia, gue melamun…

Oh God…he’s just too good to be true.

Dia pengusaha sukses, menarik, baik, sopan, dan bertanggung jawab. Dia bahkan bilang suka dengan cewek gendut kayak gue. Karena biasanya cewek gendut itu punya kasih sayang yang besar. Oh itu sih sudah enggak perlu diraguin lagi :p

Oke gue harus meyakinkan diri sendiri kalau dia hanya gombal dan enggak serius. Cowok seperti dia enggak perlu takut jomblo, banyak lah pasti yang ngejar. Kira-kira apa ya intensi dia ke gue? Baiklah gue ikutin saja permainan dia sampai dimana.

Di perjalanan gue juga banyak bercerita tentang kisah cinta sebelumnya. Ketika dia bercerita tentang mantan yang enggan dia sebut namanya, gue masih bisa melihat rasa sakit yang tertinggal di matanya. Mereka berpisah dalam keadaan masih saling cinta, tapi kedua keluarga tidak merestui. Enggak terlalu detil yang dia ceritakan, curang sih karena dia kan malah sudah tau tentang kisah gue dari blog. Tapi gue bilang sama dia kalau gue enggak peduli masa lalu dia seperti apa. Dia pun menenangkan gue kalau saat ini sang mantan sudah menikah, enggak perlu khawatir katanya.

Malam itu gue sempat terdiam beberapa saat dan enggak fokus pada obrolannya. Dia enggak pernah tau apa yang gue pikirkan. Dia enggak tau kalau gue sedang bertanya-tanya dalam hati mungkinkah dia adalah jawaban dari doa gue selama ini?

Gue memang pernah meminta pada Tuhan untuk dikirimkan pria yang pernah patah hati sehingga dia sudah tau rasanya dan enggak akan menyakiti gue. Gue juga pernah meminta ingin mencintai orang asing yang baru saja masuk ke hidup gue, jadi dia lebih bisa menerima masa lalu gue.

And people said when you know that you may find the one, you will just know..

Ketika tadi setelah kami bersalaman gue mendengarkan suara cadelnya yang ketukar melafalkan huruf ’r’ dan ‘l’ seperti, “Aku tadi dali bengker.”

Ya ampun lucu banget sih. Gemez. Gue langsung mengkoreksinya dengan, “Dari bengkel kali..bukan dali bengker.”

Dia langsung tersenyum dan mencolek tangan gue. “Kamu tuh seneng banget ya goda-godain aku.”

And suddenly I just know, that I want this silly conversation for the rest of my life.

Ah shit, terlalu cepat gue mikir ini. He’s just a stranger out of no where ya, Miii. Bisa saja dia itu sebenarnya serial killer, kan.

But look at this guy sitting beside me. Dia persis sepeti apa yang gue minta selama ini. Bukan pria keren atau punya materi melimpah, cukup dia yang mampu menerima gue apa adanya. Tapi si Denny ini punya materi yang enggak sedikit juga, terlihat dari mobil mewah yang dikendarainya dan cerita dia mengenai harta bahkan hutangnya.

Oke, gue mulai takut. Gue berasa upik abu beneran yang ketemu Pangeran. Well hey, is it possible that the tinderella has just found her destin-der? Mendadak gue pun ingin minta bantuan Doraemon untuk lihat foto masa depan gue dengan Denny.

😀

Tiba-tiba suara cadelnya memecahkan lamunan gue, “Kamu enggak mau ya kalau ketemu aku lagi? Capek ya?”

“Hah? Apa? Kuping aku dengung jadi enggak gitu dengar.” Emang bener sih, abis turun dari Puncak jadi dengung.

“Kamu mau nggak ketemu aku lagi? Karena aku nggak bisa sekali ketemu terus suka, butuh proses..”

Dalam hati bersorak “HORAAAAAYYYY”. Tapi muka tetap cool dong. “Yaudah, berikutnya nonton yuk.” ajak gue yang dilangsung diiyakan olehnya.

Kesimpulan dari pertemuan pertama tadi, kami berdua sepakat untuk melanjutkan hubungan ini dari teman, kalau berjodoh itu lah nilai plus-nya. Ya tetap saja gue takut malah dia yang enggak sreg sama gue. Bagaimana komunikasi dia ke gue paska pertemuan pertama akan jadi pembuktian.

Dan setelah dia antar gue ke kos jam 2 pagi, begitu sampai rumah dia langsung mengirimkan What’s App yang isinya mengabari kalau sudah sampai. Gue sendiri malah langsung terlelap. Hahahaha -___-“

***

Berarti Tinder enggak jelek dong ya??? Gue beruntung dong dapat yang benar di Tinder??

Keesokan harinya pun kami masih berkomunikasi dengan baik, itu yang bikin gue semakin menikmati hubungan ini. Sampai akhirnya….gue menemukan Facebook-nya.

Di sinilah drama di mulai. JENGJENG.

Hasil kepo semalaman, gue menemukan satu foto yang membuat gue shock. Dia bersama anak kecil dan komen yang bisa gue baca di situ mengarahkan kalau anak itu adalah anaknya! CRAP! Gila gue enggak bisa tidur karena kepikiran terus. Gue enggak mau punya hubungan dengan suami orang!

Keesokan harinya gue pun segera minta penjelasan, dia agak marah karena menurutnya gue adalah orang baru yang belum saatnya diceritakan hal pribadi. Gue tetap mempertahankan pendapat gue kalau enggak mau berteman dengan suami orang. Apalagi sudah sayang-sayangan. Oh. Please.

Syukurlah dugaan gue enggak terbukti, anak itu menurut dia adalah anak yang dia angkat dari salah satu RS karena kasihan dan dirawatnya dari umur 3 bulan sampai sekarang usianya hampir 4 tahun. Dia berjanji akan menunjukkan bukti adopsinya kelak bertemu gue lagi. Hmmmmm. Menurut lo gue akan percaya?

Gue akan pura-pura percaya sampai terus menggali bukti kebenarannya. Tapi kalau memang dia jujur, gue malah semakin kagum dengan kemuliaan hatinya. Lewat video call, anaknya pun kemudian diperkenalkan pada gue. Sayangnya Elvaro, nama anak itu, malu-malu dan enggak mau ngomong.

Andai kata anak kandung pun ya gue gak masalah, asal status dia saat ini single. Misal pernah menikah pun juga enggak apa-apa buat gue. Jujur gue lega sih kalau memang benar itu anak angkatnya, yang kini tinggal di Jogja bersama orang tuanya Denny.

Setelah kejadian gue menemukan FB dan kisah dramatis tentang anaknya, hubungan kami malah tambah intens. Dia bisa tiba-tiba telpon gue dan kami mengobrol lama. Dia bahkan mengajak gue berandai-andai “Kalau kita menikah nanti…”

Wajar enggak sih kalau gue jadi N to the G to the A to the R to the E to the P. NGAREP!?

Apalagi dia juga punya panggilan khusus ke gue yang sayangnya ngeselin banget. DIA MANGGIL GUE NDUTT. SIAL (tapi senang kaaan :3)

tinder 14

Gue balas saja memanggil dia Dendut.

Setiap ada pesan masuk dari dia yang memanggil gue ‘ndutt’ malah mampu membuat gue senang. Iya, gue tersenyum lagi setelah sekian lama 🙂

Rasanya gue pingin nyanyi banget…

I choose you as my man and you take me as I am… Can’t believe you take me as I am…

Choose him? Really? Kadang gue masih bertanya-tanya dalam Doa gue.

Dia tuh sebenarnya tidak memenuhi syarat yang pernah gue tetapkan untuk jadi suami. Gue dulu pernah berharap laki gue nanti bekerja di bidang yang sama supaya ngobrolnya nyambung. Dia juga harus punya pendidikan lebih tinggi dari gue karena gue suka cowok pintar. Tetang gue yang maniak traveling, maka gue juga mau suami gue nanti punya hobi yang sama.

Kenyataannya dia adalah orang bengkel yang lulusan SMA dan dia takut naik pesawat! Beda dunia dan beda hobi.

And I just realized, when I’m with him..I’m breaking my own rules.  Yes, we’re two of kind and forever we will always be combined.

Kenapa gue jadi yakin buat lanjut menjalani hubungan sama dia karena selain dia menerima gue apa adanya, he also has turned me into the best version of myself, terutama dalam hal beribadah.

Not to mention, gue juga jadi benar-benar lupa sama yang lama! Yey gue totally move on and so ready to move in.

Ealah tapi dianya suka juga enggak nih sama gue? Taunya gue cuma GeEr lagi. Hadeuh. Apalagi sebulan setelah ketemuan pertama kami berdua belum juga sempat ketemuan lagi. Dia yang too good to be true dan gue yang too naïve to perceive malah bikin gue jadi galau lagi kan…

Gimana kelanjutan gue sama si Denmas ini, bersambung ke part 3 ya gaes. Promise you that the story will be more tinderesting 😀

8 thoughts on “Tinderella Story: Mr. (swipe) Right – Part Two

  1. halo Mba..aku lagi ngalamin hal yang sama nih,.persis..tp beda orang dan beda latar belakang..jadi senyum2 sendiri bacanya 😀

    Like

Leave a comment